Jakarta, MINA – Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin menegaskan, dana wakaf uang tidak diperuntukkan untuk pemerintah, namun ditujukan untuk umat, agar benar-benar memiliki dana abadi.
“Gerakan Nasional Wakaf Uang ini bukan untuk pemerintah. Pemerintah sudah ada mekanismenya sendiri. Pemerintah dalam melakukan pembangunan sudah punya dana melalui Surat Utang Negara (SUN), Surat Berharga Syariah Negara (Sukuk). Bahkan ada yang retail yang sampai 500 ribu, juga pemerintah sekarang memiliki lembaga pengelola investasi sendiri,” jelasnya pada acara Webinar Literasi Wakaf Uang, Kamis (11/2).
Ma’ruf mengungkapkan, melalui Perpres Nomor 28 Tahun 2020 tentang KNEKS, salah satu fokusnya adalah mengembangkan dana sosial syariah. Selain zakat, wakaf uang menjadi bagian dari dana sosial syariah yang ingin dikembangkan.
Ma’ruf menilai, Wakaf yang dihimpun melalui Lembaga Keuangan Syariah Pengelola Wakaf Uang (LKSPWU) dibawah koordinator Badan Wakaf Indonesia, sudah sangat tepat.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Sebab, dana yang akan digulirkan kepada umat untuk kegiatan produktif, adalah dana keuntungan pengelolaan wakaf, bukan dana pokok wakaf.
“Dengan begitu, kalaupun nanti dalam kegiatan produktif ada kerugian, maka yang berkurang bukan dana pokok wakaf, tetapi dana keuntungan wakaf itu,” tegas Ma’ruf.
Sementara itu, Direktur Pengelolaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama, Tarmizi Tohor mengatakan, wakaf uang tidak masuk kas negara seiring digencarkannya Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) yang dicanangkan Presiden Joko Widodo.
Menurutnya, saat Presiden Jokowi meluncurkan GNWU, hal itu sifatnya mengajak berwakaf uang, sedangkan pengelolaannya tetap berada di nazhir (pengelola wakaf) yang ditunjuk wakif (orang yang berwakaf).
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
“Nadzir bekerja sesuai ikrar wakaf yang disepakati dengan wakif,” kata Tarmizi.
Negara melalui Kementerian Agama memiliki tugas untuk mengawasi dan membina pengelolaan wakaf uang. Pengelolaan dana keagamaan itu dikelola Badan Wakaf Indonesia (BWI).
“BWI merupakan lembaga independen sebagai nazhir melalui Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) yang sudah mendapat izin dari Menteri Agama,” jelasnya.
“Wakaf uang dari masyarakat langsung masuk ke LKS-PWU, bukan ke kas negara,” katanya.
Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng
Selain itu, Anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI), DR Irfan Syauqi Beik mengatakan, permasalahan utama dalam konteks wakaf di Indonesia adalah masalah literasi dan edukasi, meski wakaf sudah dikenal lama di Indonesia namun belum mendongkrak edukasi dan literasi wakaf pada level tertinggi.
“Padahal literasi merupakan kunci agar umat mau untuk berwakaf,“ ujarnya.
Irfan berharap, agar kedepan BWI bersama dengan stakeholder mampu melakukan penguatan edukasi dan literasi mengenai wakaf dan memperbaiki kelembagaan dan SDM nadzir.
Irfan menjelaskan, dalam sejarah dunia Islam wakaf pernah menjadi mesin atau roda ekonomi umat Muslim di Turki pada abad ke-2 Hijriyah yang saat itu digaungkan Imam Az-Zuhri.
Baca Juga: Wapres: Ekonomi Syariah Arus Baru Ketahanan Ekonomi Nasional
Selama berabad-abad lamanya wakaf mampu menjadi mesin pertumbuhan ekonomi umat dengan basis pembiayaan bisnis umat.
“Kita coba bangkitkan kembali potensi wakaf uang yang sampai mencapai angka Rp 180 triliun ini,” tegas Irfan. (R/Hju/RS2).
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ketum Muhammadiyah: Jadikan Indonesia Pusat Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah