Oleh: Ustaz Nurokhim
Dalam urusan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini, umat Islam lebih banyak sebagai penonton dan konsumen. Perkembangan di Barat sangat pesat, terkadang kita tidak dapat cepat mengikuti apalagi menyainginya. Kita tidak dapat menghindari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi apalagi menolaknya. Pihak yang menolaknya bisa dikatakan sebagai keterbelakangan, njadul, atau tertutup.
Meskipun perkembangan ilmu dan teknologi sangat berarti kemanfaatannya namun bukan berarti tanpa efek samping. Penyakit sosial berupa tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun dan bertetangga, disiplin, kebaikan, dan hukum formal makin meningkat. Bahkan dunia Barat dengan perkembangan keilmuannya terkadang kehilangan jati dirinya sebagai manusia makhluk yang paling mulia dengan melakukan tindakan yang jauh dari nilai perikemanusiaan; free sex, LGBT, intimidasi, hingga liberalisasi dan imperalisasi atau penjajahan gaya baru sampai terjadi peperangan.
Umat Islam bertangung jawab untuk menjaga keharmonisan alam semesta dan keberlangsungan hidup manusia beserta ekosistemnya sebagai khalifatullah fil ard. Dalam konteks sejarah, kita dapat mengkaji ulang betapa ilmu pengetahuan dan teknologi terintegrasi dengan ajaran Islam. Semangat intelektualitas muslim pada masa itu mencapai masa keemasan. Namun kemudian berangsur-angsur surut disusul kebangkitan peradaban Barat pada abad pertengahan. Tetapi Islam telah memberikan kontribusi dan dianggap sebagai “peletak batu pertama” dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Perlu kiranya mengkaji ulang tentang kontribusi ulama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan agar kita memahami dan meneladani sejarah keemasan Islam. Bani Umayyah di Damaskus (661-750 M) dan Bani Abbasiyah (750-1258 M) menjadi bagian sejarah perkembangan peradaban Islam dalam dalam membangun tata kelola berbagai bidang seperti hukum, sosial, ekonomi, keagamaan, pendidikan dan ekspresi keindahan dan seni dalam beragam bentuk.
Terbukti bahwa agama mendorong peradaban, kemanusiaan dan menumbuhkan rasa cinta tanah air dan semangat membangun negeri. Ilmu tidak sekedar sebagai keilmuan murni atau al-‘ilmu lil ‘ilmi saja tetapi menjadi sarana untuk beribadah dan berbuat kebajikan atau al-‘ilmu lil ‘ibadah wal- amal.
Nabi Muhammad Saw. beserta para sahabatnya dapat menjadi teladan bagi kita dengan predikat bashirahnya yang mampu mengintegrasikan antara ilmu dengan keimanan sehingga mampu mewujudkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Pertama, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Berbicara tentang pertumbuhan ilmu pengetahuan dalam Islam, tidak terlepas dari kontribusi Nabi Muhammad Saw. dalam mendidik, mengajar dan melatih para sahabatnya sekaligus sebagai talamidz atau murid-muridnya. Sejarah telah mencatat bahwa generasi terunggul sepanjang sejarah adalah didikan Nabi Muhammad Saw. Mereka telah memiliki berbagai kompetensi yang unggul sehingga dapat membangun peradaban masyarakat yang lebih ilmiah.
Rasulullah Saw. sebagai peletak dasar pertumbuhan ilmu pengetahuan dalam Islam. Para generasi awal telah dituntut untuk menjadi orang-orang yang cerdas dan bermanfaat. Mereka dilatih membaca, menulis, menghafal, meneliti hingga mengamalkan ilmunya dalam kehidupan. Ayat yang pertama turunpun berkaitan tentang perintah membaca, firman-Nya
ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ ١ خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِنۡ عَلَقٍ ٢ ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ ٣ ٱلَّذِي عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ ٤ عَلَّمَ ٱلۡإِنسَٰنَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ ٥
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-‘Alaq [96]: 1-5)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Keseriusan Nabi Saw. dalam mendidik muslimin, dapat dilihat pula pada peristiwa tebusan tawanan perang Badar. Mereka menjadi bebas merdeka setelah membayar tebusan. Siapa yang tidak sanggup menebus, maka dia bisa mengajari sepuluh anak-anak Madinah sebagai ganti dari tebusannya. Jika anak-anak sudah mahir, maka tebusannya dianggap lunas.
Kecerdasan para sahabat Nabi Saw. dapat dibuktikan tidak hanya pada penguasaan ilmu agama semata, namun mereka juga ada yang menguasai ilmu pengetahuan lain. Pada masa kenabian, telah dikuasi dan dipraktikkan berbagai disiplin ilmu. Ilmu pengetahuan yang telah diajarkan antara lain di bidang ilmu berkuda, memanah, gulat, sastra, perdagangan, ekonomi, pertanian, militer, hukum, bahasa asing, dan lainnya.
