Jakarta, MINA – Kasus perundungan atau bullying pada mahasiswa penyandang disabilitas oleh sesama rekan mahasiswanya disesali oleh anggota komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah.
“Sangat disayangkan bahwa sosok mahasiswa yang diasumsikan memiliki wawasan pendidikan lebih baik, jiwa yang matang, memiliki pemahaman mengenai hak dan tanggungjawab sosial dalam hidup bermasyarakat ternyata dengan entengnya melakukan tindakan pem-bully-an kepada sosok penyandang disabilitas. Terlebih dilakukan di tengah lingkungan pendidikan. Menjadi berlipat ganda ketidakpatutan itu,” ujar Ledia Hanifa.
Anggota dewan asal FPKS ini lantas berharap institusi pendidikan tempat sang mahasiswa korban dan pelaku perundungan segera melakukan investigasi dan mengambil tindakan tegas pada para pelaku, sebagaimana keterangan persnya yang diterima MINA, Senin (17/7).
Pernyataan Ledia itu dikeluarkan setelah media sosial dihebohkan oleh sebuah video yang diunggah di medsos pada Sabtu, 15 Juli 2017 malam yang memperlihatkan mahasiswa berkebutuhan khusus atau autis tengah menjadi korban bullying atau perundungan dari sejumlah mahasiswa. Peristiwa itu diduga terjadi di Kampus Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat.
Baca Juga: Pakar Timteng: Mayoritas Rakyat Suriah Menginginkan Perubahan
“Harus diinvestigasi kejadian ini secara detil, jujur, adil, dan terbuka. Apalagi ada kabar bahwa kejadian pem-bully-an ini bukan pertama kali diterima sang mahasiswa penyandang disabilitas di kampusnya. Kalau benar, maka hal ini bisa berujung serius. Karena kita harus ingat, bahwa berdasarkan Undang-undang no 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, pelaku diskriminasi pada Penyandang Disabilitas bisa dipidana,” tegas aleg yang juga Ketua Panja RUU Tentang Disabilitas saat UU no 8 Tahun 2016 itu digodok.
Ledia menjelaskan, dalam UU No 8 Tahun 2016, paradigma pelayanan negara kepada Penyandang Disabilitas memiliki perubahan paradigma dari charity base ke right base, yaitu pemenuhan hak pada penyandang disabilitas sebagai upaya untuk memberi persamaan hak asasi dan perlindungan dari segala bentuk penelantaran, eksploitasi, pelecehan dan tindakan diskriminatif lainnya.
Pada Pasal 143 UU No 8 Tahun 2016 ini, lanjut dia, secara tegas melarang setiap orang menghalangi penyandang disabilitas memperoleh haknya, diantaranya hak untuk bebas dari diskriminasi yang dijabarkan dalam pasal ketentuan umum sebagai setiap pembedaan, pengecualian, pembatasan, pelecehan atau pengucilan atas dasar disabilitas.
Sementara pada pasal 145 UU itu menyebutkan bahwa pelanggar pasal 143 ini dapat dipidana dengan pidana penjara maksimal dua tahun atau denda maksimal 200 juta rupiah. Ini artinya perundungan pada penyandang disabilitas bisa masuk ke dalam kategori melecehkan mereka atas dasar kondisi disabilitasnya. Melanggar hukum dan jelas ada sanksinya berdasarkan Undang-undang.
Baca Juga: Festival Harmoni Istiqlal, Menag: Masjid Bisa Jadi Tempat Perkawinan Budaya dan Agama
“Secara mendasar kita tentu tidak berharap ada anak didik yang dipidana tetapi kita juga tidak mau di kemudian hari masih ada orang yang berperilaku buruk kepada para penyandang disabilitas yang sesungguhnya memiliki hak setara dengan non-penyandang disabilitas dan menganggap “olok-olok serta pelecehan” pada para penyandang disabilitas sekedar gurauan.
“Karena itu saya berharap pihak Universitas segera bisa menyelesaikan kasus ini secara detil, jujur, adil dan terbuka,” imbuhnya. (L/R01/RI-1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Industri Farmasi Didorong Daftar Sertifikasi Halal