Oleh: Ali Farkhan Tsani, Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Keluarga Besar Kantor Berita Islam Mi’raj (Mi’raj Islamic News Agency / MINA) Jakarta, kehilangan seorang wartawan seniornya, Syarif Hidayat, yang terakhir menjabat sebagai Wakil Pemimpin Redaksi (Wapemred) MINA (2013-2015), yang wafat kembali ke rahmatullah pada Selasa, 23 Rajab 1436 H. / 12 Mei 2015 M. Pkl 22.00 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
Almarhum wafat pada usia 63 tahun (lahir Cianjur, 10 Februari 1952), meninggalkan seorang isteri dan dua anak. Jenazah disemayamkan malam itu di rumah duka di Bekasi, dan dimakamkan esok paginya di pemakaman keluarga di kawasan Cianjur, Jawa Barat.
Saat Terakhir
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Syarif Hidayat, akrab dipanggil di ruang redaksi MINA dengan Pak Syarif atau Pak Syahi (singkatan dari Syarif Hidayat).
Penulis, bertemu terakhir dengan almarhum sepekan sebelum beliau dipanggil menemui Allah, Sang Pencipta.
Hari itu, Rabu siang 6 Mei 2015, Penulis begitu tergerak ingin menjenguk Pak Syarif, yang memang sudah beberapa hari terbaring di RSCM, karena sakit Leukimia dan kekurangan Trombosit.
Dari Kantor Redaksi MINA di Jalan Kramat Lontar hanya beberapa ratus meter naik motor, dibonceng reporter Rudi Hendrik, sampailah Penulis berdua di rumah sakit lantai 3, menjelang waktu dzuhur.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Pak Syarif rupanya sendirian, karena isterinya sedang menukar obat di apotek di bawah.
Setelah salam, kami berdua bergantian menjabat tangan beliau. Terasa tangannya agak bengkak, ada beberapa bekas infus, juga kedua kakinya terlihat lemas berat untuk digerakkan.
Raut wajahnya mengembangkan senyum, walau di sudut matanya terlihat seperti mau menangis. Matanya berkaca-kaca, tak banyak bicara, hanya senyum dan ucapan lirih, “Jazakallah atas kunjungannya Ustadz”. “Ya, insya Allah, ini sudah kewajiban sesama Muslim saling mengunjungi, Pak”.
Kami berdua pun mendoakan Pak Syarif, dan menyampaikan kepadanya bahwa insya Allah bagi orang beriman, sakit menunjukkan kasih sayang Allah, Allah bermaksud menggugurkan dosa-dosa dan mengangkat derajat. Asalkan sabar, baik sangka dan tetap ibadah. Begitu kurang lebih obrolan kami bertiga.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Malah beliau semakin berkaca-kaca, nampak butiran air matanya mau menetes, namun seolah ditahannya.
“Jazakallah Ustadz. Bagaimana redaksi MINA? Palestina harus terus dibela melalui tulisan, Zionis Israel harus terus dilawan,” ia mulai bicara agak keras. Memang selama penulis kenal, Pak Syarif jika bicara tentang Palestina, Al-Aqsha, selalu bersamangat.
Ini bisa dimaklumi, sebab ia sendiri sebagai wartawan pernah mengadakan kunjungan liputan langsung ke bumi Palestina, ketika ia menjadi Kepala Kantor Berita ANTARA Biro Jerman dan Belanda.
“Saya selalu bermimpi mengedit tulisan teman-teman dalam bahasa Inggris,” ujarnya lagi. Ssemasa menjabat sebagai Redaktur Bahasa Inggris di MINA, sejak 2013, ia adalah editor senior MINA edisi Bahasa Inggris.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
“Ini amanah Imaam, yang wajib terus kita amalkan,” ujarnya.
“Insya Allah, Pak. Bapak ndak usah banyak kepikiran MINA dulu Pak. Biar istirahat dulu, insya Allah segera sembuh dan dapat aktif kembali”, saya pun menimpali.
Waktu Dzuhur pun berkumandang. Saya dan Rudi izin dulu mau shalat di musholla, masih di lantai 3 RSCM.
Penulis mengingatkan Pak Syahi agar bertayammum, shalat dengan isyarat, dan boleh digabung dan diringkas (jama’ qashar). Karena sakit dan memang dalam safar. Beliau tampak senang mendengarnya, dan bersiap juga untuk shalat.
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Beberapa menit selesai shalat, kami kembali ke ruangan. Pak Syarif masih sendiri, rupanya isterinya belum kembali dari menukar obat. “Kalau lama biasanya antrean padat,” ujar Pak Syarif.
Beliau ingin mendengar ayat-ayat Al-Quran. Kamipun alhamdulillah membacakan beberapa surat pendek, mulai dari Al-Ikhlas, Al-falaq, An-Naas dan Al-Fatihah. Lalu ditutup dengan doa.
Sekali ini kami lihat kembali buliran air mata mengambang di kedua matanya. Ia tampak bahagia dan segar mendengar ayat-ayat Al-Quran tadi. Kamipun berpamitan…. Dan rupanya itu pamitan terakhir kami dengan beliau…
“Innaalillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun….”, sepekan kemudian Penulis mendapat kabar almarhum telah mengadap Ilahi dengan tenang…
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel
Postingan terakhir almarhum, yang Penulis ketahui dari laman FB-nya tertanggal 19 April, atau 25 hari menjelang wafatnya, adalah, ”Peace be upon you and May Allah’s blessings be upon you all!”. (Salam bagimu dan Semoga berkah Allah bagimu semua!).
Di usia senja 63 tahun, tapi bukan halangan almarhum berkarya. Beliau sanggup menulis, mengedit, dan mempublish hampir 300 tulisan tiap bulannya, dalam edisi bahasa Inggris. Almarhum sungguh pekerja keras, tak kenal lelah, sanggup seharian dan semalaman di depan laptopnya, menulis karya-karya terbaiknya tentang Palestina, Al-Aqsha, kekejaman Zionis Israel, dan seputar dunia islam.
Almarhum semasa hidupnya, tergolong energik dalam menulis, terutama dalam berkarya menghasilkan tulisan-tulisan terbaiknya dalam edisi bahasa Inggris, di website mirajnews.com ataupun di blog pribadinya alhajsharif.blogspot.com dan hshidayat.wordpress.com
Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel
Beberapa tulisan almarhum tentang pembelaan dan perjuangan pembebasan Al-Aqsha dan Palestina, antara lain : Muslims Should Unite and Use Power of Media to Liberate al-Aqsa Palestine, Palestine Issues New Appeal to the United Nations General Assembly : End Israeli Occupation Now, serta Selangor Declaration Calls for Concrete Actions to Liberate al-Aqsa and Palestine.
Penulis mengenal almarhum sejak Januari 2013, saat Imaam Muhyiddin Hamidy (alm) menelpon almarhum untuk bergabung dengan kantor berita MINA, membela Al-Aqsha dan Palestina serta dunia Islam.
Dengan tegas, almarhum menjawab, dan itu ia muat di postingan jejaring sosialnya, ”Insha Allah saya akan berjuang terus untuk membela kepentingan dan mengcounter serangan imperialist dan Zionists melalui dunia maya. Kita sekarang ini sedang berjihad dalam perang baru yakni perang dunia maya (cyber war) melawan Zionists dan Imperialists yg selalu berusaha merusak citra Islam,” ujar almarhum.
Terakhir, dalam juang pembebasn Al-Aqsha, atas nama media MINA, ia mengikuti Konferensi Pembebasan Al-Aqsha Palestina di Selangor, Malaysia, 7-8 Mei 2014, bersama utusan lain dari Jama’ah Muslimin (Hizbullah) dan Lembaga Kepalestinaan Aqsa Working Group (AWG) Jakarta.
Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara
Di sisi lain, ia juga sorang pembelajar cepat. Sejak Penulis kenal almarhum awal 2013 hingga Mei 2015, ia walaupun termasuk wartawan senior, tetapi tidak segan-segan bertanya kepada penulis soal-soal keislaman. Mulai dari masalah fiqih keseharian, kajian ayat Al-Quran, hingga masalah-masalah aktual. Ia sosok rendah hati dan tawadhu, kepada penulis yang usia jauh lebih muda.
Ia lebih senang dan betah jika berada di Kompleks Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, tempat awal Redaksi MINA.
Jika akan memulai rapat redaksi MINA, amarhum paling sering meminta dibacakan ayat-ayat Al-Quran terlebih dahulu sebelum dimulai rapat. “Supaya mendapat berkah Allah,” pintanya.
Beberapa ayat yang sering ia minta adalah surat al-‘Ashr, surat al-Hujurat dan al-‘Alaq.
Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu
Begitulah, latar belakang pendidikannya memang telah mencetaknya menjadi pekerja keras dan pembelajar cepat. Tercatat ia pernah belajar di jurusan Economic Reporting di International Institut fur Journalismus, Berlin Jerman, (1986). Sebelumnya pernah juga menimba ilmu di Acaedmy of Foreign Languages Bandung (1974). Sementara tingkat menengahya beliau tempuh di SMAN 1 Cianjur Jawa Barat angkatan 1971.
Adapun selama meniti karier di Kantor Berita ANTARA, selama 32 tahun sejak 1975-2008, almarhum pernah menjabat sebagai Kepala Biro ANTARA Den Haag, Belanda.
Kesan Mendalam
Menurut penuturan Anisah, isteri Syarif Hidayat, almarhum belakangan, khususnya sejak masuk RSCM beberapa kali menyatakan bahwa mungkin sudah dekat ajalnya, dan banyak minta maaf. Ia sebagai isterinya pun hanya menenangkan, agar jangan banyak berpikir dan berkata seperti itu, pokoknya jalani saja pengobatannya.
Baca Juga: RSIA Indonesia di Gaza, Mimpi Maemuna Center yang Perlahan Terwujud
“Nanti kalau memang waktunya tiba, tolong jangan lupa hubungi pihak Pesantren Al-Fatah dan Kantor Berita MINA,” kenangnya, mengingat pesan suaminya.
Keteladanan Syarif Hidayat terhadap isteri dan anak-anaknya sangat diakui oleh keluarga amarhum. Almarhum adalah sosok kepala keluarga yang taat pada Islam dan selalu memberikan nasihat kepada keluarganya, khususnya isterinya.
Pada ulang tahun isterinya tahun 2012 lalu, almarhum memberikan kado puisi berjudul: Untuk Isteriku Tercinta, yang isinya:
Isteriku Tercinta, Tetapkanlah Islam sebagai agamamu.
Tetapkanlah Allah sebagai Tuhanmu, dan tiada yang lain selain Dia.
Tetapkanlah Muhammad sebagai Nabi dan Rasulullah.
Tetapkanlah Al Qur`an sebagai kitab dan penuntunmu.Wahai cahaya hatiku.
Ucap dua kalimah syahadat di setiap desah nafasmu.
Sembahyanglah lima waktu dalam hari harimu.
Berpuasalah sebulan dalam bulan Ramadhan.
Tunaikanlah haji ke Baitullah Rumah Allah jikalau kau mampu.
Tunaikanlah zakat selagi kau mampu.
Jangan lupakan Infaq Shadakah dan menyantuni mereka yang tidak mampu. Wahai bidadariku
Beriman selalu hanya kepada ALLAH
Berimanlah bahwa Allah telah menciptakan Malaikat-malaikat
Berimanlah bahwa Allah telah menciptakan Kitab-kitab Al Qur`an dan kitab kitab sebelumnya
Berimanlah kepada nabi dan Rasul rasul
Yakinlah dan Berimanlah akan adanya Hari Kiamat
Yakinlah dan Berimanlah kepada Qada dan Qadar Wahai pesona jiwaku.
Hidupmu kelak akan lebih keras dan berat.
Lebih keras dan berat dari kehidupan kami orangtuamu.
Maka bekalkanlah dan perkuat keimanan dan ketaqwaan.
Agar kalian selamat sampai di tujuan hidupmu kelak.Wahai penyempurna hidupku.
Ingatlah dan camkanlah beberapa hal
Bahwa yang singkat itu WAKTU,
Yang dekat itu MATI,
Yang besar itu NAFSU,
Yang berat itu AMANAH,
Yang sulit itu IKHLAS,
Yang mudah itu BERBUAT DOSA
Yang abadi itu AMAL KEBAJIKAN,
Yang akan diinvestigasi itu AMAL PERBUATAN,
Yang jauh itu MASA LALU.
Persiapkanlah dirimu untuk semua hal itu. Wahai masa depanku.
hiduplah demi akhiratmu
karena itu yang akan abadi kekal selamanya
janganlah kalian hidup demi duniamu
karena itu hanya semu dan bakal termakan waktu Wahai permataku,
Doa orangtuamu selalu menyertaimu.
Semoga Allah selalu membimbingmu.
Semoga Allah selalu meridhoimu.
Semoga Allah selalu mendampingimu.
Dalam setiap langkahmu, doamu dan dalam semua kehidupanmu. SELAMAT ULANG TAHUN…
Hingga akhirnya, pada hari H meninggalnya, seperti biasa, bada isya itu ia masih setia mendampingi suaminya, sambil menunggu giliran shif puteranya. Beberapa menit sebelum Allah memanggil suaminya, pak Sahi minta minum, terus minta dibacakan ayat Kursi. Anisah, isterinya yang hafal ayat itu pun membacanya, lalu setelah itu meniupkannya ke wajah suaminya tercinta…. Dan… less…. Saat itu pula, matanya memejam, denyut nadinya dipegang sudah tidak bergerak lagi….. lalu segeralah ia panggil suster untuk memeriksanya… dan memang Bapak Syarif Hidayat sudah tiada…. Innaalillaahi wainnaa ilaihi rooji’uun..
Sesuai pesannya, Anisah isteri almarhum pun menghubungi beberapa nama di Pesantren Al-Fatah dan MINA, termasuk penulis sekitar Pkl 22.30 WIB. Tapi penulis waktu itu sudah bersiap tiduran di kursi panjang di ruang tengah di rumah Kompleks Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor… Sekitar satu jam kemudian, sekitar Pkl 23.00 lebih, penulis terbangun, dan melihat handphone ada yang telepon atas nama Syarif Hiddayat…. Lalu, Penulis telepon balik tidak diangkat…. Sampai kemudian penulis menerima pesan singkat berita duka tersebut.
Penulis, Office Manager MINA Tatang Syahria, pun dalam hitungan menit segera meluncur ke rumah duka di Kompleks Perumahan LKBN ANTARA II No. 17 Bintara Jaya RT 05 RW 010 Bekasi Barat.
Beberapa wartawan MINA sudah berada di RSCM mengurus jenazah hingga mengantar ke rumah duka, ada Rina, Putri, Chamid dan Rana. Bergabung di rumah duka tengah malam itu sampai pagi, Pemred MINA Ismet Rauf.
Pagi setelah dimandikan, pelaksanaan shalat jenazah dan doa di rumah duka dipimpin oleh Imaamul Muslimin KH Yakhsyallah Mansur, MA. Tampak hadir pula Ahmad Sholeh dari yayasan MINA.
Kemudian diantar dengan iring-iringan kendaraan ambulans, pihak keluarga dan kru MINA ke peristirahatan terakhir, pemakaman di Cianjur, Jawa Barat.
Tak terkecuali, rekan-rekan MINA begitu merasa kehilangan almarhum. Rahmi yang menjadi murid juniornya berucap singkat dan terbata, “terngiang nasihat almarhum di telinga ini, ia selalu mengingatkan kami wartawan-wartawan muda. Selalu memberikan motivasi jurnalistik untuk jihad.
“Saya sungguh shock, betapa siang hari pada hari wafatnya, saya sempat berkunjung kembali ke rumah sakit, dan berbincang-bincang dengan almarhum. Sahabat lama kini sudah tiada,” ujar Ismet Rauf Pemred MINA.
Ucapan Duka
Ucapan duka pun membanjir dari kantor lamanya ANTARA, dari pusat dan biro-biro daerah-daerah, menunjukkan namanya dikenang bukan hanya sebagai sesama rekan wartawan tetapi juga sahabat sejati. Sahabat yang tidak berhenti walau sudah sama-sama pensiun.
“Semoga semua karya-karyanya menjadi tabungan amal shalih di sisi-Nya,” harapan Ismet Rauf.
Pemimpum Umum MINA, Adhi Wargono atas nama pimpinan, staf, pribadi dan keluarga mengucapkan, “semoga Allah menerima amal ibadahnya, mengampuni segala dosa-dosanya, serta keluarga yang ditinggalkannya diberikan kekekuatan dan ketabahan lahir batin”. Aamiin.
“Selamat jalan guru besarku, kau akan selalu kukenang dalam jasa dan nasihatmu. Semangat menulismu akan kami teruskan”.
Beberapa saat sebelum almarhum menghembuskan nafas terakhirnya. Ia sempat menyampaikan dan mengingatkan para wartawan MINA, agar terus menulis.
“Kita hidup di dunia ini hanya sementara, dan segala makhluk yang ada di dunia ini akan kembali pada Sang penciptanya,” ujar almarhum, yang mempunyai semboyan hidup antara lain, “Persahabatan sejati didasari kejujuran dan keikhlasan”. Subhanallah.
Beberapa rekan dialognya di jejaring sosial berucap, “walau saya hanya kenal beliau sebatas pertemanan di media sosial, saya yakin sekali beliau seorang yang humanis religious, yang mempunyai empati besar terhadap sesama. Semoga amal ibadahnya diterima di sisi Allah, Indonesia dan umat kehilangan salah seorang putera terbaiknya”, bunyi ucapan belasungkawa di jejaring sosial. “Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu ‘anhu….”. Aamiin yaa robbal ‘aalaamiin. (T/P4/R01)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)