Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Tausiyah Kantor Berita Islam MINA
Sudah menjadi tradisi di Indonesia, setiap menyambut Hari Besar Idul Fitri, biasanya mengucapkan “Selamat Hari Raya Idul Fitri, Minal ‘Aidin wal Faizin, Mohon Maaf Lahir dan Bathin. Taqabbalallahu Minna Waminkum”.
Tapi, mungkin belum banyak umat Islam, terutama kalangan generasi muda yang mengetahui makna dari kalimat tersebut. Berikut uraiannya.
Baca Juga: Tak Ada Tempat Aman, Pengungsi Sudan di Lebanon Mohon Dievakuasi
Makna Selamat Hari Raya Idul Fitri
Ini adalah ucapan kegembiraan atas hadirnya Hari Raya umat Islam, Idul Fitri, setelah sebulan penuh menjalankan ibadah shaum Ramadhan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan, arti selamat antara lain adalah terhindar dari bahaya atau malapetaka, tercapainya suatu maksud, pernyataan yang mengandung harapan supaya beruntung dan pemberian salam agar diperoleh kesejahteraan.
Ucapan selamat merupakan tahniah atau ungkapan kegembiraan, atas datangnya momen tertentu bisa saja merupakan tradisi atau adat.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Dalam tata pergaulan sehari-hari, ucapan selamat merupakan suatu hal yang baik, dan merupakan bentuk apresiasi terhadap seseorang atas prestasi atau peristiwa yang diraihnya.
Maka, seringkali jug ajika ada sahabat kita yang meraih gelar sarjana misalnya, maka kitapun mengucapkan, “Selamat Ya atas wisudanya”. Atau jika ada rekan kita menikah, kitapun mengirim kado bertuliskan, “Selamat Menempuh Hidup Baru”.
Bahkan, Islam mengajarkan, apabila seorang Muslim bertemu dengan Muslim lainnya, maka diajurkan mengucapkan perkataan yang mengandung keselamatan, berupa salam “Assaalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”. (Artinya: Semoga keselamatan, kesejahteraan dan keberkahan Allah limpahkan untuk Anda).
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Kata “Minal ‘Aidin wal Faizin” seringkali dirangkaikan atau diartikan dengan Mohon Maaf Lahir dan Bathin”
Secara bahasa, “Minal ‘Aidzin” artinya termasuk orang-orang yang kembali, dan “Wal Faizin” artinya dan menang.
Jika dimaknai secara harfiah dari Minal ‘Aidin wal Faizin dalam bahasa indonesia, menjadi: “Termasuk dari orang-orang yang kembali sebagai orang yang menang”.
Jadi, bukan berarti Mohon Maaf Lahir dan Bathin, melainkan ditambahkannya kalimat tersebut untuk menyertai bahasa Arab Minal ‘Aidin Wal faizin.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Minal ‘Aidin, berarti kita mengharap kembali, yaitu berharap menjadi orang bersih dan suci (minal ‘aidin ilal fithrah). Dengan keyakinan pada hadits, bahwa orang yang shiyam dan qiyam (berpuasa dan menghidupkan malam) di bulan Ramadhan, karena iman dan semata mencari ridha Allah, akan diampuni dosanya yang telah lalu. Harapannya, semoga kita seperti bayi yang baru lahir dari rahim ibu, bersih-suci dari salah dan dosa. Amin.
Sementara panjatan doa “wal faizin”, semoga menuai kemenangan dengan meraih surga (wal Faizin bil Jannah), sangat terkait dengan tujuan shaum Ramadhan itu sendiri, yakni meraih tujuan masuk surga.
Sebagian Kaum Muslimin, terutama di Indonesia, memaknai kemenangan dari perjuangan selama bulan Ramadhan, sehingga saat Hari Raya tiba, disebut hari kembali kepada fitrahnya dan memperoleh kemenangan.
Para sahabat, mengucapkan Minal ‘Aidin wal Faizin acapkali digunakan sebagai ungkapan rasa syukur atas kemenangan perang yang sebenarnya, semisal Perang Badar.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Para sahabat menyebutnya, “Semoga termasuk dari orang-orang yang kembali (dari perang) dan sebagai orang yang menang (dalam setiap perjuangan Islam).”
