Masih Banyak Anak Yang Tidak Sekolah di Pelosok Negeri Ini

Oleh: Rohullah Fauziah Alhakim, Wartawan Kantor Berita Islam Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Indonesia adalah negara kepulauan, Indonesia bukan negara yang selebar daun kelor. Begitu banyak pulau-pulau yang terbesar di Indonesia. Indonesia bukan hanya Jakarta. Menyedihkan. Satu kata yang kerap didengar untuk pendidikan Indonesia.

Jangankan Sekolah, Beli Beras Saja Susah

Baru saja Indonesia merayakan , yang jatuh pada tanggal 2 Mei 2016. Para pengguna sosmed ramai mengucapkan selamat “Hari Pendidikan Nasional”. Namun itu semua hanya sebatas status belaka. Tidak sedikit di antara mereka yang tidak sadar dengan mirisnya keadaan .

Sistem Pendidikan di Indonesia masih tertinggal dengan sistem pendidikan di negara tetangga. Tidak sedikit warga Indonesia yang menyekolahkan anaknya di luar negeri. Tapi itu dilakukan oleh Indonesia terbatas hanya di kalangan menengah ke atas. Lantas bagaimana para masyarakat yang berkalangan menengah ke bawah?

Jangankan sekolah di luar negeri. Di negeri sendiri saja masih banyak anak-anak yang tidak sekolah.

Seperti di desa Pangmilang, kecamatan Singkawang Selatan, Kalimantan Barat, meskipun pendidikan di sana sudah mulai berkembang. Namun masih banyak anak-anak yang tidak sekolah.

Beberapa anak memilih untuk bekerja dari pada sekolah. Memang banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Salah satu faktornya adalah ekonomi. Membicarakan soal ekonomi dan pendidikan di Indonesia memang tak ada habisnya.

Baca Juga:  Kisah 70 Tahun Lalu, Timnas Indonesia di Olimpiade Melbourne

Tidak sedikit orang tua yang mengatakan sekolah tinggi-tinggi itu hanya menghabiskan biaya, hanya menyusahkan orang tua. Mereka lebih senang jika anak-anaknya bekerja membantu perekonomian keluarga. Tidak bisa dipungkiri, memang seperti inilah keadaan Indonesia.

Tidak sedikit anak yang kehilangan motivasi orang tuanya. Para guru sering mengatakan, “Pada hakikatnya anak itu tidak ada yang bodoh, hanya mereka malas belajar.” Ya memang benar, anak pelajar di Indonesia ini cukup banyak yang malas belajar.

Namun, kita tidak bisa hanya melihat dari sebelah mata saja. Selama ini, anak sering menjadi korban. Di sekolah dimarahi guru, di rumah dimarahi orang tua, sehingga anak kehilangan motivasi.

Belum lagi, perekonomian di rumah sangat memprihatinkan, ditambah prestasi anak yang juga menyedihkan. Orang tua lebih memilih menyuruh anaknya bekerja.

Miris. Satu kata untuk keadaan ini. Apalagi jika anaknya masih sangat belia. Yang harusnya bergembira belajar di sekolah, ia harus banting tulang membantu perekonomian keluarga.

Meskipun ada Bantuan Operasional Sekolah (BOS), bukan berarti seluruhnya gratis, masih ada keperluan-keperluan yang harus merogoh kantong pribadi. Jangankan untuk sekolah, untuk membeli beras pun susah. Siapa yang bisa disalahkan?

Baca Juga:  Fenomena Masyarakat Barat Dukung Palestina

SDA Banyak, SDM Minim

Sejak dulu hingga sekarang permasalahan masih saja sama. Terutama ekonomi dan pendidikan. Ekonomi dan pendidikan memang saling berkaitan. Indonesia memang negara yang masih belajar untuk berkembang, masih sangat jauh untuk mendapat gelar negara maju.

Lapangan pekerjaan di Indonesia memang masih sempit dan upahnya masih relatif minim. Tidak sedikit warga Indonesia yang harus pergi jauh ke negeri nun jauh di seberang, demi menghidupi keluarganya.

Memang sangat disayangkan, warga yang mencari kerja di negeri orang. Lahan di Indonesia terkenal luas dan kaya akan sumber daya alam. Namun lagi-lagi masalah ekonomi. Tidak ada modal untuk mengolah lahan, belum lagi banyaknya sumber daya manusia yang kurang berkualitas. Itu karena apa? Karena kurangnya pendidikan, sehingga lapangan pekerjaan di Indonesia menjadi sangat sedikit.

a805f77b5599f02932e7c0e811ec07bb_lebakIndonesia Tanah Airku

Persoalan pendidikan tidak hanya sebatas itu, sedikit kita intip pendidikan di pelosok negeri.

Tidak jarang kita lihat di televisi, koran, dan media lainnya yang memberitakan tentang pendidikan di pelosok negeri. Mereka bersekolah tak berseragam, tak bersepatu. Duduk di bangku rapuh di dalam gedung sekolah yang tidak berdiri kokoh.

Belum lagi medan perjalanan yang di tempuh menuju sekolah sangat membahayakan, hingga nyawa menjadi taruhannya. Sudah tidak asing lagi, berita tentang anak sekolah yang harus menyeberang sungai dengan jembatan gantung yang nyaris putus. Sungai yang dalam dan deras dengan penuh bebatuan harus mereka seberangi demi meraih ilmu.

Baca Juga:  Refleksi Hardiknas dan Penguatan Kembali Ekosistem Pendidikan Kita

Meskipun begitu, tidak menyurutkan semangat mereka untuk terus bersekolah. Semangat mereka terus mengalir deras seperti derasnya aliran sungai yang setiap hari mereka lalui.

Prestasi Anak Bangsa

Persoalan pendidikan dan ekonomi di Indonesia begitu rumit dan memprihatinkan. Namun, para generasi penerus terus menoreh prestasi yang mengharumkan nama bangsa. Musa La Ode Abu Hanafi (7), hafidz Alquran dari Indonesia menndapatkan juara tiga Musabaqah Hifzil Quran (MHQ) Internasional di Sharm El-Sheikh Mesir pada 10-14 April 2016.

Sangat membanggakan, Musa dengan usia yang masih sangat belia, bahkan menyebut huruf “R” saja belum bisa. Namun ia mampu bersaing di taraf internasional.

Sementara itu, para pelajar dan mahasiswa lainnya juga sedang berlomba-lomba untuk terus bisa berlaga dan bersaing demi mengharumkan nama bangsa Indonesia.

Mari bersama-sama berupaya memajukan pendidikan Indonesia. Maju terus generasi penerus bangsa. Walau masih banyak yang belum mengenyam dunia pendidikan secara merata dan lebih tinggi lagi. Namun dari anak-anak negeri Indonesia tercinta ini, akan selalu ada generasi emas yang menorehkan prestasi membanggakan bang bangsa dan umat. (L/P006/P4)

MI’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Fauziah Al Hakim

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.