Oleh: Rohullah Fauziah Alhakim, Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Di Indonesia bahkan di luar negeri sekali pun, masjid menjadi salah satu tempat pariwisata. Banyak para wisatawan mengujungi masjid-masjid diberbagai belahan dunia, baik wisatawan Muslim maupun non-Muslim.
Banyak faktor yang menyebabkan masjid menjadi tempat wisata, di antaranya karena mengandung sejarah, atau bangunannya yang unik dan megah.
Seperti Masjid Istiqlal Jakarta atau di Depok ada Masjid Kubah Emas, masjid yang megah dengan kubah terbuat dari emas. Siapa yang tidak penasaran dan tertarik ingin melihat secara langsung bangunan berdiri kokoh dengan arsitektur yang unik dan indah?
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Namun berbeda dengan Masjid At-Taqwa di Desa Gumelem, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Sebuah masjid kuno yang didirikan sejak jaman kerajaan menjadi saksi bisu.
Gumelem Desa Wisata Religi
Sebelum membahas lebih jauh Masjid Kuno atau yang sekarang lebih dikenal Masjid At-Taqwa, kita akan sedikit mengenal tentang Desa Gumelem, Banjarnegara.
Gumelem, adalah salah satu desa di Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Gumelem kaya akan potensi sejarah, budaya, dan usaha kerajinan yang banyak menarik para wisatawan. Di sektor usaha, Gumelem juga memiliki banyak peluang seperti pembuatan kerajinan kerang, produksi Gula jawa dan Batik Tulis. Batik Tulis Gumelem telah berhasil mengangkat nama harum Banjarnegara.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Di sektor pariwisata Gumelem memiliki banyak tempat yang dapat menjadi tujuan wisata seperti Masjid Kuno, wisata Banyu Anget Pingit (pemandian air hangat Pingit), dan berbagai tempat menarik lainnya.
Gumelem merupakan salah satu wilayah yang di jadikan pusat pengembangkan wisata oleh Pemerintah Kabupaten. Khususnya bidang wisata budaya dan wisata religi. Hal itu di karenakan Gumelem memiliki objek wisata peninggalan zaman kerajaan dan budaya atau tradisi Islam yang masih melekat di tengah masyarakat.
Wisata religi yang terkenal di Banjarnegara yaitu tradisi Nyadran Gede.
Tradisi Nyadran Gede merupakan budaya masyarakat Islam Jawa, salah satu kegiatan kebudayaan untuk meningkatkan semangat ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sekaligus untuk mempererat kebersamaan masyarakat.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Nyadran Gede dapat di jadikan aset untuk meningkatkan jumlah wisatawan. Dengan banyaknya wisatawan berdatangan ke Gumelem, secara tidak langsung akan meningkatkan perekonomian masyarakat. Mereka biasanya membelanjakan uangnya untuk beberapa hal menarik hasil karya warga.
Saksi Sejarah Kademangan Gumelem
Kembali pada pembahasan awal, menurut sejarah, Gumelem dikenal sebagai Grumbul Pesantren, karena dulunya sering digunakan untuk menyebarkan Islam. Salah satu saksi sejarah wilayah Kademangan Gumelem yang masih tegak berdiri yaitu Masjid At-Taqwa.
Menurut Ahmad Hambali, yang pernah menjabat sebagai Ta’mir Masjid At-Taqwa, Masjid Besar Kauman atau Masjid At-Taqwa dibangun pada tahun 1670 oleh Nur Daiman. Bangunan utama ditopang empat saka guru yang berpenampang bulat, 12 tiang terdapat disekeliling saka guru.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Dahulu, masjid ini belum diberi nama, warga sekitar hanya menyebutnya Masjid Kuno, Namun kemudian, Bupati Banjarnegara Endro Suwaryo memberi nama Masjid At-Taqwa.
Meskipun dari sisi kemegahan bangunan banyak yang mengalahkannya, keberadaan Masjid Jami At-Taqwa atau yang sering disebut Masjid Agung Gumelem, Kecamatan Susukan berperan besar dalam pengembangan agama Islam di Banjarnegara.
Masjid ini memiliki sejumlah keunikan, meski telah berusia lebih dari 300 tahun dan pilar-pilar utamanya belum pernah diganti, namun hingga kini masih berdiri kokoh. Dalam bangunan utama terdapat empat saka guru berpenampang bulat, sedang di sekelilingnya saka guru terdapat 12 tiang masih belum lapuk dimakan usia. Kesemuanya masih berdiri tegak pada umpak sebagai alas berbentuk bejana atau periuk yang terbuat dari batu andesit.
Di atas mihrab terdapat inkripsi dengan huruf arab pegon yang ditulis pada usuk. Inkripsi serupa juga terdapat di bagian atas pintu utama masjid, namun menggunakan huruf jawa. Sedang arti dari tulisan tersebut belum diketahui.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Karena itu, tidak mengherankan kalau bangunan yang didirikan sekitar tahun 1670 oleh Nur Daiman ini, termasuk dalam aset bangunan cagar budaya di Kabupatan Banjarnegara dan dilindungi oleh Dinas Pariwisata dan kebudayaan (Disparbud).
Ahmad Hambali menjelaskan, selama Masjid berdiri belum pernah dilakukan renovasi total. Renovasi hanya dilakukan satu kali pada tahun 2001, namun itu hanya melakukan pembanguna tambahan dibagian depan Masjid, bangunan inti dan dan pilar-pilar utama tidak dirubah.
Hingga kini masjid tersebut menjadi pusat kegiatan umat Islam, baik dari kalangan pemuda ataupun orang tua. Di samping sebagai tempat melaksanakan lima waktu secara berjama’ah, kegitan pengajian rutin juga dilakukan. (P006/P001)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat