Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA
Rasulullah SAW dan Al Qur’an
Membaca Qur’an dengan tartil
Qatadah berkata, Aku pernah bertanya kepada Anas bin Malik mengenai bacaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ia pun menjawab, “Bacaan beliau adalah memanjangkan sehingga bisa dibaca.” (HR. Bukhari)
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Membaca Al Qur’an Dengan Suara Pertengahan
Dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma mengenai firman Allah, “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya…, ” (Qs. Al Israa: 110). Ibnu Abbas berkata, ayat ini turun ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sembunyi-sembunyi di Makkah. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bila mengimami shalat para sahabatnya, beliau mengeraskannya saat membaca Al Qur`an.
Tatkala orang-orang musyrik mendengarkan hal itu, mereka mencela Al Qur`an, mencela yang menurunkannya dan yang membawakannya. Maka Allah Azza Wa Jalla berfirman kepada Nabi-Nya, (Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu) maksudnya adalah dalam bacaanmu sehingga orang-orang musyrik mendengarnya dan mereka mencela Al Qu`ran dan : Dan janganlah pula merendahkannya dari para sahabatmu sehingga mereka tidak dapat mendengarkan dan mengambil Al Qu`ran darimu dan : Maka carilah jalan tengah di antara kedua itu. (HR. Bukhari)
Membacakan Ayat Untuk Orang Lain
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Dari Anas bin Malik RA, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda kepada Ubay bin Ka’ab, ‘Hai Ubay, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkanku untuk membacakan surah Al Bayyinah kepadamu.’ Ubay bertanya, “Apakah Allah telah menyebutkan nama saya kepada engkau ya Rasulullah?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Ya.” Anas berkata, “Lalu Ubay langsung menangis.” (HR. Muslim)
Membaca Al Qur’an Di Pangkuan Istri Yang Haidh
‘Aisyah menceritakan kepadanya,”Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyandarkan badannya di pangkuanku membaca Al Qur’an, padahal saat itu aku sedang haid.” (HR. Bukhari)
Mempelajari Al Qur’an Dengan Istri
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Dari Aisyah, katanya: Saya berkata, “Wahai Rasulullah, saya tahu ayat yang paling menyenangkan dalam Al Qur’an.” Beliau menjawab, “Ayat apa itu hai Aisyah? ” Aisyah berkata, “Yaitu Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, “Siapa yang melakukan kejahatan maka ia akan dibalasnya.” (Qs. An-Nisaa [4]: 123). Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Wahai Aisyah, tidakkah kamu tahu bahwa seorang mukmin kadang ditimpa bencana atau penderitaan sehingga ia melakukan perbuatan yang buruk. Siapa yang pemeriksaan amalnya lama, maka ia telah disiksa.” (HR. Abu Daud)
Meningkatkan Membaca Al Qur’an Di Bulan Ramadhan
Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma berkata, “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah orang yang paling lembut (dermawan) dalam segala kebaikan. Dan kelembutan Beliau yang paling baik adalah saat bulan Ramadhan ketika Jibril alaihissalam datang menemui Beliau. Dan Jibril Alaihissalam datang menemui Beliau pada setiap malam di bulan Ramadhan (untuk membacakan Al Qur’an) hingga Al Qur’an selesai dibacakan untuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Apabila Jibril Alaihissalam datang menemui Beliau, maka Beliau adalah orang yang paling lembut dalam segala kebaikan melebihi lembutnya angin yang berhembus.” (HR. Bukhari)
Menghafal Al Qur’an Dengan Tenang
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Dari Ibnu ‘Abbas tentang firman Allah Ta’ala, (Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat ingin (menguasainya).” Berkata Ibnu ‘Abbas, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sangat kuat keinginannya untuk menghafalkan apa yang diturunkan (Al Qur’an) dan menggerak-gerakkan kedua bibir Beliau.”
Berkata Ibnu ‘Abbas, “Aku akan menggerakkan kedua bibirku (untuk membacakannya) kepada kalian sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melakukannya kepadaku.”
Berkata Sa’id, “Dan aku akan menggerakkan kedua bibirku (untuk membacakannya) kepada kalian sebagaimana aku melihat Ibnu ‘Abbas melakukannya. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menggerakkan kedua bibirnya, kemudian turunlah firman Allah Ta’ala, “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai)-nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.”
Maksudnya Allah mengumpulkannya di dalam dadamu (untuk dihafalkan) dan kemudian kamu membacanya, “Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu.” Maksudnya, “Dengarkanlah dan diamlah.” Kemudian Allah Ta’ala berfirman, “Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Maksudnya, “Dan Kewajiban Kami-lah untuk membacakannya.” Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sejak saat itu bila Jibril ‘Alaihis Salam datang kepadanya, Beliau mendengarkannya. Dan bila Jibril ‘Alaihis Salam sudah pergi, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membacakannya (kepada para sahabat) sebagaimana Jibril ‘Alaihis Salam membacakannya kepada Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (HR. Bukhari)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Cinta Al Qur’an
Kecintaan kepada Wahyu
Dari Anas bin Malik RA, dia berkata, “Ketika turun ayat Al Qur’an, ‘Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu hingga ayat yang berbunyi, ‘Dan yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar di sisi Allah.’ Hal itu memang ada hubungannya dengan Hudaibiyah. Semula mereka merasa sedih dan gelisah tetapi Rasulullah sempat menyembelih hewan kurban di situ. Setelah itu beliau bersabda, ‘Sesungguhnya ada satu ayat yang diturunkan Allah kepadaku yang lebih aku sukai daripada seluruh isi dunia.” (HR. Muslim)
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Rasulullah Sedih karena Wahyu Terputus
Dalam kitab At Ta’bir, Imam Bukhari meriwayatkan,”Berdasarkan informasi yang sampai kepada kami, wahyu-pun mengalami masa vakum sehingga membuat Nabi sedih dan berulang kali berlari kencang agar dapat terjerembab dari puncak-puncak gunung, namun setiap beliau mencapai puncak gunung untuk mencampakkan dirinya, malaikat Jibril menampakkan wujudnya seraya berkata, ‘Wahai Muhammad! Sesungguhnya engkau adalah benar-benar utusan Allah!’ Spirit ini dapat menenangkan dan menstabilkan kembali jiwa beliau, lalu beliau pulang. Namun manakala masa vakum itu masih terus berlanjut beliau pun mengulangi tindakan sebagaimana sebelumnya; dan ketika dia mencapai puncak gunung, malaikat Jibril kembali menampakkan wujudnya dan berkata kepadanya seperti sebelumnya.” (Sirah Shafiyurrahman Al Mubarakfuri)
Dari Al Aswad bin Qais bahwasanya ia berkata, “Saya pernah mendengar Jundab bin Sufyan RA berkata, ‘Suatu ketika Rasululllah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sakit sehingga beliau tidak bangun untuk melaksanakan shalat Tahajjud selama dua atau tiga malam. Lalu seorang wanita datang mengunjungi beliau seraya berkata, ‘Hai Muhammad, saya benar-benar berharap agar syetanmu meninggalkanmu yang sejak dua atau tiga malam saya tidak melihatnya di dekatmu.” Al Aswad berkata, “Maka Allah Subhanahu wa Ta’alamenurunkan ayat Al Qur’an: Demi waktu Dhuha dan demi waktu malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tidaklah meninggalkanmu dan tidak pula membencimu. (Qs. Adh-Dhuhaa(93): 1-3) (HR. Muslim).
Ibnu Abu Umar menceritakan kepada kami, Sufyan bin Uyaynah menceritakan kepada kami dan Al Aswad bin Qais, dari Jundab Al Bajali, ia berkata: Aku pemah bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam sebuah goa, kemudian jari tangan beliau berdarah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian bersabda, “Apakah engkau hanya sebuah jari yang (hanya dapat) berdarah, sedang terhadap jalan Allah engkau tidak (dapat) menemukan?” Malaikat Jibril —alaihi salam— kemudian terlambat datang, sehingga orang-orang musyrik berkata, “Sesungguhnya Muhammad telah ditinggalkan.” Allah —Ta’ala— kemudian menurunkan (ayat): ‘Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu.’ (Qs. Adh-Dhuhaa [93]: 3) (HR. Bukhari dan Muslim)
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Membaca Al Qur’an Hingga Selesai
Dari Aus bin Hudzaifah dia berkata,”Kami menemui Rasulullah dalam rombongan utusan bani Tsaqif. Kami menginap di tempat Al Mughirah bin syu’bah sedang Nabi berada di kemah beliau di Bani Malik. Setiap malam beliau menemui kami selepas isya dan berbicara dengan kami sambil berdiri, sampai kaki beliau kecapaian karena lamanya berdiri. Beliau banyak bercerita tentang apa yang beliau alami karena ulah Quraisy kaumnya. Kemudian beliau bersabda,”Namun aku tidak putus asa. Memang kami dulu lemah dan kalah selagi di Mekah. Lalu setelah kami pergi ke Madinah, maka di antara kami berkobar peperangan. Kadang kami mengalahkan mereka dan kadang mereka mengalahkan kami.”Suatu malam beliau terlambat dari waktu biasanya dalam menemui kami. Setelah beliau datang dan kami bertanya,”Ada apa engkau terlambat menemui kami?” Beliau menjawab,”tadi aku membaca 2 juz Al Qur’an. Sementara aku tidak ingin menemui kalian sebelum aku menyelesaikannya.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah)
