Jakarta, MINA – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menegaskan, moderasi beragama adalah salah satu solusi terbaik saat ini dalam mengantisipasi potensi konflik di negara yang memiliki keragaman seperti Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Menag saat menjadi keynote speaker pada acara International Conference On Religiuous Moderation (ICROM) secara Hybrid di Jakarta Rabu (27/7).
Dalam acara yang mengambil tema Religious Moderation In The Digital Space itu, Menag menyampaikan, sebagai negara multikultural dan multireligius, Indonesia selama ini terbukti mampu menjaga kerukunannya. Masyarakat Indonesia yang penuh warna, masih bisa mengikatkan diri pada kesatuan dalam keragaman.
“Di Indonesia, keberagaman suku, ras, agama dan kepercayaan, tidak menciptakan perpecahan tetapi menjadi mozaik yang saling melengkapi. Begitu juga sebagai negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau dengan ratusan pemerintahan administratif, Indonesia tetap kokoh dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujarnya.
Baca Juga: Terakreditas A, MER-C Training Center Komitmen Gelar Pelatihan Berkualitas
Meski demikian, Menag mengingatkan, kesadaran akan pentingnya menjaga kerukunan di tengah kondisi damai ini tetap harus ditingkatkan. Sebab, potensi konflik di negara yang beraneka ragam itu selalu ada.
“Di beberapa daerah, masih ada gesekan atau bahkan konflik. Ada juga penolakan terhadap minoritas,” terangnya.
Belakangan ini, lanjut Menag, ada juga sebagian orang yang melakukan interpretasi ajaran lalu merasa paling benar. Mereka mengklaim kebenaran yang dipahaminya sebagai yang paling benar, lalu menyalahkan orang lain. Masih ada juga sekelompok orang yang bermasalah dalam komitmen kenegaraan.
Menag mengatakan, revolusi teknologi informasi juga membuat masa inkubasi potensi konflik menjadi lebih pendek dan lebih cepat. Penularan ujaran kebencian misalnya, bisa menjadi viral dalam hitungan detik. Satu kasus di desa terpencil, dalam hitungan detik bisa menyebar dan membakar emosi orang-orang di pelosok negeri.
Baca Juga: Tiba di Inggris, Presiden Prabowo Hadiri Undangan Raja Charles III
“Media sosial sebagai media komunikasi ternyata juga menjadi akselerator. Oleh sebab itu kita perlu semakin sadar bahwa dunia digital butuh literasi digital, agar kehidupan beragama di Indonesia tidak terpengaruh situasi distrubsi ini,” lanjut Menag.
Menginternasionalkan Moderasi Beragama
Banyak negara menghadapi masalah yang sama dalam kehidupan beragama, seperti ekstremisme dan populisme. Ada juga beberapa kekerasan dan/atau konflik agama yang membutuhkan pendekatan moderat. Menurut Menag, Indonesia perlu mengembangkan moderasi beragama secara lahiriah, lalu mengekspornya ke dunia, sambil terus melakukan penguatan internal. Akan hal ini, ada tiga hal yang menurut Menag harus dilakukan.
Pertama, memperkuat konsep pemahaman keagamaan yang moderat dan menuliskannya secara lebih komprehensif dan terstruktur, sehingga mudah dipahami oleh siapa saja. Kedua, mencoba menerapkan konsep tersebut pada kasus nyata, sehingga kekuatan dan kelemahannya dapat diketahui lebih awal.
Baca Juga: Syubban Jambi Kibarkan Bendera Palestina di Puncak Gunung Dempo
Ketiga, konsep pemahaman keagamaan yang moderat di Indonesia harus dikonstruksi secara inklusif, sehingga secara otomatis nilai-nilainya dapat diterima dalam kondisi dan negara apapun.
“Sekali lagi, ini adalah pekerjaan rumah besar bagi akademisi, universitas, dan lainnya untuk melakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut, serta untuk mempromosikan atau mengekspornya ke dunia,” pungkas Menag. (R/R5/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ulama Palestina: Ujian Pertama untuk Bebaskan Al-Aqsa adalah Shubuh Berjamaah