Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Mengasah Gergaji” Bagi Aktivis Filantropi di Tengah Pandemi Covid-19

Insaf Muarif Gunawan - Sabtu, 30 Mei 2020 - 14:14 WIB

Sabtu, 30 Mei 2020 - 14:14 WIB

7 Views

Nana Sudiana (Sekjend FOZ & Direksi IZI) (doc. Rumah Zakat)

Oleh:
@Nana Sudiana (Aktivis dan Pemerhati Sosial Kemanusiaan)

Kalimat “Mengasah Gergaji” yang dalam bahasa Inggris-nya “Sharpen the Saw” bukanlah kalimat yang asing bagi kita. Kalimat ini dengan mudah ditemukan di buku-buku ber-genre motivasi atau nasihat-nasihat untuk kemajuan personal maupun organisasi. Kalimat ini semakin populer ketika digunakan Stephen R.Covey dalam bukunya yang berjudul “The 7 Habits of Highly Effective People” (“Tujuh kebiasaan Manusia yg sangat efektif”).

Dalam bukunya, Stephen R Covey menuliskan bahwa ada tujuh kebiasaan orang yang sangat efektif, yaitu : Pertama. Menjadi proaktif; kedua. Memulai dengan tujuan akhir; Ketiga. Mendahulukan yang utama; Keempat. Berpikir menang menang;, Kelima. Berusaha untuk memahami lebih dahulu baru dipahami; Keenam. Mewujudkan sinergi; Ketujuh. Mengasah gergaji.

Di buku tersebut, Covey mengelompokan ketujuh kebiasaan efektif menjadi tiga bagian yaitu : Bagian pertama, yakni kebiasaan 1, 2, dan 3 berfokus pada penguasaan diri dan berpindah dari ketergantungan ke kemandirian. Bagian kedua, yaitu kebiasaan 4, 5, dan 6 yang berfokus pada pengembangan kerja tim, kolaborasi, dan kemampuan komunikasi, dan bergerak dari kemandirian menuju saling ketergantungan. Bagian ketiga, yaitu kebiasaan yang ketujuh (7) yang difokuskan pada pertumbuhan dan peningkatan yang berkesinambungan, dan mewujudkan semua kebiasaan lainnya.

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Sebagaimana kita baca dari buku tadi, ketujuh kebiasaan manusia yang sangat efektif mencakup banyak prinsip dasar dari efektivitas manusia. Kebiasaan-kebiasaan ini bersifat mendasar dan merupakan hal yang primer. Ketujuh kebiasaan ini pula menggambarkan internalisasi prinsip-prinsip yang benar yang menjadi dasar kebahagiaan dan keberhasilan yang langgeng bagi kehidupan manusia.

Dalam tulisan singkat kali ini, kita tidak akan menjelaskan ketujuh kebiasaan yang digambarkan Stephen R Covey, namun hanya akan fokus pada mendeskripsikan bagaimana kebiasaan yang ketujuh, yakni “Mengasah Gergaji” bisa dilakukan para aktivis filantropi di tengah Pandemi Covid-19 seperti saat ini.

Urgensi “Mengasah Gergaji
Buku Stephen R Covey memang spesial. Ia adalah buku serius dan berparadigma besar namun diramu dan dijabarkan dengan kalimat-kalimat yang sederhana dan lugas. Dalam buku ini, kita diberikan gambaran awal tentang berapa banyak individu yang telah mencapai tingkat keberhasilan luar biasa, tapi masih mendapati diri mereka berjuang untuk  kebutuhan batin dengan mengembangkan efektivitas pribadi dan meningkatkan hubungan yang sehat dengan orang lain.

Saat membaca buku ini, kita jadi tahu bagaimana cara kita melihat dunia. Cara kita melihat sesungguhnya didasarkan pada persepsi kita sendiri. Dan untuk mengubah situasi tertentu, ternyata kita harus rela mengubah diri kita sendiri. Adapun untuk mengubah diri kita sendiri, kita harus pula bersedia mengubah persepsi yang kita miliki saat ini. Tidak mudah bukan?.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Pada awalnya, kita memandang bahwa kesuksesan itu soal materi. Kesuksesan itu erat hubungannya dengan kedudukan, dan juga jabatan. Namun Covey justru mengatakan di bukunya bahwa fondasi kesuksesan didasarkan pada etika karakter (hal-hal seperti integritas, kerendahan hati, kesetiaan, kesederhanaan, keberanian, keadilan, kesabaran, industri, kesederhanaan, kerendahan hati, dan Golden rules).

