Konferensi Internasional Wasathiyyah dan Moderasi Beragama Hasilkan Deklarasi Baghdad

, MINA – tentang Wasathiyyah dan Moderasi beragama menghasilkan 10 rumusan Deklarasi Baghdad. Konferensi berlangsung di hotel Royal Tulip Al-Rasheed, Green Zone, Baghdad, Irak,  26-27 Juni 2018.

Konferensi ini diikuti utusan dari 20 negara, termasuk Indonesia. Ada tujuh delegasi dari Indonesia,  yaitu: Muchlis M Hanafi (Ketua Delegasi, mewakili Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin), Muhyiddin Junaidi (MUI), Ikhwanul Kiram Masyhuri (Alumni Al Azhar), Saiful Mustafa (UIN Maliki Malang/NU), Fathir H Hambali (Alumni Syam), Auliya Khasanofa (Muhammadiyah/UMT), dan Thobib Al-Asyhar (Kemenag).

Menurut Muchlis Hanafi,  Deklarasi Baghdad dibacakan bersama oleh perwakilan 20 negara pada penutupan konferensi. Pembacaan deklarasi dipimpin oleh Utusan Khusus Grand Syeikh Al Azhar dan Ketua Delegasi Mesir Prof Dr. Hamid Abu Thalib.

“Deklarasi Baghdad menyuarakan kesepahaman bersama untuk terus mengkampanyekan Islam Wasathiyah. Juga menjadi komitmen bersama dalam sinergi melawan ekstremisme dan terorisme,” terang Muchlis Hanafi sekembalinya ke Tanah Air, Jumat (29/06).

Menurut Muchlis, Deklarasi Baghdad juga menegaskan kedudukan al-Quds (Yerusalem) sebagai milik bangsa Arab dan selamanya akan menjadi ibu kota perdamaian dan kerukunan umat beragama.

“Peserta konferensi menolak klaim sepihak dari zionis Israel yang menjadikan Yerusalem sebagai ibu kotanya, dan mengajak ulama Islam untuk menolak keputusan yang nista tersebut,” jelasnya.

Berikut ini 10 rumusan Deklarasi Baghdad:

1. Membentuk koalisi internasional untuk membuat konsep dan strategi operasional tentang Islam yang wasathiyah.

2. Menggalang kerja sama internasional untuk memastikan keberhasilan melawan ekstremisme dan terorisme.

3. Membentuk lembaga pemikiran (kajian) untuk mengkaji kembali dan meluruskan sejarah yang telah memicu perselisihan dan perpecahan di masa lalu, tanpa mengabaikan hal-hal yang prinsip dalam kehidupan umat.

4. Mencarikan solusi terhadap gap permasalahan antara modernitas dan Islam secara obyektif sesuai dengan konteks kekinian.

5. Meluruskan pemahaman yang salah tentang Islam sebagai agama ekstrem/radikal dan teroris dengan menegaskan bahwa teorisme tidak terkait dengan etnis, agama, maupun aliran tertentu.

6. Membuat situs-situs keislaman yang menekankan pada prinsip wasathiyah dan moderat yang jauh dari ekstrem.

7. Membuat majalah/jurnal pemikiran Islam moderat.

8. Membentuk komite tinggi ulama yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan luas, yang menginduk kepada kementerian wakaf/agama dan tersebar di kota-kota negara Islam, untuk memantau isu yang tersebar dan apa yang disampaikan para penceramah, serta meresponnya sebelum viral sesuai prinsip ajaran Islam.

9. Menegaskan kedudukan al-Quds (Yerusalem) sebagai milik bangsa Arab dan selamanya akan menjadi ibu kota perdamaian dan kerukunan umat beragama.

10. Peserta konferensi menolak klaim sepihak dari zionis Israel yang menjadikan Yerusalem sebagai ibu kotanya, dan mengajak ulama Islam untuk menolak keputusan yang nista tersebut. (R06/RS1)

Mi’raj News Agency (MINA)