Masyarakat Sipil Tolak Kehadiran Rokok Elektrik Juul di Indonesia

Jakarta, MINA – Usaha pemerintah Indonesia untuk mengurangi angka perokok anak dan remaja semakin terjal. Belum selesai menangani produk rokok konvensional, Indonesia kini harus berhadapan langsung dengan rokok elektrik atau vape.

Demikian disampaikan Koordinator Nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian , Ifdhal Kasim, ketika hadir sebagai pembicara diskusi dengan tema “Mengkaji Produk : Ditolak Singapura, Dipertanyakan Amerika Serikat, Diterima di Indonesia?” di Jakarta, Jumat (6/9).

Ifdal menjelaskan, salah satu produk rokok elektrik yang berusaha masuk ke pasar Indonesia adalah Juul. Bahkan per 3 September lalu, Juul telah meresmikan toko retail pertama di Indonesia yang berdomisili di Cilandak Town Square (Citos), Jakarta.

“Negara perlu tegas untuk melarang kehadiran Juul dan produk tembakau alternatif lainnya di Indonesia,” ujarnya.

Ifdal mengatakan, hal ini bisa dilihat di Singapura dan Thailand, rokok elektrik itu sudah total dilarang.

“Bahkan di Amerika Serikat ada tren ke arah sana juga. Negara Bagian Michiga akan melarang penjualan rokok elektrik yang memiliki rasa. Kota San Fransisco Juga akan melarang semua penjualan dan distribusi rokok elektrik,” jelasnya.

“Di luar negeri saja ditolak dan dipertanyakan, masa mau dibiarkan masuk ke Indonesia?” tambah Ifdhal.

Kekhawatiran masuknya Juul di Indonesia juga disampaikan langsung oleh Hafizh Syata’aturrahman, Ketua PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

“Kami mempertanyakan komitmen pemerintah untuk menurunkan Angka Prevalensi Perokok Pemula (usia 10-18 tahun). Di Amerika Serikat saja terlihat jelas bahwa produk Juul banyak dikonsumsi oleh anak-anak di bawah umur,” kata Hafiz.

Food and Drugs Administration (FDA) dan Federal Trade Commission (FTC) Amerika Serikat, lanjut dia, bahkan sampai membuka investigasi khusus atas hal tersebut.

“Kami jelas keberatan dengan kehadiran Juul di Indonesia, anak-anak muda tidak boleh dijadikan target lagi,” tegas Hafizh.

Sementara Dr. Feni Fitriani Taufik Sp.P(K) dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia menyatakan, Juul dan perilaku vaping atau merokok dengan rokok elektrik sendiri meski sering diklaim lebih aman bagi kesehatan, telah mendapat sorotan tajam dalam beberapa waktu terakhir.

Hal ini tidak terlepas dari kisah viral pengguna aktif Juul, Chance Ammirata, mahasiswa 18 tahun asal Amerika Serikat, yang harus dilarikan ke rumah sakit karena paru-parunya tidak berfungsi lagi.

Selain kisah mahasiswa yang paru-parunya berlubang dan muncul titik-titik hitam tersebut, ada banyak kasus lain yang terjadi di Amerika Serikat.

Menurut Laporan The Washington Post menyebutkan terdapat 354 kasus penyakit paru-paru di 29 negara bagian Amerika Serikat yang dikaitkan dengan perilaku vaping.

“Klaim vaping lebih sehat itu jelas menyesatkan publik,” tegasnya.

Mewakili pemerintah, Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif Badan POM Rita Endang mengatakan, terkait , pihaknya belum melakukan pengawasan karena bukan kewenangan mereka.

“Badan POM terus melakukan upaya meskipun belum ada kewenangan dalam pengawasan (rokok elektronik). Kewenangan Badan POM sebagaimana PP 109 Tahun 2012 yaitu kewenangan (pengawasan) terhadap rokok konvensional,” ujarnya.

Meski demikian, Badan POM pada 2015 sudah melakukan kajian tentang rokok elektrik.

Rita juga menyatakan, Pemerintah sedang menyiapkan regulasi terkait peredaran rokok elektrik ini, saat inu masih proses penusunan naskah kebijakan (Policy Paper).(L/R01/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)