Ledia Hanifa: Indonesia Bebas Sampah 2020 Perlu Percepatan

Jakarta, MINA – Persoalan sampah masih menjadi PR besar bagi masyarakat Indonesia. Dari masih lekatnya kebiasaan membuang sampah sembarangan, hingga pengolahan sampah yang belum optimal. Maka kemunculan komunitas-komunitas peduli sampah di seluruh pelosok tanah air akan sangat membantu terwujudnya Indonesia 2020.

Anggota Komisi X DPR RI Amaliah memaparkan Salah satu kegiatan yang banyak mendapat tanggapan positif masyarakat adalah kehadiran bank sampah. Mereka bisa jadi nasabah dengan menyetor sampah dan dihargai dengan rupiah.

“Sampai-sampai ada yang bercerita kalau dia bisa bayar listrik karena kumpulan sampah. Kegiatan semacam ini perlu dirawat dan dikembangkan,” kata Ledia saat menjadi salah satu narasumber dalam Sarasehan Tahunan Bank Sampah Induk Kota Bandung yang digagas Komunitas Hijau Lestari beberapa waktu lalu sebagaimana keterangan yang diterima MINA.

Dalam sarasehan tersebut Ledia mengingatkan bahwa Indonesia sudah punya Undang-undang khusus soal Pengelolaan Sampah, yaitu Undang-Undang No 18 Tahun 2008 namun masih lemah dalam hal implementasi dan penegakan hukum.

“Soal tata kelola penanganan sampah, larangan, peran pemerintah dan masyarakat, ada lengkap dalam undang-undang tersebut, tetapi memang harus diakui kita masih ada kelemahan dalam hal implementasi, pengawasan dan sanksi,” ujarnya.

Menurut Ledia, masih banyak orang buang sampah sembarangan tanpa malu apalagi takut kena sanksi. Persoalan pengangkutan dan pembuangan akhir juga sering memunculkan sengketa. Begitupula soal pengolahan yang belum terpadu.

Padahal, sambung aleg FPKS ini pula, tahun 2016 lalu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah mencanangkan Gerakan Indonesa Bebas Sampah 2020. Artinya target gerakan nasional ini tinggal 2 tahun, tapi sepertinya masih jauh dari harapan Indonesia bisa bebas sampah, hingga membutuhkan percepatan dengan penanganan khusus.

Untuk itu Ledia menegaskan tiga hal yang harus diperhatikan dalam hal pengolahan sampah, pertama, perilaku individu perlu diasah lewat sosialisasi dan membangun kesadaran lingkungan bersih sehat. Sehingga masyarakat akan bersemangat mengumpulkan sampah, memilah bukan semata-mata karena berharap medapat uang tambahan dari tabungan di bank sampah, tetapi demi kepentingan lingkungan hidup pribadi dan anak cucu mereka di masa datang.

“Sosialisasi dari pemerintah harus diintensifkan. Sekolah, orangtua, tokoh masyarakat, bisa dilibatkan untuk mendidik dan memberi contoh baik kepada anak-anak dan masyarakat umum agar membuang sampah pada tempatnya, memilah bahkan mengolah sampah secara benar,” ujarnya.

Kedua pemerintah dan pemerintah daerah harus komitmen dan tegas dalam melaksanakan, mengawasi dan mengevalusi kebijakan pengelolaan sampah. Ketiga gerakan bebas sampah harus diusung secara bersama lintas sektor, lintas stakeholder, antara pemerintah, masyarakat dan swasta.

“Kita berangkat dari posisi mana kita bisa bergerak, lalu bahu membahu bekerjasama. Misalnya saat ini kita di Bandung, maka kita mulai dari warga Bandung, bersama komunitas-komunitas di Bandung, bekerjasama dengan pemerintah Kota Bandung, disupport oleh perusahaan-perusahaan di Kota Bandung, bergandengan tangan mengupayakan Bandung Bebas Sampah, menuju Indonesia Bebas Sampah.Dengan skup lebih kecil, lebih dekat, lebih mudah, InsyaAllah bisa,” tambahnya.(L/R01/RS2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0