Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA
Presiden AS Donald Trump akhirnya meluncurkan rencana perdamaian Timur Tengah (Middle East peace plan) yang sering ia sebut sebagai upaya menuju kesepakatan abad ini (deal of the century).
Sebuah rencana yang Trump klaim akan membantu menyelesaikan konflik abadi antara Israel dan Palestina dengan solusi menjadikan dua negara terpisah (two state solution).
Rencana yang ditawarkan Trump itu berjudul Peace to Prosperity: A Vision to Improve the Lives of the Palestinian and Israeli People (Damai Menuju Kemakmuran: Visi untuk Meningkatkan Kehidupan Rakyat Palestina dan Israel). Ini adalah sebuah usulan sepihak dari pemerintahan Trump untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina, yang diumumkan di Gedung Putih, bersama dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada tanggal 28 Januari 2020. Sementara perwakilan Palestina tidak diundang.
Baca Juga: Muasal Slogan ”Al-Aqsa Haqquna”
Damai Menuju Kemakmuran versi Trump memiliki 22 bagian dan 181 halaman termasuk lampiran-lampirannya.
Solusi Dua Negara
Donald Trump menyebutkan visinya tentang realitas solusi dua negara (realistic two-state solution), untuk kepentingan Palestina, Israel dan wilayah secara keseluruhan.
Visi ini membahas realitas hari ini, dan menyediakan Palestina, yang belum memiliki negara, dengan jalan menuju kehidupan nasional yang bermartabat, rasa hormat, keamanan dan peluang ekonomi, dan pada saat yang sama, melindungi keamanan Israel.
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
Solusi realistis akan memberi rakyat Palestina semua kekuatan untuk memerintah diri mereka sendiri tetapi bukan kekuatan untuk mengancam Israel.
Menurut visi Trump, konflik antara Negara Israel dan Palestina telah membuat negara-negara Arab lainnya tidak menormalisasi hubungan mereka dengan Israel. Ketidakhadiran hubungan formal antara Israel dan sebagian besar negara-negara Muslim dan Arab hanya memperburuk konflik antara Israel dan Palestina.
“Kami percaya bahwa jika lebih banyak negara Muslim dan Arab menormalkan hubungan dengan Israel, itu akan membantu memajukan keadilan dan resolusi yang adil untuk konflik antara Israel dan Palestina, dan mencegah tindakan radikal untuk menggunakan konflik ini mengacaukan kawasan.
Beberapa negara menganggap bahwa satu-satunya cara menyelesaikan konflik Palestina-Israel adalah melalui solusi dua negara (two state solution).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
Walaupun ini akan melampaui masalah lainnya, bagaimana mungkin membelah menjadi dua negara, yang satu pamilik sah yaitu Palestina. Sementara lainnya, Israel, adalah penjajah terang-terangan yang menduduki Palestina.
Pertanyaan berikutnya? Mau ke manakah jutaan warga negara Israel nantinya? Sementara Israel merasa menjadi bangsa tertindas, diaspora ke mana-mana. Namun mengapa dengan alasan tertindas oleh bangsa lain di Eropa, kemudian menindas umat Islam dan warga agama lainnya di Palestina? Di manakah keadilannya?
Kalau punya meinginan, sebenarnya bisa saja warga Yahudi di AS menyiapkan tanah di AS sana untuk penghuni Negara para Yahudi itu. Tapi justru masalahnya zionisn sudah sejak kongres pertamanya tahun 1897 di Basel, Swiss, menginginkan wilayah Palestina sebagai negaranya, dengan cara apapun.
Mereka pun pasti akan memperkuatnya pada Kongres Zionis Dunia ke-38 (WZC), yang akan diselenggarakan pada Oktober 2020 di Yerusalem.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Sebelum pengumuman Trump itu, ada peringatan 75 tahun Holocaust Israel pada 23 Januari kemarin di Yad Vashem Holocaust Memorial Centre di Yerusalem memberikan sinyal rengekan Israel ke AS dan dunia.
Lalu kemudian PM Israel Benjamin Netanyahu diundang ke Washingtion untuk menyaksikan pengumuman rencana perdamaian Trump itu.
Ibukota Negara
Menurut rencana Trump lagi disebutkan, “Yerusalem akan tetap menjadi ibukota berdaulat Negara Israel, dan kota itu harus tetap menjadi kota yang tidak terbagi.”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Sedangkan untuk Palestina, Trump mengarahkan ibu kotanya di bagian Yerusalem Timur yang terletak di wilayah timur-utara yang ada pembatas keamanan, yaitu Abu Dis, dan dapat dinamai Al Quds atau nama lain sebagaimana ditentukan oleh Negara Palestina.
PM Israel Netanyahu memperkuatnya, bahwa ibukota negara Palestina adalah Abu Dis, di Yerusalem Timur.
Bahkan AS sendiri sudah memindahkan kedubesnya dari Tel Aviv ke Yerusalem pada 14 Mei 2018 lalu.
Abu Dis sebenarnya memang dekat dengan Kota Tua Yerusalem yang di dalamnya ada Masjidil Aqsa. Warga Abu Dis bahkan masih bisa melihat Kubah Emas As-Sakhrah dari rumah mereka.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Namun, walaupun masih berjarak dekat dengan situs suci Al-Aqsa, tapi nuansa religius tidak terasa di Abu Dis.
Abu Dis adalah wilayah permukiman Palestina dengan jalanan menuju kota Jericho. Dari Yerusalem ke Abu Dis seharusnya hanya butuh beberapa menit saja berkendara, tapi nyatanya memakan waktu lama karena harus melalui pihak keamanan Israel dan dibatasi tembok pemisah yang tinggi.
Rencana ini yang paling ditentang Palestina, dan menegaskan bahwa Yerusalem adalah ibu kota abadi Palestina.
Persoalan negara ini, sebuah peta AS yang dibagikan adminsitrasi Trump menunjukkan kantong-kantong Palestina yang terhubung oleh jembatan dan terowongan, termasuk satu di antara Tepi Barat dan Gaza.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Satu-satunya iming-iming yang diberikan kepada Palestina adalah janji AS untuk memperkuat ekonomi mereka. Mengingat keuangan Palestina yang terpuruk setelah beberapa dekade pencurian sumber daya terutama pajak oleh pendudukan Israel.
Palestina seolah-olah menerima hampir 70 persen dari wilayah pendudukan, yang pada gilirannya hanyalah terdiri dari 22 persen dari tanah air asli. Dengan kata lain, orang-orang Palestina diharuskan menerima sebuah negara dengan hanya 15 persen Palestina setelah Israel merebut semua tanah pertanian terbaik dan sumber-sumber daya alam lainnya.
Belum lagi Israel tetap mengendalikan keamanannya, perbatasan, perairan pantai, dan wilayah udara di seluruh Palestina.
Palestina diberi waktu empat tahun untuk menanggapinya. Jika tidak, Israel akan memiliki kebebasan untuk mulai menjarah lebih banyak wilayah Palestina. Tetapi kenyataannya adalah bahwa baik Israel maupun AS tidak mengharapkan atau menginginkan Palestina untuk “bermain bola”.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Itulah sebabnya tujuan rencana Trump, bukan hanya pencaplokan permukiman yang dilegalkan, tapi juga dengan sejumlah prasyarat , seperti faksi-faksi Palestina harus dilucuti, gerakan perlawanan Hamas harus diberangus, Otoritas Palestina harus menanggung keluarga tahanan politik mereka, dan wilayah Palestina harus diciptakan sebagai “Swiss Timur Tengah”, sebuah demokrasi yang berkembang dan masyarakat terbuka. Namun semuanya berada di bawah kekuasaan Israel.
Kelompok Hak Asasi Manusia membandingkan visi Trump dengan rezim apartheid Afrika Selatan, dengan mengatakan Palestina akan “diturunkan ke kantong kecil, tertutup, terisolasi, tanpa kontrol atas kehidupan mereka”.
Melawan Terorisme
Amerika Serikat menuut visi Trump tidak dapat meminta negara mana pun, apalagi Negara Israel, sekutu dekat, untuk melakukan kompromi memperburuk situasi keamanan yang sudah genting. AS ingin membuat Negara Israel dan rakyat Israel lebih aman dalam jangka pendek dan panjang.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Visi ini dirancang dalam semangat itu. Semua negara lain harus mengambil pendekatan yang sama.
“Ancaman terorisme telah menyebar ke seluruh dunia. Saat ini, pemerintah berkoordinasi erat satu sama lain untuk memanfaatkan keahlian intelijen mereka untuk memerangi terorisme. Adalah penting bahwa pemerintah dengan tegas mengutuk semua bentuk terorisme, dan bahwa pemerintah bekerja sama untuk memerangi terorisme global,” begitu Trump menyebutkan rencananya.
Menurut Trump, Palestina memiliki aspirasi yang belum terwujud, termasuk penentuan nasib sendiri, peningkatan standar mereka hidup, peningkatan sosial, dan tempat yang dihormati di kawasan ini, serta di antara bangsa-bangsa di dunia. Banyak orang Palestina menginginkan perdamaian dan mengakui peluang ekonomi yang sangat besar dan manfaat sosial yang menanti mereka jika berhubungan dengan Negara Israel dapat dinormalisasi.
Namun Trump juga menyebut, bahwa Gaza adalah situasi yang sangat rumit. Itu di bawah kendali organisasi teroris Hamas.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Dengan kata lain, berarti Palestina yang dimaksud Trump harus juga memberangus Hamas yang dicap sebagai organisasi teroris? Ini namanya politik adu domba (devide et empera), yang dapat memecah dan melemahkan unsur-unsur di dalam Palestina itu sendiri.
Lalu, siapakah negara teroris itu? Israel yang datang menjajah, mendududuki, menindas mengapa tidak disebut teroris oleh AS? AS sendiri yang dengan segala kekuatannya menyerang di Afghanistan, Irak, mensuplai bantuan militer menyerang Yaman?
Cacat Hukum
Rencana perdamaian Timur Tengah Trump tentu saja adalah proposal yang sangat cacat. Namun, itu bisa berfungsi sebagai titik awal untuk negosiasi antara Israel dan Palestina.
Pengamat menyebut, ini bisa diperlakukan oleh kedua belah pihak sebagai semacam pengaturan take it or leave it. Satu sisi mengatakan tinggalkan; yang lain ingin mengambilnya, dan hanya bagian yang disukainya.
Itu sebabnya darft tersebut tidak hanya tak bisa diterapkan, tetapi berisiko melahirkan sesuatu yang lebih buruk daripada status quo seperti saat ini.
Dalam jangka pendek, bagaimanapun, ini hanyalah untuk satu jalan pemimpin saat ini untuk tetap berkuasa. Dalam jangka panjang pun, ini tidak bisa menjadi jalan menuju perdamaian.
Apalagi Netanyahu sedang mendapat tuduhan penyuapan, penipuan dan pelanggaran kepercayaan di Israel. Sementara dia menuju pemungutan suara uang sebentar lagi, 2 Maret 2020.
Sementara Trump sedang menghadapi gugatan impeachment serta menjelang pemilihan Presiden AS yang dijadwalkan 3 November 2020.
Tentu saja, ini bukan kesepakatan damai sama sekali. Kesepakatan seperti itu menurut definisi akan melibatkan kesepakatan antara pihak-pihak yang bertikai.
Liga Arab dalam pernyataannya mengatakan, usulan Kesepakatan Abad Ini yang diumumkan Presiden AS Donald Trump untuk mencapai perdamaian antara Israel dan Palestina, tergantung pada kehendak kedua pihak, bukan pada kehendak satu pihak atas yang lain.
“Usulan itu tidak mengikat sama sekali,” demikian pernyataan Liga Arab pada Rabu (29/1/2020) di markas Kairo, seperti dilaporkan Quds Press.
Ditegaskan, setiap rencana serius untuk mencapai perdamaian harus memenuhi aspirasi kedua belah pihak, dan mempertimbangkan kepentingan mereka secara paralel, sehingga konsesi yang dibuat setara.
Liga menyebut, usulan Trump berisi kerugian besar pada hak-hak Palestina yang sah. Liga menyatakan, posisi Palestina adalah kunci untuk rencana tersebut.
Namun, Liga Arab juga menyatakan, keterbukaannya terhadap upaya serius untuk mencapai perdamaian dan memahami motif Trump dalam membantu menyelesaikan konflik Palestina-Israel.
“Perdamaian yang adil dan berkelanjutan tidak dapat dicapai dengan mengabaikan kenyataan pendudukan Israel atas wilayah Palestina sejak 1967, atau dengan bekerja untuk melegalkan pendudukan,” bunyi pernyataan.
Tanggapan Dunia
Adalah Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang langsung malam itu juga setelah pengumuman Trump, Selasa (28/1/2020), menegaskan “Seribu Kata Tidak”.
Abbas menyebutkan, warga Palestina dari seluruh faksi politik sangat menolak rencana Trump tersebut. “Kami mengatakan ‘seribu kata tidak’ untuk perjanjian ini,” kata Abbas, seperti disebutkan Jpost.
Mengacu pada rencana itu sebagai “tamparan abad ini,” Abbas mengatakan dia tidak menemukan sesuatu yang baru dalam pengumuman Trump.
“Mereka terus meminta kami untuk menunggu sampai rencana diumumkan. Sekarang, kita melihat dan kita menolaknya dari awal. Yerusalem tidak untuk dijual. Hak kami tidak untuk dijual,” lanjutnya.
Abbas mengklaim bahwa rencana Trump itu didasarkan pada Deklarasi Balfour “yang dirancang oleh AS dan Inggris untuk merampas tujuan Palestina. Semua skema untuk merampas tujuan Palestina akan gagal.”
Lembaga-lembaga PLO sebelumnya menyerukan untuk mencabut pengakuan Palestina atas Israel, menghentikan koordinasi keamanan dengan Israel di Tepi Barat dan meninggalkan perjanjian Oslo yang ditandatangani antara Otoritas Palestina dengan Israel. Para pejabat Palestina dan faksi-faksi politik bersumpah untuk berusaha menggagalkan rencana itu.
Dalam pidato yang disiarkan televisi, Abbas menyebut rencana itu “konspirasi,” dan menambahkan bahwa hak rakyatnya “tidak untuk dijual.”
“Saya katakan kepada Trump dan Netanyahu: Yerusalem tidak untuk dijual, semua hak kami tidak untuk dijual dan tidak untuk tawar-menawar. Kesepakatan Anda, konspirasi, tidak akan berlalu,” katanya.
Sementara itu, juru bicara Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan rencana Trump “tidak memiliki nilai, dan tidak sebanding dengan tinta yang ditulisnya.”
“Palestina akan menang, Trump dan kesepakatan akan pergi ke tempat sampah sejarah,” ujarnya.
Sementara itu Liga Negara-Negara Arab menyatakan usulan Kesepakatan Abad Ini yang diumumkan Presiden AS Donald Trump untuk mencapai perdamaian antara Israel dan Palestina, tergantung pada kehendak kedua pihak, bukan pada kehendak satu pihak atas yang lain.
“Usulan itu tidak mengikat sama sekali,” demikian pernyataan Liga Arab pada Rabu (29/1) di markas Kairo, seperti dilaporkan Quds Press.
Ditegaskan, setiap rencana serius untuk mencapai perdamaian harus memenuhi aspirasi kedua belah pihak, dan mempertimbangkan kepentingan mereka secara paralel, sehingga konsesi yang dibuat setara. Usulan Trump berisi kerugian besar pada hak-hak Palestina yang sah.
Namun, Liga Arab juga menyatakan, keterbukaannya terhadap upaya serius untuk mencapai perdamaian dan memahami motif Trump dalam membantu menyelesaikan konflik Palestina-Israel.
https://minanews.net/liga-arab-perjanjian-perdamaian-bukan-hanya-kehendak-satu-pihak/
Tanggapan kencang disampaikan Iran, melalui Jurubicara Kementerian Luar Negeri, Seyed Abbas Mousavi. Iran menyesalkan apa yang disebut “Kesepakatan Abad Ini” yang diusulkan oleh AS dan menyebutnya sebagai “Pengkhianatan Abad Ini”.
Mousavi mengecam rencana perdamaian yang diumumkan Donald Trump sebagai pengkhianatan terhadap rakyat Palestina dan umat Islam. Ia menyerukan kepada negara-negara di kawasan dan dunia untuk menentangnya.
“Wilayah Palestina adalah milik rakyat Palestina. Rezim Zionis adalah perebut, dan satu-satunya cara untuk menyelesaikan krisis Palestina adalah dengan mengadakan referendum di antara penduduk utama tanah Palestina, dan rencana jahat mereka ditakdirkan untuk dikalahkan,” ujarnya.
Dari sudut pandang Iran, masalah Palestina dan kota suci Al-Quds adalah masalah utama dunia Islam, lanjutnya.
https://minanews.net/iran-sebut-rancangan-as-sebagai-pengkhianatan-abad-ini/
Sementara Indonesia menegaskan kembali, penyelesaian masalah Palestina harus berlandaskan prinsip “Solusi Dua Negara” atau “two-states solution” yang menghormati hukum internasional dan parameter yang telah disepakati oleh dunia internasional.
“Indonesia menegaskan kembali bahwa pada saat bicara isu Palestina maka Indonesia secara konsisten berpegang teguh pada amanah konstitusi,” kata pernyataan Kemlu RI yang dikutip dari website resminya, Kamis (30/1/2020).
Indonesia juga mendorong dihidupkannya kembali dialog yang melibatkan para pihak demi tercapainya stabilitas dan perdamaian abadi.
https://minanews.net/indonesia-dukung-palestina-berdasarkan-solusi-dua-negara/
Inggris, Uni Eropa, Mesir dan sebagian besar negara-negara Teluk mengatakan rencana perdamaian Tru,p setebal 181 halaman itu merupakan titik awal untuk memulai negosiasi yang telah lama mati.
Jangan Sampai Hilang
Akademisi dan politisi Lebanon Salim Al-Hoss memperingatkan, rencana Presiden AS Donald Trump untuk menghilangkan Palestina, maka “Sejarah dan martabat bangsa Arab akan hilang.”
“Kesepakatan ini merupakan adegan penghinaan legitimasi internasional, dan itu memicu perasaan orang Arab, Muslim dan Kristen,” ujarnya, seperti disebutkan Quds Press, Rabu (29/1/2020) waktu setempat.
Dalam pesannya ia menekankan, “Kepada orang-orang Arab saya katakan, jika Yerusalem hilang, semua Palestina hilang, dan jika Palestina hilang, bangsa Arab hilang dan sejarahnya, kebanggaan dan martabatnya pun akan hilang dengan sendirinya.”
Al-Hoss menekankan bahwa Trump “menabrak tembok resolusi PBB, mengumumkan apa yang disebut kesepakatan abad ini untuk perdamaian antara Palestina dan Israel, seolah-olah perdamaian membutuhkan kesepakatan.”
Dia menambahkan, apa yang dinyatakan Trump adalah kejahatan keji, karena menyia-nyiakan hak rakyat, dan melenyapkan kasus sentimen yang paling mulia yang menghapuskan tanah air Arab, yang disebut Palestina.
“Siapa yang memberi hak kepada Presiden Amerika Serikat Trump untuk mencaplok dan menyortir tanah bersejarah Palestina dengan sesuka hati dan dengan cara melayani penjajah Israel?” ujarnya.
https://minanews.net/salim-el-hoss-jika-palestina-hilang-sejarah-dan-martabat-arab-hilang/
Penutup
Dunia menunggu peran lembaga dunia, terutama Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebuah lembaga terbesar dunia yang memiliki tujuan menjaga perdamaian dan keamanan dunia serta memajukan dan mendorong hubungan persaudaraan antarbangsa melalui penghormatan hak asasi manusia.
Dunia Islam, terutama yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI), sebagai organisasi negara-negara Islam terbesar di dunia, harus terus semakin intensif dan memprioritaskan Palestina, sebagai satu-satunya negara di dunia yang belum merdeka dan berdaulat pada abad modern saat ini.
Sesuai dengan tujuan berdirinya OKI untuk meningkatkan dan memantapkan ikatan persaudaraan dan solidaritas di antara negara-negara anggota OKI. Serta menjaga dan melindungi kepentingan umum, serta menyatukan pandangan yang dihadapi dunia Islam.
Terlebih jika melihat akar sejarah latar belakang terbentuknya OKI yang didirikan atas keputusan pertemuan puncak di Rabat, Maroko pada 25 September 1969, adalah sebagai reaksi dari pembakaran kriminal Masjid Al-Aqsa di Yerusalem. (A/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)