Para sahabat menguasai beberapa disiplin ilmu berkat bimbingan amanat yang diberikan oleh Rasulullah Saw. Misalnya Umar bin Khattab ahli di bidang hukum dan peradilan, Zaid bin Tsabit ahli bahasa asing dan ilmu Al-Qur’an, Abdurrahman bin Auf ahli ekonomi, Usman bin Affan ahli perdagangan, Khalid bin Walid ahli di bidang militer, dan lainnya. Pada masa Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib), perkembangan ilmu pengetahuan terus mengalami perkembnagan. Berbagai halaqah atau semacam majlis taklim makin banyak dijumpai. Para sahabat yang singgah di suatu negeri berupaya mengembangkan ilmu dengan mengajari muslimin lainnya.
Di antara bukti keilmuan berkembang, banyak sekali program-program yang dilaksanakan. Kajian di bidang ilmu agama dan ilmu pengetahuan mampu membangun peradaban. Dibentuknya jawatan kepolisian, jawatan pekerjaan umum, baitul mal, menempa mata uang, kalender hijriyah, angkatan laut, membangun bendungan untuk pembagian air, kodifikasi Al-Qur’an, dan lainnya.
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
Pertumbuhan ilmu pengetahuan dan teknologi makin pesat pada masa Bani Umayah dan Bani Abbasiyah. Kekuasaan Bani Umayah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota Negara dipindahkan Mu’awiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya. Kekuasaan Umayah makin luas, di sebelah timur menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul, bahkan sampai ke India. Di sebelah barat, mulai Afrika Utara sampai Spanyol, benua Eropa. Ilmu pengetahuan Islampun mengalami pembauran (asimilasi) dengan daerah-daerah yang dikuasainya sehingga makin pesat perkembangannya. Didirikannya Marbad kota pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Di kota inilah berkumpul para pujangga, filsuf, ulama, penyair, dan cendekiawan lainnya.
Pada masa dinasti Bani Abbasiyah yang cukup lama (132 H/750 M-656 H/1258M), ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat. Ibu kotanya dipindah ke Baghdad (ibu kota Irak sekarang). Popularitas Abbasiyah mencapai puncaknya pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Makmun (813-833 M). Kekayaan yang melimpah dipergunakan Khalifah Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya, sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pendidikan umum juga dibangun. Tingkat kemakmurannya terwujud, baik di bidang sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusteraan.
Al-Makmun pengganti Harun ar-Rasyid, terkenal sebagai khalifah yang cinta kepada ilmu. Pada masanya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli. Sekolah-sekolah banyak didirikan, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Makmun inilah, Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Observatorium astronomi Islam pertama kalinya dibangun tahun 828 M sebagai tempat pengamatan fenomena langit.
Konribusi Ulama
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Islam sesungguhnya lebih dari sekedar agama, ia adalah peradaban yang sempurna. Sejak diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. bangsa Arab yang semula terbelakang dan bodoh, tidak terkenal dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain menjadi bangsa yang maju. Membangun satu kebudayaan dan peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia sampai sekarang. Pada mulanya, dunia Barat bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol. Islam telah memberikan kontribsui besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dunia.
Era keemasan ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah ditopang dengan munculnya para cendekiawan muslim. Mereka banyak memberikan kontribusi dalam pertumbuhan ilmu pengetahuan Islam. Berbagai disiplin ilmu dikuasai, karya-karya mereka juga cukup banyak di bidang ilmu tafsir, fikih, hadis, matematika, astronomi, optik, dan lainnya.
Ilmu fikih adalah ilmu yang mempelajari hukum-hukum Islam dengan empat imam mazhab (al-aimatul arba’ fil mazhahib) yang terkenal. Imam Abu Hanifah (Nukman bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taimi). Beliau lahir di Kufah Irak (700 – 767 M), mazhabnya lebih banyak menggunakan pemikiran rasional. Pemikirannya banyak dipengaruhi kebudayaan Persia di Kufah yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi.
Karyanya: Al-Faraid (ilmu waris), Asy-Syurut (membahas tentang perjanjian), dan Al-Fiqhul Akbar (ilmu fikih). Imam Malik (Abu Abdillah Malik bin Anas. Beliau lahir di Madinah (713 – 795 M), mazhabnya banyak menggunakan hadis dan tradisi masyarakat Madinah. Karyanya kitab Al-Muwatho. Imam Syafi’i (Muhammad bin Idris bin Syafi’i. Beliau lahir di Palestina (767 – 820 M), karyanya Ar-Risalah dan Al-Umm. Imam Hambali (Ahmad bin Hambal Asy-Syaibani). Beliau lahir di Baghdad (780 – 855 M), karyanya Al-Musnad al-Kabir (ilmu hadis)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Ilmu tauhid adalah ilmu yang mempelajari keyakinan tentang ke-Esa-an Allah SWT. Di antara tokohnya antara lain Abu al-Huzail al-Allaf (135 – 235 H/752 849 M) dan Al-Nazzam (185 – 221H/801 – 835 M) sebagai tokoh pemikiran Mu’tazilah yang membawa pemikiran rasional dalam Islam. Abu Hasan al-Asy’ari (873 – 935 M), tokoh pemikiran Asy’ariyah sebagai aliran tradisional di bidang teologi.