Dalam buku ini juga Steven Covey menjelaskan bahwa ada perubahan dalam cara manusia mendefinisikan kesuksesan dari waktu ke waktu. Kesuksesan menurutnya telah bergeser ke arah “etika kepribadian” (di mana kesuksesan adalah fungsi kepribadian, citra publik, sikap dan perilaku).

Dengan begitu, kesuksesan hidup bukanlah hal instan. Jika kita ingin sukses, tidak lantas meniru orang lain begitu saja. Saat melihat orang lain atau organisasi lain yang  sukses kita tidak lantas bertanya, “Bagaimana Anda melakukannya?”.  Lebih jauh malah meminta : “Ajari saya teknik yang Anda jalankan!”.

Jalan pintas meniru dari pihak lain belum tentu sesuai untuk kita. Walau mungkin jalan pintas ini akan menghemat usaha dan waktu yang kita miliki, namun bila tak ada proses yang tepat, justru akan menghancurkan kita di masa depan. Ia bisa jadi sebagai “penutup luka” instan, yang justru berisiko tidak menyembuhkan secara tuntas.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Covey mengajari kita agar kita fokus pada kemampuan internal untuk melihat secara jermih persolan yang kita miliki, termasuk potensi yang kita miliki. Begitu pula cara kita melihat masalah dalam kehidupan. Kita harus rela mendalami dan melihat dengan jernih setiap masalah kita sendiri.

Kata Covey, kita juga harus berusaha melakukan perubahan paradigma untuk mengubah diri kita secara fundamental. Perubahan ini juga tidak hanya akan mengubah sikap dan perilaku, namun harus mencapai perubahan yang sebenarnya. Ia juga tak hanya akan mampu menghasilkan solusi jangka pendek namun diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah besar yang lebih strategis dan mendasar.

Dalam menuju kesuksesan, bisa jadi kita masing-masing mempunyai banyak peta di dalam kepala kita. Namun karena sejumlah keterbatasan, kita sering hanya mengamsumsikan bahwa cara kita menuju jalan sukses yang akan kita tuju hanyalah jalan yang kita tahu dan kenali saja.

Kita juga kadang terjebak bahwa menuju kesuksesan adalah dengan fokus dan bekerja terus menerus tanpa henti. Dengan kemampuan yang kita miliki kita melakukan cara yang sama, berulang terus menerus. Kita menafsirkan bahwa cara sukses, ya terus menuju jalan dan cara yang sama. Kita tidak sadar, kemampuan kita makin lama bisa makin tumpul dan makin lemah.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Substansi kalimat “Mengasah gergaji” adalah meningkatkan dan memperbaiki kemampuan yang dimiliki. Maknanya secara umun mengarah pada sebuah upaya memperbaharui diri secara terus-menerus dalam keempat bidang kehidupan dasar manusia : fisik, sosial (emosional), mental, dan ruhaniah.

Kebiasaan inilah yang akan meningkatkan kapasitas kita untuk menerapkan kebiasaan-kebiasaan efektif lainnya. Kebiasaan “mengasah gergaji” sangat berguna untuk menjaga kesegaran pikiran dan motivasi kita dalam menghadapi kehidupan. Kebiasaan ini juga tepat dilakukan ditengah pandemi yang membatasi berbagai aktivitas kehidupan kita.

Selain hal tadi, kebiasaan “mengasah gergaji” akan membantu meningkatkan kemampuan dan pengetahuan kita secara berkesinambungan. Stephen R Covey menggambarkan kebiasaan ini dengan ilustrasi seseorang yang sedang menggergaji sebatang pohon besar. Berjam-jam ia menggergaji, tanpa ada kemajuan yang berarti. Tapi ia terus saja menggergaji, tanpa berhenti, tanpa hasil, dan tanpa menyadari bahwa gergajinya telah tumpul.

Ketika tak ada kesadaran untuk berhenti dan memeriksa gergajinya, maka ia justru akan terjerumus pada kegagalan. Ia harus berhenti dan mengambil waktu untuk mengasah gergajinya agar tajam kembali dan bisa digunakan dengan baik. Bila ia telah melakukan hal ini, tentu ia akan kembali menebang pohon dengan mudah dan cepat. Dengan gergaji yang telah tajam kembali, pekerjaan menebang pohon dan kemudian memotong-motongnya dengan gergaji, bukankah hal susah.

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Mengasah Gergaji” dan bersiap kembali
Mengasah gergaji ini tak sederhana. Ada dimensi fisik, dimensi spiritual, dimensi mental dan dimensi sosial (emosional) yang harus terus diperhatikan dan dijaga pertumbuhannya. Keempat-nya harus secara seimbang bertumbuh dan terus berkembang secara simultan. Agar efektif, kita harus mencurahkan waktu untuk memperbarui diri kita secara fisik, spiritual, mental, dan sosial. Pembaruan terus menerus memungkinkan kita untuk secara sinergis meningkatkan kemampuan kita untuk melatih setiap kebiasaan.

Kebiasaan ke 7 terfokus pada pembaharuan, atau meluangkan waktu untuk “mempertajam gergaji.” Ini melingkupi semua kebiasaan lainnya dengan melestarikan dan meningkatkan aset terbesar Anda yaitu  diri Anda sendiri. Penguatan dan pengembangan keempat dimensi sifat kita ini harus dilakukan secara terukur dan seimbang agar hasilnya optimal. Dibawah ini digambarkan bagaimana menguatkan dan mengembangkan masing-masing dimensi :

Pertama, penguatan dan pengembangan dimensi fisik. Kita tahu bahwa penguatan dan pengembangan fisik akan bermanfaat bagi kehidupan kita. Pelatihan dan penguatan fisik secara terus menerus dengan baik akan meningkatkan kapasitas kita dalam bekerja serta pengembangan kehidupan lainnya. Juga akan bermanfaat ketika diperlukan untuk menyesuaikan diri dalam beragam situasi dan peristiwa yang dialami dalam kehidupan. Fisik yang baik dan terawat juga, akan berpengaruh ketika kita menikmati kehidupan yang dijalani. Tanpa fisik yang baik, pastilah ada hambatan dalam menikmati kebaikan-kebaikan dalam kehidupan.

Saat kita melakukan penguatan dan pengembangan dimensi fisik ini, kita sesungguhnya sedang merawat dan memperbarui diri kita agar terus bermanfaat dan bisa berbuat banyak untuk memenuhi kebutuhan sendiri, sekaligus bisa digunakan untuk menolong orang lain. Dalam merawat fisik ini, sejumlah hal yang harus kita lakukan diantaranya : makan dengan makanan yang baik, istirahat dan relaksasi yang cukup, dan berolahraga secara rutin dan teratur. Olahraga ini diperlukan fisik kita untuk mempertahankan kebugaran, membangun daya tahan dan kekuatan. Dengan fisik yang sehat dan terawat, kita bisa memiliki kebiasaan untuk selalu proaktif dan memiliki kesiapan menjalani hidup dengan baik.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Kedua, penguatan dan pengembangan dimensi spiritual. Dalam proses ini, kita melakukan hal ini dengan tujuan untuk memperbarui diri serta rohani kita. Penguatan spiritual ini penting untuk memberikan pengaruh kebaikan dalam visi kepemimpinan dalam kehidupan kita. Hal ini juga akan bermanfaat untuk memperkuat komitmen kita terhadap nilai-nilai yang kita anut dan kita yakini. Covey mengatakan untuk menguatkan rohani bisa dengan meditasi. Bagi kita yang muslim, tentu saja untuk memperbarui rohani, dapat dilakukan dengan meningkatkan dzikir, tilawah Al Qurán, shalat serta melakukan ibadah-ibadah lainnya secara rutin. Ada manfaat besar ketika kita fokus untuk menguatkan dan mengembangkan dimensi spiritual kita, yakni kita dengan fokus dan sekaligus merevisi secara terus menerus kebiasaan yang ke-2 yaitu mulai dengan tujuan akhir dalam pikiran. Saat kita tak kesulitan merevisi kebiasaan tadi, kita akan mudah mencapai cita-cita dan mimpi yang kita idam-idamkan dalam kehidupan kita.

Ketiga, menguatkan dan mengembangkan dimensi mental. Hal ini bertujuan memperbarui kesehatan mental kita. Mental yang baik akan berkontribusi pada pikiran yang baik pula. Untuk sampai pada perbaikan mental, kita dapat membaca buku-buku dan literatur yang baik dan mencerahkan. Bisa juga didapat dari beragam jurnal, majalah serta literatur lainnya yang bisa memperkaya pikiran, pengetahuan dan wawasan kita. Dalam hal ini juga, pengalaman orang lain yang baik, cerita-cerita inspiratif serta berbagai informasi positif lainnya bisa kita simpan dan kelola dengan baik.

Untuk terus berpikir positif dan penuh nilai-nilai baik yang tercerahkan kita juga dengan sadar harus merelakan diri untuk mengurangi porsi kita dalam menonton televisi. Bukan apa-apa, dengan fokus meninggalkan televisi, diharapkan waktu dan perhatian kita bisa lebih banyak untuk hal-hal yang lebih bermanfaat. Bisa kita gunakan untuk membaca, menulis atau mengkaji hal-hal lain yang lebih berguna. Dengan berfokus pada dimensi mental kita berusaha melatih Kebiasaan nomor Tiga yakni  mengelola diri kita secara efektif untuk memaksimalkan penggunaan waktu dan sumber daya kita.

Keempat, menguatkan dan mengembangkan dimensi sosial atau emosional. Dalam proses ini kita bertujuan untuk memperbarui diri kita secara sosial. Hal ini tak lain untuk mengembangkan hubungan yang berarti dengan pihak lain. Dalam memperbarui diri secara emosional, kita dapat melakukan sejumlah aktivtas : menemukan cara untuk sangat memahami orang lain, buat kontribusi untuk proyek-proyek bermakna yang memperbaiki kehidupan orang lain, mempertahankan mental keberlimpahan, dan berusaha untuk membantu orang lain.

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Dengan terus menguatkan dan mengembangkan dimensi sosial atau emosional yang kita miliki secara terus menerus, sesungguhnya kita ikut juga mendorong dan membantu orang lain menemukan kesuksesan. Memperbarui dimensi sosial dan emosional kita akan dapat membantu melatih Kebiasaan nomor 4, 5, dan 6 dengan mengakui bahwa solusi menang-menang memang ada, berusaha untuk memahami orang lain, dan menemukan alternatif ketiga yang saling menguntungkan melalui sinergi.

Akhirnya.
Mengasah gergaji” bukan semata soal latihan dan menempa diri dalam sebuah jeda proses berkarya. hal ini pun bukan bermakna tentang liburan, melakukan hal-hal menyenangkan atau sekedar mengerjakan hobi. “Mengasah gergaji” ini sejatinya tentang semua hal yang bisa kita siapkan untuk terus tumbuh, dan berkembang lebih baik.

Dengan “Mengasah gergaji” di tengah masa pandemi Covid-19 saat ini, bagi para aktifis filantropi justru menjadi sebuah kesempatan untuk memperkaya diri dan menguatkan kapasitas. Jeda waktu ditengah berbagai kebijakan yang membatasi, seperti social distancing maupun physical distancing mala membuat banyak aktivis memiliki waktu untuk belajar banyak hal yang selama ini mungkin tak sempat dilakukan.

Dengan konsep “mengasah gergaji” yang dimiliki akan lahir spirit baru yang penuh kesegaran dan kemampuan yang lebih baik dari sebelum ini. Pandemi Covid-19 yang terjadi, malah membuat “madrasah belajar” para aktivis yang bisa menemukan ide-ide baru atau solusi-solusi baru dalam menemukan permasalahan ditengah umat dan bangsa.

Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin

Mengasah gergaji” ini juga bukan jebakan rutinitas pekerjaan baru. Ia justru mendorong semua kebiasaan baik yang bermanfaat semakin kuat untuk dilakukan.  Diharapkan, nantinya tidak ada satu hari pun boleh berlalu, tanpa ada kemanfaatan baru. Dengan semangat dan energi baru yang terus tumbuh, proses membantu dan melayani orang lain yang kesusahan bisa ringan dilakukan, bahkan tanpa syarat apapun juga.

Semakin lama dan semakin baik sebuah gergaji di asah, maka semakin mudah memotong kayu walau sebesar apapun. Dengan ketajaman dan kecepatan ketika memotong kayu, maka proses membentuk kayu menjadi barang-barang yang berguna bagi manusia pun semakin lebih cepat dilakukan. Begitu pula para aktivis fiantropi, begitu kemampuannya terasah dengan baik, ia akan dengan mudah mampu menyelesaikan sejumlah persoalan sosial kemanusiaan yang ada di sekelilngnya. (A/R8/P1)

#Ditulis dihari Keempat Syawal 1441 H (27 Mei 2020)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa

Rekomendasi untuk Anda