Jakarta, MINA – Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (LPLH SDA MUI) menggelar Konferensi Nasional Masjid Ramah Lingkungan 2022, dengan tema “Dari Masjid Wujudkan Kehidupan Berkelanjutan” di Jakarta Pusat, pada Kamis-Jumat (3-4/11).
Ketua LPLH SDA MUI, Hayu Prabowo menyampaikan, Konferensi Nasional Masjid Ramah Lingkungan ini menjadi ajang pertemuan bertukar informasi dan pemikiran dalam menggalang sinergi komunitas dan membangun kolaborasi masjid ramah lingkungan.
“Terutama melalui penerapan fatwa MUI yang terkait dalam mendorong pelestarian alam dan pengelolaan lingkungan hidup. Lingkup diskusi terkait peran masjid dalam mengatasi isu lingkungan hidup melalui tiga aspek yaitu manajemen, memakmurkan dan ibadah,” kata Hayu saat membuka konferensi di Jakarta Pusat, Kamis (3/11).
Dia menjelaskan, MUI telah mengeluarkan enam fatwa berkaitan pemuliaan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Baca Juga: Cinta dan Perjuangan Pembebasan Masjid Al-Aqsa Harus Didasari Keilmuan
“Masjid sebagai pusat sosialisasi fatwa-fatwa tersebut agar sampai pada umat dan jadi pusag kegiatan ramah lingkungan secara menyeluruh dan berkesinambungan,” ujar Hayu.
Dia mengharapkan melalui konferensi ini dapat meningkatkan kapasitas dan jaringan masjid ramah lingkungan atau Eco-Masjid tingkat nasional.
“Tantangan kita bagaimana kita bisa bersatu dalam menghadapi berbagai krisis ke depan. Pengurus masjid harus mempersiapkan diri. Bagaimana masjid membawa kemakmuran bagi umat,” ucap Hayu.
Konferensi yang digelar secara hibrida dengan kegiatan luring berpusat di Jakarta ini dihadiri lebih dari 200 peserta dan pembicara terdiri dari ulama, cendikiawan, tokoh Muslim dan perwakilan pengurus masjid, pesantren serta aktivis Ecomasjid berbagai daerah.
Baca Juga: Lewat Wakaf & Zakat Run 2024, Masyarakat Diajak Berolahraga Sambil Beramal
Konferensi Nasional Masjid Ramah Lingkungan 2022, dirangkaikan dengan diskusi panel tentang penerapan masjid ramah lingkungan di Indonesia dihadiri pembicara yakni Wakil Menteri Agama RI Zainut Tauhid Sa’adi, Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim pernah menjabat Menteri Lingkungan Hidup periode 1993-1998 Sarwono Kusumaatmadja, Wakil Ketua Umum MUI KH Marsudi Syuhud, Ketua MUI Bidang Penanggulangan Bencana dan Kesehatan KH M Sodikun, dan Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nasaruddin Umar.
Selain itu, dihadirkan pembicara dari pengurus DKM Masjid Baitul Ma’muur di Perumahan Telaga Sakinah Kabupaten Bekasi dan Masjid Raya Bintaro Jaya Tangerang Selatan yang sudah menerapkan konsep masjid ramah lingkungan dan ramah warga.
Menurut Hayu, krisis lingkungan hidup dan perubahan iklim merupakan ancaman eksistensial terbesar bagi umat manusia saat ini.
“Uni Eropa dan sebagian negara lain sudah terjadi krisis. Ke depan hal yang sama akan terjadi di Indonesia. Untuk itu, Kita perlu bersama-bersama bersiap menghadapi berbagai krisis ke depan melalui pengoptimalan peran masjid dalam gerakan pemuliaan alam dan lingkungan
Baca Juga: Prof Abd Fattah: Pembebasan Al-Aqsa Perlu Langkah Jelas
Setelah konferensi Ini, lanjut Hayu, ke depan LPLH-SDA MUI akan berfokus pada peran masjid yang berketahanan.
“Ke depannya, masjid dapat berperan lebih dalam proses perubahan paradigma dan menjadi basis ketahanan nasional karena dapat menjangkau dan meningkatkan kesadaran pemangku kepentingan yang lebih luas,” pungkasnya.
Program Eco-Masjid
Program Eco-Masjid atau masjid ramah lingkungan ini merupakan program untuk menjadikan masjid sebagai pusat pembelajaran dan kegiatan komunitas dalam pemuliaan lingkungan dan pelestarian alam.
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama
Program Eco-masjid dirancang untuk memiliki komponen ramah lingkungan seperti keran hemat air, pemanfaatan listrik surya, pengelolaan sampah, biogas, dan lainnya.
Program Majis Ramah Lingkungan yang dilaksanakan MUI juga telah menjadi salah praktik unggulan/best practices dan satu terobosan penting untuk pemuliaan lingkungan hidup, termasuk pengelolaan sampah.
Program Eco-masjid ini juga menunjukkan, institusi keagamaan juga dapat menjadi salah satu ujung tombak dalam mengubah paradigma masyarakat dalam memuliakan/mengelola lingkungan.
Hayu juga menyampaikan, masjid yang ramah lingkungan itu mencakup tiga hal. Pertama, idarah/pengurus, yang meliputi dakwah bil lisan dan bil hal serta penguatan kapasitas dan jejaring.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
“MUI melakukan dakwah bil lisan dengan mengadakan syiar dan sosialisasi dan bil hal dengan melakukan program sampah dan gerakan ecomasjid lainnya,” tambahnya.
Kedua, Imarah/jamaah, dalam hal ini meliputi tuntutan agama, kemampuan life skill dan jejaring sosial.
Sedangkan yang ketiga adalah riayah/bangunan, bagaimana masjid dapat memberikan dampak-dampak positif bagi masyarakat. Dalam hal ini meliputi gerakan Ecomasjid yakni simpan air, hemat air, jaga air dan standar operasional manajemen masjid ramah lingkungan.(L/R1/P2)
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka
Mi’raj News Agency (MINA)