Ilmu hadis adalah ilmu yang mempelajari hadis-hadis yang bersumber pada Rasulullah SAW baik berupa sanad, matan maupun rawi. Di antara tokohnya adalah Imam Bukhari (Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari Al Ju’fi). Beliau lebih dikenal dengan Bukhari karena lahir di kota Bukhara Turkistan tahun 194 H, kitabnya Shahih Bukhari. Imam Muslim (Muslim Ibn al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi) lahir di Naisabur, Iran pada tahun 206 H. Kitabnya Shahih Muslim. Abu Dawud (wafat tahun 275 H). Kitabnya berjudul Sunan Abu Dawud. At-Tirmidzi (wafat tahun 279 H) kitabnya berjudul Sunan at-Tirmidzi. An-Nasa’i (wafat 234 H) kitabnya berjudul Sunan an-Nasa’i. Ibnu Majah kitabnya Sunan Ibn Majah.
Ilmu akhlak dengan tokohnya yang terkenal adalah Imam Ghazali (Abu Hamid Ibn Muhammad Ibn Muhammad al-Tusi al-Shafi’i al-Ghazali). Lahir di Khurazan Iran pada tahun 1058 M. Karyanya yang sangat terkenal adalah Ihya’ Ulumuddin.
Astronomi adalah ilmu yang mempelajari benda-benda luar angkasa. Di antara tokohnya adalah Al-Fazari sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolabe. Al-Fargani yang dikenal di Eropa dengan nama Al-Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Ilmu kedokteran dengan tokohnya Al-Razi, beliau adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles, juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Ibnu Sina, beliau adalah generasi penerus Al-Razi di bidang kedokteran, juga seorang filosof. Beliau berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Di antara karyanya adalah al-Qanun fit-Thibb yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah. Di Eropa lebih dikenal dengan mana Avicenna dengan karyanya The Canon of Medicine.
Dalam bidang optika Abu Ali Al-Hasan bin Al-Haythami, di Eropa dikenal dengan nama Al-Hazen. Beliau terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat. Menurut teorinya yang kemudian terbukti kebenarannya, bendalah yang mengirim cahaya ke mata.
Bidang kimia, tokohnya Jabir ibn Hayyan dengan pendapatnya, bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu.
Ilmu matematika dengan tokohnya Muhammad ibn Musa Al-Khawarismi adalah tokohnya yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah yang mencetuskan ilmu aljabar, berasal dari karayanya Al-Jabr wal-Muqabalah. Daftar Logaritma dalam ilmu matematika juga merupakan karya beliau.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Ilmu sejarah dan geografi tokohnya adalah Al-Mas’udi, di antara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-jawahir. Abu Rayhan al-Biruni adalah figure yang menonjol di bidang geografi, disamping juga menguasai matematika, astronomi, fisika, puisi, filsafat dan ilmu kedokteran. Karyanya antara lain Chrononogy of Ancient Nation (Kronologi Bangsa-bangsa Kuno), Indian Studies, Tarikh Hind (History of India), Sufisme Muslim (Mistikisme), dan The Song Celestial.
Ilmu Filsafat dengan tokohnya adalah Al-Farobi dengan karya yang ditulisnya sebanyak 39 buku, antara lain Madinatul Fadhila (The Ideal City). Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibnu Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat, di antara karyanya adalah Asy-Syifa’. Ibn Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes juga seorang filosof muslim yang banyak berpengaruh di Barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut dengan Averroisme.
Di bidang arsitektur dengan karya monumentalnya adalah Dome of the Rock atau Qubah as-Shakhrah yang menjadi situs warisan dunia UNESCO, dibangun pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan selesai pada tahun 691 Masehi. Sebuah bangunan berbentuk oktagonal atau persegi delapan berkubah emas (diperindah kubahnya dengan emas pada masa kekhalifahan Turki Usmani) yang terletak di kompleks Masjid Al-Aqsa (terkadang disalahartikan dengan Masjid Al-Aqsa). Di dalam kubah ini terdapat Batu Sakhrah yang diyakini sebagai tempat berpijak Nabi Muhammad Saw. ketika hendak mi’raj ke Sidratulmuntaha. Masjid Al-Aqsa adalah nama dari keseluruhan kompleks tersebut, sedangkan Qubah as-Shakhrah dengan diameter sekitar 65 kaki atau 20 meter adalah salat satu bangunan yang berada di kompleks Masjid Al-Aqsa yang luasnya 144.000 meter persegi.
Next..
Baca Juga: Malu Kepada Allah
(AK/R4/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-19] Jagalah Allah, Pasti Allah akan Menjagamu