Lebaran Bukan Sekedar Baju Baru

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Idul Fitri, mudik, silaturrahim Syawwal identik dengan baju dan pakaian baru. Aneka pakaian, warna, corak dan ragam tampak indah dipandang mata. Anak-anak pun bergembira ria memakai baju baru pemberian ayah ibunya.

Itu memang menjadi bagian dari menyambut hari terbaik di Hari Raya Idul Fitri.

Namun tentu tidak dengan memaksakan diri harus memakai baju baru dengan harga yang kelewat mahal dan secara berlebihan. Hingga seharian dan semalaman berkeliling dari mall ke mall pada akhir-akhir Ramadhan, dengan melalaikan ibadah utama pada 10 hari terakhir Ramadhan.

Dea Ananda kecil dalam lagunya ‘Baju Baru’ bersenandung:

Baju baru Alhamdulillah
Tuk dipakai di hari raya
Tak punya pun tak apa-apa
Masih ada baju yang lama

Sepatu baru Alhamdulillah
Tuk dipakai di hari raya
Tak punya pun tak apa-apa
Masih ada sepatu yang lama

Potong ayam Alhamdulillah
Tuk dimakan di hari raya
Tak ada pun tak apa-apa
Masih ada telur ayamnya

Bikin kue Alhamdulillah
Tuk dimakan di hari raya
Tak bikin pun tak apa-apa
Masih ada singkong gorengnya

Hari raya idul fitri
Bukan untuk berpesta-pesta
Yang penting maafnya lahir batinnya

Untuk apa berpesta-pesta
Kalau kalah puasanya
Malu kita kepada Allah yang esa

Kupat sayur Alhamdulillah
Tuk dimakan di hari raya
Tak ada pun tak apa-apa
Masih ada nasi uduknya

Ulama jaman dulupun menyatakan dalam syairnya:

لَيْسَ الْعَيْدُ لِمَنْ لَبِسَ الْجَدِيْدَ إِنَّمَا الْعَيْدُ لِمَنْ خَافَ يَوْمَ الْوَعِيْدِ

Artinya: “Bukanlah Hari Raya Ied itu bagi orang yang memakai pakaian baru. Akan tetapi Hari Raya Ied itu bagi mereka yang takut terhadap hari pembalasan”.

Wabil khusus buat kaum Hawa, tentu pakaian baru itu jangan sampai yang menimbulkan fitnah dan ujian bagi laki-laki, dengan membuka aurat dan berhias yang tidak pada tempatnya.

Lebih dalam lagi, makna Hari Raya itu adalah hari bagi mereka yang puasanya diterima, amal ibadahnya diterima, dan dosanya diampuni.

Ini seperti ketika Khalifah Ali bin Abi Thalib saat diketahui hanya makan dengan roti (makanan) kualitas rendah atau biasa saja pada Hari Raya Idul Fitri.

Betapa terkejutnya seorang sahabat yang mendapati hal itu. Lalu bertanya, “Bukankah ini hari raya wahai Amirul Mukminin? Kenapa baginda memakan roti seperti itu?”

Khalifah Ali pun menjawab, “Hari Raya Idul Fitri itu bagi mereka yang puasanya diterima, amal ibadahnya diterima, dan dosanya diampuni. Bagiku, hari ini Hari Raya . Begitu juga esok hari. Setiap hari aku tidak bermaksiat kepada Allah, dan itu artinya setiap hari adalah Hari Raya Id bagiku”.

Marilah kita jadikan setiap hari adalah hari raya, hari beramal ibadah, berjihad serta terbebas dari maksiat. (RS2/RS1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.