Konsep SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, and Time-bound) adalah sebuah pendekatan yang umum digunakan dalam manajemen proyek dan pencapaian tujuan. Namun, bagaimana konsep ini dapat dikaitkan dengan nilai-nilai dan ajaran Islam? Mari kita telusuri lebih dalam.
Konsep SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound) adalah kerangka penetapan tujuan yang telah diakui secara luas dalam manajemen modern. Dalam konteks Islam, prinsip-prinsip SMART dapat diintegrasikan dengan ajaran agama untuk menciptakan pendekatan yang lebih holistik dalam mencapai tujuan spiritual dan kehidupan. Berikut adalah penjelasan ilmiah tentang SMART dalam konteks Islam.
Specific (Spesifik) dalam Islam berkaitan erat dengan konsep niat (intention) yang merupakan pondasi penting dalam setiap tindakan seorang Muslim. Dengan kata lain, setiap amal ibadah harus dilakukan dengan niat yang jelas dan tujuan yang spesifik. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim menyatakan, “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.” Penetapan tujuan yang spesifik membantu memperjelas niat, memfokuskan upaya, dan menghindari ambiguitas dalam ibadah maupun muamalah.
Penelitian psikologi oleh Locke dan Latham (1990) menunjukkan bahwa tujuan yang spesifik cenderung menghasilkan kinerja yang lebih baik dibandingkan tujuan yang umum atau tidak ada tujuan sama sekali. Dalam konteks Islam, ini dapat diterapkan misalnya dalam menetapkan target hafalan Al-Qur’an atau jumlah sedekah yang ingin dicapai.
Baca Juga: Berdaya Guna
Measurable (Terukur) sejalan dengan konsep muhasabah atau introspeksi diri dalam Islam. Konsep takwa dalam Islam mengajarkan kita untuk senantiasa meningkatkan kualitas ibadah dan amal saleh. Ini berarti ada upaya untuk mengukur sejauh mana kita telah mencapai tujuan spiritual kita. Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 18 menganjurkan, “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” Aspek terukur memungkinkan seorang Muslim untuk mengevaluasi kemajuannya secara objektif.
Studi neurosains oleh Harackiewicz et al. (2002) menunjukkan bahwa umpan balik tentang kemajuan menuju tujuan dapat meningkatkan motivasi intrinsik dan kinerja. Dalam praktik Islam, ini bisa diterapkan misalnya dalam mencatat jumlah halaman Al-Qur’an yang dibaca setiap hari atau frekuensi melakukan amal saleh.
Achievable (Dapat Dicapai) berkaitan dengan konsep tawakal dalam Islam, di mana seorang Muslim berusaha semaksimal mungkin sambil berserah diri kepada Allah. Hadits riwayat Tirmidzi menyatakan, “Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung. Mereka berangkat pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.” Islam mengajarkan kita untuk realistis dalam menetapkan tujuan. Kita tidak boleh terlalu ambisius sehingga mengabaikan kemampuan diri. Konsep SMART juga menekankan pentingnya tujuan yang realistis dan dapat dicapai.
Penetapan tujuan yang dapat dicapai mencegah frustrasi dan memelihara motivasi. Penelitian oleh Bandura dan Schunk (1981) menunjukkan bahwa tujuan yang dapat dicapai meningkatkan self-efficacy dan kinerja. Dalam konteks Islam, ini bisa diterapkan dengan menetapkan target bertahap dalam meningkatkan ibadah atau memperbaiki akhlak.
Baca Juga: Memperbarui Azzam
Relevant (Relevan) dalam Islam terkait dengan maqashid syariah atau tujuan-tujuan syariah yang meliputi perlindungan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Tujuan yang ditetapkan harus sejalan dengan prinsip-prinsip Islam dan berkontribusi pada kemaslahatan. Al-Qur’an surat Al-Mu’minun ayat 115 menegaskan, “Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” Intinya, setiap amal ibadah harus relevan dengan tujuan hidup seorang muslim, yaitu untuk meraih ridha Allah SWT. Konsep SMART juga menekankan pentingnya tujuan yang relevan dengan kondisi dan situasi individu.
Penelitian oleh Deci dan Ryan (2000) tentang teori determinasi diri menunjukkan bahwa tujuan yang selaras dengan nilai-nilai intrinsik individu lebih mungkin dikejar dengan antusias dan menghasilkan kesejahteraan psikologis yang lebih besar. Dalam praktik Islam, ini bisa berarti menetapkan tujuan yang meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan manfaat bagi masyarakat.
Time-bound (Terikat Waktu) sesuai dengan ajaran Islam tentang pentingnya menghargai waktu dan tidak menunda-nunda amal saleh. Al-Qur’an surat Al-‘Asr menekankan nilai waktu dan urgensi menggunakannya dengan bijak. Konsep SMART juga menekankan pentingnya menetapkan tenggat waktu untuk mencapai tujuan.
Penelitian oleh Ariely dan Wertenbroch (2002) menunjukkan bahwa tenggat waktu yang ditentukan sendiri dapat meningkatkan kinerja tugas. Dalam konteks Islam, ini dapat diterapkan misalnya dalam menetapkan target untuk menyelesaikan bacaan Al-Qur’an dalam waktu tertentu atau mencapai kebiasaan shalat tepat waktu dalam jangka waktu yang ditentukan.
Baca Juga: Zona Nyaman
Kesimpulannya, konsep SMART, meskipun berasal dari dunia manajemen modern, namun memiliki keselarasan yang kuat dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dengan menerapkan konsep ini, kita dapat menjadi lebih fokus, disiplin, dan efektif dalam mencapai tujuan hidup sebagai seorang muslim. Namun, perlu dipahami, konsep SMART hanyalah sebuah alat bantu. Yang terpenting adalah niat yang tulus dan ikhlas dalam menjalankan semua aktivitas sehari-hari. Setidaknya mengenal konsep SMART ini setiap kita bisa belajar betapa konsep manajemen modern semua sebenarnya sudah ada dalam ajaran Islam.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Etos Kerja