marhaban ramadhan" width="330" height="270" />Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Tausiyah Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Menjelang bulan suci Ramadhan, sering kita baca, lihat dan dengar kalimat “Marhaban Ramadhan” atau “Marhaban yaa Ramadhan” atau juga “Ahlan wa sahlan yaa Marhaban”. Apa makna itu semua?
Arti Marhaban, Ahlan wa Sahlan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “marhaban” diartikan sebagai “kata seru untuk menyambut atau menghormati tamu (yang berarti selamat datang).” Ia sama dengan “ahlan wa sahlan” yang juga dalam kamus tersebut diartikan “selamat datang.”
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Walaupun keduanya berarti “selamat datang” tetapi penggunaannya berbeda. Para ulama tidak menggunakan “ahlan wa sahlan” untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan, melainkan “marhaban ya Ramadhan”.
Ahlan terambil dari kata ahl yang berarti “keluarga”, sedangkan Sahlan berasal dari kata sahl yang berarti “mudah” atau “dataran rendah” karena mudah dilalui.
Ahlan wa sahlan, adalah ungkapan selamat datang, yang dicelahnya terdapat kalimat tersirat yaitu, “(Anda berada di tengah) keluarga dan (melangkahkan kaki di) dataran rendah yang mudah.”
Marhaban terambil dari kata rahb yang berarti “luas” atau “lapang”. Sehingga marhaban menggambarkan bahwa tamu disambut dan diterima dengan dada lapang, penuh kegembiraan serta dipersiapkan baginya ruang yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Dari akar kata yang sama dengan “marhaban”, terbentuk kata rahbat yang antara lain berarti “ruangan luas untuk kendaraan, untuk memperoleh perbaikan atau kebutuhan pengendara guna melanjutkan perjalanan.”
Marhaban ya Ramadhan berarti “Selamat datang Ramadhan” mengandung arti bahwa kita menyambutnya dengan lapang dada, penuh kegembiraan; tidak dengan menggerutu dan menganggap kehadirannya mengganggu ketenangan atau suasana nyaman kita.
Memaknai Marhaban Ramadhan
Marhaban ya Ramadhan, kita ucapkan untuk bulan suci itu, karena kita mengharapkan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah.
Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
اَتَاكُمْ رَمَضَانُ سَيِّدُ الشُّهُوْرِ فَمَرْحَبًا بِهِ وَاَهْلاً جَاءَ شَهْرُ الصِّيَامِ بِالبَرَكَاتِ فَاكْرِمْ بِهِ مِنْ رَائِرٍ هُوَ اَتٍ
Artinya : “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, penghulu segala bulan. Maka selamat datanglah kepadanya. Telah datang bulan shaum membawa segala rupa keberkahan. Maka alangkah mulianya tamu yang datang itu”. (H.R. Ath-Thabrani).
Pada hadits lain disebutkan:
قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ كَتَبَ اللّهُ عَلَيْكُمْ صِيَا مُهُ فِيْهِ تُفْتَحُ اَبْوَابَ الجِنَانِ وَتُغْلَقُ اَبْوَابُ الجَحِيْمِ وَتُغَلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ اَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرُ هَا فَقَدْ حُرِمَ
Artinya : ”Sungguh telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang diberkati. Allah telah mewajibkan atas kalian shaum padanya. Di dalamnya dibuka lebar-lebar pintu-pintu surga, dan dikunci rapat-rapat pintu-pintu neraka, dan dibelenggu syaithan-syaithan. Di dalamnya ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barangsiapa tidak diberikan kepadanya kebajikan pada malam itu, berarti diharamkan baginya segala rupa kebajikan”. (H.R. Ahmad, An-Nasa’i, dan Al-Baihaqi, dari Abu Hurairah).
Itulah, tamu agung nan mulia, bulan suci Ramadhan, bulan diwajibaknnya shaum (puasa) Ramadhan sebulan penuh, seperti perintah Allah:
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: ” Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu puasa,sebagaimana juga pernah di wajibkan atas ummat-ummat sebelum kamu semua itu agar kamu menjadi orang yang bertaqwa”. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 183).
Bagaimana Menyambut Ramadhan
Bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan dan keberkahan, padanya dilipatgandakan amal-amal kebaikan dan disyariatkan amal-amal ibadah yang agung.
Oleh karena itu, bulan ini merupakan kesempatan berharga yang ditunggu-tunggu oleh orang-orang yang beriman kepada Allah dan ingin meraih ridha-Nya. Sehingga kaum Muslimin menyambut tamu agung tersebut dengan sebaik-baiknya.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Imam Ibnu Rajab menyebutkan, “Bagaimana mungkin orang yang beriman tidak gembira dengan dibukanya pintu-pintu surga? Bagaimana mungkin orang yang pernah berbuat dosa dan ingin bertobat serta kembali kepada Allah Ta’ala tidak gembira dengan ditutupnya pintu-pintu neraka? Dan bagaimana mungkin orang yang berakal tidak gembira ketika para syaitan dibelenggu?”
Para ulama terdahulu (salaf) jauh-jauh hari sebelum datangnya bulan Ramadhan, mereka berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah agar mereka mencapai bulan yang mulia tersebut. Karena mencapai bulan Ramadhan merupakan nikmat yang besar bagi orang-orang yang dianugerahi taufik oleh Allah.
Mu’alla bin al-Fadhl berkata, “Dulunya (para ulama salaf) berdoa kepada Allah selama enam bulan sebelum Ramadhan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan. Kemudian mereka berdoa kepada-Nya selama enam bulan berikutnya setelah Ramadhan agar Allah berkenan menerima amal-amal shaleh yang mereka kerjakan dalam bukan Ramadhan.”
Maka hendaknya setiap Muslim selayaknya mengambil teladan dari para ulama terdahulu dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan, dengan bersungguh-sungguh berdoa dan mempersiapkan diri untuk mendulang pahala kebaikan, pengampunan serta keridhaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal itu juga agar kelak di akhirat akan merasakan kebahagiaan dan kegembiraan besar ketika bertemu Allah dan mendapatkan ganjaran yang sempurna dari amal kebaikan mereka.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Tentu saja persiapan diri yang dimaksud di sini bukanlah dengan memborong berbagai macam makanan dan minuman lezat di pasar untuk persiapan makan sahur dan balas dendam ketika berbuka puasa. Juga bukan dengan mengikuti berbagai program acara televisi yang lebih banyak merusak dan melalaikan manusia dari mengingat Allah dari pada manfaat yang diharapkan, itupun kalau ada manfaatnya.
Tapi persiapan yang dimaksud di sini adalah mempersiapkan diri lahir dan batin untuk melaksanakan ibadah shaum (puasa) dan ibadah-ibadah lainnya di bulan Ramadhan dengan sebaik-sebaiknya. Yaitu dengan hati yang ikhlas dan praktik ibadah yang sesuai dengan petunjuk dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Juga yang utama adalah membersihkan diri dari niat, sifat dan akhlak yang buruk, sehingga dapat memasuki Ramadhan dengan hati bersih.
Maka, di desa-desa pada umumnya, kaum Muslim saling berziarah, berkunjung, saling memaafkan, pada akhir Ramadhan, sebelum tamu Ramadhan ini datang. Juga bagi kaum Muslimah yang mempunyai hutang shaum (puasa) pada tahun lalu, untuk segera membayarnya pada bulan Sya’ban ini.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Semoga Allah mempertemukan kita dengan bulan suci Ramadhan dengan hati bersih, serta dapat menikmati amaliyah Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Amin. (T/P4/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah