Anak.jpg">Anak.jpg" alt="Memanusiakan Anak" width="192" height="167" />Oleh : Septia Eka Putri*
Seorang anak yang berbuat salah itu wajar saja, terkadang anak yang lemah sering kali diledekin, sering kali dicaci, apalagi oleh orang tua sendiri, dimana mata dan hati mereka, masyaAllah semoga kita tidak termasuk orang tua yang seperti itu, dan seorang anak juga harus mengerti apa tugas yang harus dilakukan oleh nya sebagai peran seorang anak.
Anak merupakan anugrah yang kuasa, dia adalah malaikat malaikat kecil mampu membuat orang terdekatnya tersenyum, bahagia dan menangis, kita lah penggerak dan pendorong akan jadi apa ia nanti.
Akhir-akhir ini kekerasan terhadap anak bahkan kriminalitas telah merajalela, hal yang tidak pantas diterima oleh seorang anak. Beberapa waktu lalu, seorang anak dengan nama Siti Ihtiatun Soleha (8), warga Sunter (Jakarta Utara) yang biasa dipanggil Tia, dua kaki dan tangan kanannya telah disetrika oleh ayah kandungnya sendiri, Muhammad Juhandi alias Wandi (34). Bayangkan, anak sekecil itu disetrika. Bukankah itu tindakan biadab? Jangankan anak kecil, orang dewasa pun jika tak sengaja terkena setrika panas akan merasakan sakit yang luar biasa. Tak hanya itu, Tia pun disundut dengan rokok, ditampar, di pukul dengan tali tambang jemuran. Benar-benar biadab !
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Di tempat lain, Cilincing, Jakarta Utara, Eka, bocah perempuan berumur tujuh tahun, mati dicekik ibu tirinya. Gadis mungil bernasib tragis itu menemui ajal akibat kekerasan di dalam rumahnya sendiri. Tak hanya dicekik, sebelum kematiannya, Eka diperkosa paman tirinya (Republika, 4 Januari 2006).
Akhir-akhir ini juga terjadi tindak pemerkosan di JIS (Jakarta International School), seorang petugas keamaan sekolah yang melakukan tindakan keji kepada seorang siswi SD diperkosa sampai pingsan di toilet JIS.
Terry E. Lawson, Psikiater Internasional, menyebut ada empat macam abuse, yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse.Pertama, emotional abuse terjadi ketika orang tua atau pengasuh dan pelindung anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Ibu yang membiarkan anaknya kelaparan karena tak mau diganggu, atau tak mau menyusui anaknya dengan ASI karena alasan kecantikan, mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk dan dilindungi, bisa digolongkan dalam kategori ini.
Kedua, verbal abuse terjadi ketika orang tua atau pengasuh dan pelindung anak, setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, menyuruh anak itu untuk diam atau jangan menangis. Hal ini sering tampak di sekitar kita, dimana orang tua menyuruh anak untuk diam dan jangan menangis, seringkali hal itu dilakukan dengan membentak. Tak jarang makian itu ditambahi dengan kata-kata sepeti “cengeng”, “bodoh”, “nakal”, dan sebagainya.
Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina
Ketiga, physical abuse, terjadi ketika orang tua atau pengasuh dan pelindung anak memukul anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian). Ketiga sexual abuse biasanya tidak terjadi selama delapan belas bulan pertama dalam kehidupan anak.
Anak juga manusia, Tuhan menitipkan anak-anak untuk kita perlakukan dengan cara-cara yg baik, memang kita tidaklah sempurna, namun Tuhan memampukan siapa saja yang berkemauan untuk merawat dan membimbing anak. Orang tua harus menjaga dan merawat anak, sebagai mana seorang anak butuh kasih sayang, kelembutan, dan sebagai orang tua hendaknya selalu menjaga anak nya.
Dari Abu Hurairah, beliau berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang bayi dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. Bukhari, no. 1292, Muslim, no. 2658).
Orang tua sangat sangat dan sangat penting dalam kehidupan seorang anak, merekalah penentuan baik atau buruknya anak. Dalam menunaikan tanggung jawab bersama ini, syariat datang memerintahkan sebuah cara yang kemungkinan besar akan mendatangkan hasil terbaik, yaitu melalui ‘dialog dan musyawarah’. Ini merupakan nilai yang sangat agung yang menyebabkan kebahagiaan sebuah keluarga. Musyawarah diperintahkan dalam menanggung tanggung jawab bersama, seperti firman Allah SWT, “Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya.” (Qs. Al-Baqarah: 233).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah, jika kedua orang tua sang anak setuju untuk menyapihnya sebelum sang anak berusia dua tahun dan keduanya memandang bahwa di sana ada kebaikan padanya dan mereka berdua telah bermusyawarah dan sepakat, maka tidak ada dosa bagi keduanya. Dari sini disimpulkan jika keputusan itu hanya diambil sepihak dengan mengabaikan pasangannya, maka hal itu tidak cukup. Tidak boleh bagi salah satu di antaranya keduanya memaksakan kehendaknya tanpa bermusyawarah. Hal ini dinyatakan oleh Ats-Tsauri dan yang lainnya. Di sini terdapat kehati-hatian terhadap anak dan mempertimbangkan nasibnya. Ini merupakan kasih sayang Allah terhadap hambanya dengan melimpahkan tanggung jawab kepada orang tua terhadap pendidikan anaknya dan memberikan arahan untuk kebaikannya.”
Memanusiakan anak merupakan suatu hal yang harus dilakukan oleh kedua orang tua, berikut tips merawat anak menurut Islam.
Tips Merawat Anak Menurut Islam
Pertama, memberikan nama yang baik. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits shahih :
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
أحب الأسماء إلى الله عزّ وجلّ عبدالله وعبد الرّحمن
“Nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abrurrahman.”
Kita dianjurkan member nama yang baik terhadap anak anda. Karena ketika anak anda mendengar panggilan secara berulang-ulang terhadap dirinya dengan nama-nama tersebut diatas , maka sianak pun akan terus menerus teringat adanya pertalian antara dia dan Allah yang memuliakan kedudukannya sebagai salah seorang hambanya.
Kedua, memberikan hak asi sebagaimana mestinya. Seorang anak hendaklah disusui oleh ibunya, seperti yang dikehendaki oleh islam. Banyak sekali masyarakat disekitar kita yang tiak memperhatikan kewajiban menyusui ini . salah satunya dengan cara menterahkan anaknya kepada orang lain untu disusuinya, padahal ibunya mampu untuk menyusuinya. Akibatnya anakpun tidak mempunyai pertalian batih dengan ibunyadan tumbuhlah ia dengan rasa cinta, ikatan hati yang terputus dengan ibunya.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Allah SWT berfirman, “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna” (Qs. Al Baqarah : 233).
Ketiga, memberikan keteladanan. Orang tua seharusnya menjadi contoh yang baik bagi putra putrinya, karena anak-anak itu selamanya akan mengikuti bapaknya, dan anak permpuan menguikuti ibunya. Apa yang kita perintahkan kepada anak-anak kita, hendaklah kita pun melaksanakannya.
Allah SWT berfirman, “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (Qs. Al Baqarah : 44).
Keempat, menyuruh anak–anak shalat. Orang tua harusnya menyuruh anak-anaknya shalat saat usia mereka mencapai tujuh tahun, dan memukul mereka jika meninggalkannya pada usia sepuluh tahun, sekedar untuk memberinya nasehat dan peringatan demi kebaikannya, serta mulai memisahkannya tempat tidur diantara mereka.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Kelima, mengajari mereka ilmu yang bermanfaat. Islam tidak megenal kebodohan dan kejorokan. Karena itu membina sebuah generasi adalah kewajiban yang sangat agung dalam islam. Adapun orang yang melarang anaknya menuntut ilmu dengan alasan sulit dan menganggap jalannya terlalu berliku dan melelahkan , maka ia adalah orang yang buruk kemauannya dan tidak memiliki kebijaksanaan dalam hatinya. Ajarilah anak anda dengan ilmu yang berfaedah. Karena sesungguhnya tidak setiap ilmu itu berfaedah.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT membagi ilmu ke dalam dua bagian; ilmu yang berfaedah dan, ilmu yang membahayakan. Ilmu yang membahayakan adalah seperti dalam firman Allah, “Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, Sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa Barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, Tiadalah baginya Keuntungan di akhirat, dan Amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” (Qs. Al Baqarah: 102).
Berbacam-macam sihir yang dikerjakan orang Yahudi, sampai kepada sihir untuk mencerai-beraikan masyarakat seperti mencerai-beraikan suami isteri. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang melahirkan rasa takut didalam hati seseorang kepada Allah. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dapat mempengaruhi anak-anak kita utnuk mencintai masjid, mencintai Al-Qur’an dan mencintai ilmu.
Keenam, menanamkan aneka keutamaan dan rasa percaya diri melalui pergaulan yang baik bersama mereka. Banyak orang tua yang keliru dalam memperhatikan aspek yang satu ini, dimana mereka mendidikanya dengan kekerasan dengan mencambuk dan dengan cara cara yang bengis. Akibatnya, tumbuhlah si anak dalam keadaan rendah kemauannya, kekuatannya dan rasa percaya dirinya.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Islam telah mengajarkan agar mendidik dengan cara lembut dan bijaksana, firman-Nya, “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.”(Qs. Ali Imran: 159).
Ketujuh, menjauhkan mereka dari berteman dengan orang yang buruk. Allah berfirman tentang petemanan yang buruk, “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Qs. az-zukhruf: 67).
Maka setiap kekasih, setiap sahabat dan setiap pertalian akan terputus, akan musnah, kecuali pertalian diantara orang – orang yang semata mata menginginkan ridho Allah dan kampong akhirat.
Kedelapan, mengisi waktu kosong mereka. Allah SWT berfirman, “Maka Apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami? Maka Maha Tinggi Allah, raja yang sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (yang mempunyai) ‘Arsy yang mulia.” (Qs. Al-mu’minun: 115-116).
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Betapa banyak anak-anak yang mengeluhkan waktu kosong mereka….maka denarkanlah disaat ada liburan panjang, sebagian mereka mengatakan “saat ini aku berada dalam waktu senggang.” Padahal seorang tidak ada waktu kosong, senggang dan santai serta tidak menyia-nyiakan waktu.
Kesembilan, mengapresiasi kecenderungan mereka. “Sesungguhnya, semua orang telah dimudahkan urusannya, sesuai dengan kapasitas penciptaan dirinya” (Ibnul-Qayyim rahimahumullah dalam kitabnya, Tuhfatul-Maudud fi Ahkamil-Maulud).
Maka seorang ayah tidak boleh memaksa anaknya ke dalam hal-hal tertentu yang tidak diinginkan dan tidak disujainya, jika memang anaknya sudah mampu berfikir bijaksana dan dapat mempertimbangkan akibat yang diperoleh dari pilihannya. Terakhir sebagai seorang anak jangan sampai lupa kewajiban-kewajiban kita untuk selalu menghormati kedua orang tua, karena Ridha Allah merupakan Ridha kedua orang tua. Wallahu’alam. (Putri/R2)
Disarikan dari berbagai sumber.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
*Wartawan MINA
MI’RAJ ISLAMIC NEWS AGENCY