Oleh Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj News Agency (MINA)
Jalaluddin duduk tenang di bawah tenda terpal biru kecil. Tenda kecil itu ditegakkan hanya oleh bambu yang merapat di tembok rumah tetangganya. Tenda itu di salah satu sudut tanah lapang yang dijadikan Jalaluddin sebagai lahan usahanya.
Pria berkulit hitam itu sudah berusia 55 tahun. Rambutnya sudah rata oleh uban, sehingga dari jauh pun ia mudah dikenali karena rambutnya yang putih.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Saat MINA mendatanginya pada Senin siang, 26 November 2018 di Rt 04/08 Kelurahan Salembaran Jaya, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten, ia sibuk menyortir, kegiatan memilah-milah sampah untuk dikumpulkan berdasarkan jenisnya.
Di beberapa sisi di lahan sepetak itu terdapat sejumlah tumpukan karung yang berisi berbagai jenis limbah yang sudah disortir.
Memilah-milah sampah adalah pekerjaan harian Jalaluddin saat ini, setelah delapan bulan yang lalu ia memutuskan beralih profesi dari buruh pabrik garmen yang sudah ditekuninya selama belasan tahun.
Ia lalu mengajak MINA berbincang di rumahnya, beberapa puluh meter dari lahan usahanya menyortir limbah sampah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Saat itu, rumah semen sederhana Jalaluddin masih ramai oleh anak-anak kecil yang ditunggui oleh ibu-ibunya. Satu bangunan satu ruang di halaman depan berfungsi untuk mendidik anak-anak PAUD. Rohayati, istri Jalaluddin adalah lulusan Madrasah Aliyah Al-Fatah di Ponpes Shuffah Hizbullah Lampung. Ia mengajar PAUD dan pendidikan Al-Quran bagi anak-anak di lingkungannya.
Semua Sampah Plastik Bernilai Ekonomi
Belasan tahun lamanya Jalaluddin bekerja di pabrik garmen dengan upah di bawah Rp2 juta per bulan. Sejak delapan bulan lalu ia memutuskan beralih usaha kepada sampah dengan modal secukupnya, seiring daya penglihatannya yang semakin berkurang.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Jalaluddin masih berkutat dalam jual beli sampah dalam partai kecil. Ia membeli limbah dari lingkungan warga sekitar, termasuk dari warung-warung kelontong berupa kardus. Sesekali ia membeli limbah plastik dari pabrik. Faktor tidak adanya mobil pengangkut membuatnya kesulitan untuk membeli limbah dari pabrik dalam jumlah besar. Biaya angkutnya bisa menjadi lebih tinggi jika menyewa mobil.
Jenis sampah yang ia olah seperti plastik, kertas, kardus, kones, seng, aluminium, besi dan lainnya. Besi berat pun ia bisa terima jika kuat di modal.
Setelah membeli, limbah harus disortir karena ketika barang itu datang, kondisinya masih tercampur dengan jenis-jenis yang lain dan perlu dibersihkan. Seperti sampah plastik, harus dipilah sesuai warna dan jenis. Ada plastik PETE, HDPE, PP, PS, dan lainnya.
Sampah yang sudah terkelompok dan bersih, barulah dijual ke perusahaan, lapak yang lebih besar, atau pengepul.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
“Pemulung jangan dilihat dari sisi naifnya, naif cara dia mencari rezeki. Justru mereka memiliki pemikiran maju untuk memajukan lingkungan, paling tidak lingkungan keluarga karena menyangkut kebutuhan finansial keluarga,” kata Jalaluddin.
Menurutnya, di saat orang-orang yang tidak peduli dengan kebersihan plastik dan main buang sembarangan, seorang pemulung sampah memiliki peranan penting.
“Sampah plastik memiliki nilai ekonomi. Seharusnya para aktivis lingkungan dilibatkan agar memiliki keterikatan. Pemerintah juga harus berperan. Pada intinya, semua jenis plastik bisa dijual, tinggal kemauan dari masyarakat,” tegasnya.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Menimbun Plastik di Rumah Bertahun-tahun
Di masa ketika Jalaluddin masih berstatus buruh kontrak di pabrik garmen, ia harus berjuang berangkat pagi dan pulang malam membanting tulang, terutama mencari penghasilan untuk membiayai sekolah dua anaknya di pesantren, Wilda dan Rido. Tidak sungkan-sungkan ia bekerja di dua tempat berjauhan dalam satu hari.
Selama bertahun-tahun lamanya, Jalaluddin mengumpulkan limbah plastik bekas pembungkus bahan garmen. Limbah itu ia timbun di salah ruang rumahnya hingga suatu hari mencapai hampir 1 ton beratnya.
Hasil penjualan plastik itulah yang kemudian sangat membantu biaya kuliah putrinya, yang tertua dari tiga bersaudara.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
“Modal kuliah Wilda, saya tampung plastik beberapa tahun sampai hampir 1 ton. Sampai hari ini Rido masih kuliah saya sudah bersyukur,” katanya merujuk kepada putrinya yang sudah bekerja dan anak keduanya yang tinggal menunggu wisuda.
Limbah Itu Membawa Berkah
Berbeda dengan Muhammad Kholil, ia memiliki lahan usaha di bidang sampah yang lebih besar dengan dua lahan cukup luas. Terhampar serpihan plastik yang sedang dijemur hasil dari penggilingan. Di sisi lain, bertumpuk banyak karung berisi sampah plastik yang belum disortir.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Ia di bidang penggilingan sampah berbahan plastik. Plastik-plastik yang sudah terkelompok berdasarkan partainya, dihancurkan dengan mesin penggiling yang kemudian dijemur lalu dipak setelah kering.
Pemuda kelahiran 1979 itu menganggap limbah sampah sebagai sesuatu yang membawa keberkahan.
Memakai kaos loreng TNI dan bertopi dengan tulisan Arab kalimat tauhid, pria beranak lima itu berbincang dengan MINA, Senin siang (26/11/2018).
“Yang namanya limbah, bagi yang tahu prosesnya dan tahu jenisnya, manfaatnya luar biasa, membawa berkah. Kelihatannya jorok, kumal, tetap ada nilai-nilainya. Tidak kecil uangnya. Berkah dan manfaatnya luar biasa,” katanya.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Meski sudah lama berkecimpung dengan dunia sampah, baru setahun yang lalu Kholil memiliki modal untuk membuka usaha penggilingan limbah plastik.
Awalnya ia harus pergi keluar mencari pemasok di berbagai lapak. Setelah terjalin kemitraan, ia lebih mudah mendapatkan barang.
Usaha yang dibukanya juga memberi manfaat bagi sanak kerabat dengan adanya lapangan pekerjaan baru. Ia mempekerjakan lima sanak kerabatnya.
Limbah yang sudah dihancurkan nantinya dijual ke pengepul yang berlanjut ke perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang jenis plastik. (A/RI-1/RS1)
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!