Membaca Surat Al Fath Berulang
Bukhari meriwayatkan dari Mu‘awiya bin Qurah ra, ia berkata :“Aku pernah mendengar Abdullah bin Mughaffal berkata, Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada waktu fat-hu Makkah berada di atas untanya, seraya membaca surat Al-Fath berulang-ulang dengan bacaan yang merdu sekali. Sabda beliau : Seandainya orang-orang tidak berkerumun di sekitarku niscaya aku akan membacanya berulang-ulang. (Sirah Al Buthy)
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Mendengarkan Al Qur’an
Dari Anas bin Malik, dia berkata,”Abu Musa Al Asy’ary biasa duduk di rumahnya lalu banyak orang yang datang dan berkumpul di sekelilingnya. Setelah itu dia membacakan Al Qur’an kepada mereka.Ada seseorang yang menemui Rasulullah seraya berkata,”Wahai Rasulullah, apakah engkau tidak takjub terhadap Abu Musa yang duduk di rumahnya dan orang-orang duduk di sekelilingnya, lalu dia membacaka Al Qur’an kepada mereka?” “Apakah engkau bisa menyusupkan aku ke tengah mereka tanpa diketahui seorang pun?” tanya beliau. “Bisa,” jawab orang itu. Maka beliau pergi dan bergabung bersama mereka, tanpa diketahui seorangpun. Beliau mendengar bacaan Abu Musa dengan seksama, lalu bersabda,”Dia membacakan menurut salah satu kitab Zabur pengikut Daud.” (HR. Abu Ya’la)
Menangis Mendengar Al Qur’an
Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan; suatu ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkata kepadaku, “Bacakanlah Al-Qur’an kepadaku.” Maka kukatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur’an kepada anda sementara Al-Qur’an itu diturunkan kepada anda?”. Maka beliau menjawab, “Sesungguhnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain diriku.” Maka akupun mulai membacakan kepadanya surat an-Nisaa’. Sampai akhirnya ketika aku telah sampai ayat ini (yang artinya), “Lalu bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami jadikan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’ : 40). Maka beliau berkata, “Cukup, sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata.” (HR. Bukhari [4763] dan Muslim [800]).
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Mendoakan Pembaca Al Qur’an
Dari Aisyah ia berkata; Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah mendengar seseorang membaca suatu surat di malam hari, maka beliau pun bersabda, “Semoga Allah merahmati si Fulan, sungguh, ia telah mengingatkanku ayat ini dan ini aku telah dilupakan dari surat ini dan ini.” (HR. Bukhari)
Mendahulukan Jenazah Penghafal Qur’an
Selang sekian lama pertempuran di antara kedua belah pihak pun mulai mereda, dan berakhir. Kaum Musyrikin mulai meninggalkan medan pertempuran dengan rasa bangga atas kemenangan yang diraihnya. Sementara itu kaum Muslimin terkejut melihat para sahabat yang berguguran di antaranya Hamzah bin Abdul Muttalib, Al Yaman, Anas bin Nadhar, Mush‘ab bin Umair dan lainnya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri sangat berduka cita atas kematian pamannya, Hamzah bin Abdul Muttalib, apalagi setelah melihat mayatnya yang dibedah perutnya dan diiris hidung serta telinganya oleh musuh.
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
Selanjutnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menguburkan mayat-mayat itu dua-dua dalam satu kain lalu bertanya :“Siapakah yang paling banyak hafal Al-Qur’an?“ Setelah diberitahukan lalu Rasulullah saw memasukkannya lebih dahulu ke liang lahat. Sesudah itu Rasulullah saw bersabda :“Aku menjadi saksi bagi mereka pada Hari Kiamat.“ Rasulullah saw memerintahkan agar mereka dikuburkan berikut pakaian dan darah mereka apa adanya, dengan tidak perlu dimandikan dan dishalatkan. (Sirah Al Buthy).
Bagaimana dengan kita sebagai umatnya? Sudahkah kita rajin membaca dan menghafal Al-Qur’an?(R02/P2)
Sumber: Ar Rasul, karya Said Hawwa
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)