Makna Taqabbalallahu Minna Waminkum
Jika dilihat dari rawinya, dalam budaya Arab, seperti disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Kitab Majmu Al-Fatawa, disebutkan bahwa ucapan yang disampaikan sesama sahabat Nabi, ketika menyambut hari Idul Fitri adalah “Taqabbalallahu minna waminkum”, artinya semoga Allah menerima amalan saya dan engkau.
Kemudian menurut riwayat lain, ada juga sahabat yang menambahkan dengan “Shiyamana wa Shiyamakum”, yang artinya (semoga Allah menerima) puasaku dan puasamu.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Jubair bin Nufair meriwayatkan, “Para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam apabila bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya: ‘Taqabbalallahu minnaa wa minka’.” Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, dengan Isnad yang Hasan
Muhammad bin Ziyad juga berkata, “Aku pernah bersama Abu Umamah Al-Bahili dan selainnya dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Mereka bila kembali dari shalat ‘Id berkata sebagiannya kepada sebagian yang lain: ‘Taqabbalallahu minnaa wa minka.” (Riwayat Ibnu Qudamah dalam Kitab Al-Mughni.)
Pada riwayat lain dikatakan, dari Khalid bin Ma’dan, ia berkata, “Aku bertemu Watsilah bin Asqa’ pada hari Raya. Aku katakan padanya: Taqabbalallahu minna wa minka. Watsilah menanggapi, ‘Aku pernah bertemu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada hari raya, lantas aku katakan ‘Taqabbalallahu minna wa minka’. Beliau menjawab, ‘Taqabbalallahu minna wa minka.”
Ali bin Tsabit berujar, “Aku bertanya pada Malik bin Anas sejak 35 tahun, tentang ucapan ‘Taqabbalallahu minna waminka’. Dia menjawab, Ucapan ini selalu ditradisikan di Madinah.”
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Dalam Sunan Al-Baihaqi disebutkan, riwayat memberikan ucapan ‘Taqabbalallahu minna wa minka’ merupakan bacaan yang disyariatkan (masyru’) dan hukum mengucapkannya sunnah.
Imam Ahmad menyatakan bahwa ini adalah “Isnad hadits Abu Umamah yang Jayyid (Bagus).
Imam Ahmad menambahkan: “Aku tidak pernah memulai mengucapkan selamat kepada seorangpun. Namun bila ada orang yang mendahuluiku mengucapkannya kepadaku, maka aku pun menjawabnya. Yang demikian itu karena menjawab ucapan selamat bukanlah sunnah yang diperintahkan dan tidak pula dilarang. Barangsiapa mengerjakannya maka baginya ada contoh dan siapa yang meninggalkannya baginya juga ada contoh. Wallahu a’lam.”
Jadi mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri, Minal ‘Aidin wal Faizin, memang tidak dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Apalagi ucapan Mohon Maaf Lahir dan Bathin, karena ini Bahasa Indonesia, sedangkan Nabi berbahasa Arab.
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Tapi mengucapkan perkataan selamat dalam bahasa apa pun untuk saling mendoakan sesama saudara, insya-Allah, juga tidak terlarang.
Sama seperti mengucapkan, “Selamat ya kamu naik kelas” atau “Selamat menempuh hidup baru”, dan sebagainya. Karena itu merupakan adat kebiasaan, yang maknanya baik dan tidak melanggar syariat.
Bahkan, dalam ucapan orang-orang Arab sekarang, banyak didengar ucapan “Id Mubarak” (Hari raya Id yang penuh berkah) atau “Kullu ‘aam wa antum bikhair”, (semoga sepanjang tahun Anda dalam keadaan baik-baik).
Semua ucapan selamat atas datangnya momen tertentu bisa saja merupakan tradisi atau adat. Sementara hukum asal suatu adat adalah boleh, selagi tidak ada dalil tertentu yang mengubah dari hukum asli ini. Hal ini juga merupakan madzhab Imam Ahmad.
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
Mayoritas ulama juga menyatakan, “Ucapan selamat pada hari raya hukumnya boleh”. (Al-Adab al-Syar’iyah).
Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan, ucapan selamat (tahniah) secara umum diperbolehkan, karena adanya nikmat, atau terhindar dari suatu musibah, dianalogikan dengan validitas sujud syukur dan ta’ziyah.
Akhirnya, Penulis dan keluarga pun mengucapkan “Taqabbalallahu Minna Waminkum, Selamat Hari Raya Idul Fitri, Minal ‘Aidin wal Faizin, Mohon Maaf Lahir dan Bathin”. (T/P4/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu