Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)
Dalam kompetisi global, jika ingin bukan hanya survive, tapi surplus, maka cobalah geser sedikit pola berpikir kita melalui apa yang dikatakan dengan ‘Outside the Box’ atau diperpendek ‘Out the Box’.
Out the Box (keluar dari kotak), secara umum dalam dunia manajemen dimaknai sebagai cara berpikir secara imajinatif dan kreatif menggunakan gagasan-gagasan baru (to think imaginatively using new ideas).
Dulu tahun 70-80-an para konsultan manajemen memberikan tantangan kepada klien mereka untuk memecahkan teka-teki “sembilan titik”, yang solusinya memerlukan pemikiran kreatif.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Berpikir ‘Out the Box’ berarti melihat lebih jauh dan mencoba memikirkan hal-hal di luarnya.
Box (kotak) dimaknai sebagai suatu kekakuan, pemikiran yang terbatas, tidak imajinatif. Padahal, pikiran manusia dengan jutaan atau malah miliaran sel dan file, sangat dapat terbuka dan tidak terbatas hingga ke langit biru.
Dalan kajian ilmiah, dorongan untuk mencari solusi dari luar pola pikir biasa, digagas Edward De Bono (1967), psikolog asal Inggris. De Bono menggunakan istilah Lateral Thinking (Creative Thinking) dan kemudian mengembangkannya sebagai metode kreativitas terstruktur.
Hasilnya, ternyata luar biasa. Gagasan-gasan tanpa batas mengalir dengan otomatis bagi mereka yang senang berpikir kreatif. Namun, akan sangat sulit bagi orang yang hanya berpikir lebih suka di zona nyaman, tidak mau repot-repot, waduh susah, banyak kendala, dan seterusnya. Ia lebih berpikir pada masalah bukan pada solusi, ia terjebak pada sekedar pekerjaan rutin, sekedar setor jumlah, sekedar setor muka.
Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina
Ia tidak berpikir bahwa apa yang dilakukannya itu memang menunjukkan kekerdilannya sendiri. Ia bagai ‘katak dalam tempurung’. Ia merasa sudah cukup, sudah bekerja dan sudah berbuat.
Namun, ia lupa begitu tempurung yang menutupi katak itu dibuka. Ternyata di dunia sana sangat amat banyak para kompetitor yang jauh melesat dengan berbagai karya-karya kreatifnya meraih pangsa pasar lebuh luas. Sementara sang ‘katak dalam tempurung’ perlahan atau malah lebih cepat tapi pasti akan ditinggalkan konsumen. Ia hanya tertahan oleh konsumen tradisional, seperti juga dirinya, yang jumlahnya semakin waktu semakin jauh berkurang seiring kemajuan abad teknologi informasi.
Mengembangkan Out the Box
Mengembangkan pola pikir ‘Out the Box’ disarankan oleh Dustin M. Wax, seorang editor dan manajer proyek di Lifehack.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Menurutnya, berpikir Out the Box itu bukanlah sesuatu yang baru, tapi keniscayaan jika mau maju. Pola pikir ini hanya berusaha mendekati masalah dengan cara baru yang inovatif; mengkonseptualisasikan masalah secara berbeda, dan memahahami posisi diri dalam kaitannya dengan situasi tertentu dengan cara yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Di antaranya, ia menyarankan beberapa kegiatan yang dapat dilakukan agar dapat berpikir lebih luas melampaui sekat-sekat batasnya dan mengembangkan potensi talenta yang bisa dikembangkan.
Pertama, pelajari kompetitor lain.
Kita mungkin akan melihat sesuatu yang sama, di kompetitor kita ada masalah juga, ada tuntutan juga. Namun yang membedakannya, bagaimana mereka bisa mencari solusi dari masalah tersebut hingga dapat survive bahkan memiliki keuntungan berlebih.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Sesekali layak juga kita ke perpustakaan terkemuka atau membeli buku laris. Baca beberapa buku tentang bagaimana hal-hal dilakukan di industri lain. Sehingga satu langkah berarti kita sudah membuka otak pemikiran kita. Tidak merasa cukup apa adanya.
Kedua, ikuti seminar atau workshop.
Berbagai seminar, workshop atau pertemuan sejenisnya tentang berbagai hal, banyak dilakukan instansi dan perusahaan di hotel-hotel berbintang.
Topik-topik baru yang menarik tidak hanya akan mengajarkan kepada kita seperangkat informasi baru. Namun juga akan mengajarkan cara baru untuk melihat dan memahami aspek kehidupan sehari-hari suatu masyarakat atau dunia. Sekaligus dalam waktu bersamaan kita akan terinspirasi dari keluasan solusi yang mungkin kita dapatkan.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Ketiga, membaca karya sastra.
Membaca adalah salah satu stimulator mental yang hebat di masyarakat kita, dan mudah untuk masuk ke dalam kebiasaan seseorang.
Untuk menumbuhkan daya imajinasi berpikir, kita memerlukan bacaan fiksi atau sastra.
Bagaimana dalam sebuah novel misteri, detektif atau romantis, seorang penulis dengan bebasnya mengombang-ambing para tokoh dan pembacanya sekehendak penulis.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Lalu mencoba menghubungkan masalah tersebut dengan masalah yang dihadapi di bidang masing-masing. Jangan merasa terbatas, sebab kitalah sang pemilik pikiran kita sendiri, yang diberi keleluasan mengembangkan daya kreasinya.
Keempat, menulis puisi.
Sementara sebagian besar pemecahan masalah bersandar di pusat logika otak kiri kita. Puisi dengan rapi menjembatani otak kiri kita yang lebih rasional ke otak kanan kita yang lebih kreatif.
Meskipun kita mungkin merasa kurang bisa menulis puisi. Namun tidak ada salahnya dicoba. Isi puisi tidak harus mengajukan sebuah solusi. Idenya adalah mengalihkan pemikiran dari pusat logika otak ke bagian otak yang lebih kreatif, imajinatif, bahkan sering tidak rasional.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Tidak perlu takut, tidak ada yang akan melihat puisi kita.
Kelima, melukis.
Melukis lebih berotak kanan, dan bisa membantu memecahkan masalah logika otak kiri, dengan cara yang sama seperti sebuah puisi. Selain itu, memvisualisasikan masalah melibatkan cara berpikir lainnya yang biasanya tidak kita gunakan, membawa dorongan kreatif lain.
Dakwah Media
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Bagi awak media khususnya, Out the Box wajib hukumnya. Sebab tempat kerjanya sebagai media dakwah sangat erat kaitannya dengan perkembangan manusia dan teknologi informasi. Jumlah pembaca (views), rating, dikutip, menjadi rujukan, akan sangat tergantung pada konten yang luas, yang diperlukan orang banyak, yang dapat memperluas dan menginspirasi pembacanya.
Tulisan biasa, dibaca orang biasa saja, dan tidak ada dampak luar biasanya.
Namun, tulisan-tulisan luar biasa, artikel-artikel menggugah jiwa, berita-berita menginspirasi, akan begitu sangat dinanti.
Dalam sebuah film lepas disebutkan, seorang wartawati muslimah ditugaskan di negeri minoritas Muslim, Cina. Awalnya, ia bingung harus menulis apa. Namun ia mencoba Out the Box dari keterbatasan negeri Tirai Bambu itu.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Ia mencoba berpikir lebih luas, bahwa ada banyak sumber-sumber tulisan di sudut-sudut negeri komunis Cina yang menunjukkan ke-Islam-an. Ada masjid berbentuk kuil, ada restoran halal, ada anak-anak memakai jilbab, dsb. Itu semua yang serba sedikit di keramaian Cina, ia tulis secara berseri dalam kolom “Assalamualaikum Beijing”.
Bagi seorang wartawan yang bertanggung jawab pada kolom tertentu misalnya pendidikan, ekonomi atau sosial. Ia tidak akan terpasung pada sekedar informasi dari press release, press conference, atau seminar-seminar lokal.
Ia bukan sedang menjadi humasnya instansi tertentu. Namun ia sedang menjadi penyedia informasi yang lain dari yang lainnya. Kalau sama dengan media lain, itu biasa, sebab sumbernya juga sama, siaran pers.
Namun coba Out the Box, bagaimana jika ia juga menulis tentang bagaimana kemajuan pendidikan sekolah kanak-kanak di Swiss atau New Zealand? Mungkin ada hal-hal menarik, yang pasti juga akan banyak diminati jutaan pembaca dari kalangan pendidikan anak-anak.
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
Bagaimana pula bukan sekedar berita terjemahan warga ini mengungsi, warga tertentu diblokade. Namun ia akan menulis pula tentang apa yang dilakukan di tempat pengungsian di Lebanon, Turki atau Bangladesh?
Pekerjaan apa yang mungkin bisa mereka kerjakan dengan didanani negara-negara donor? Ditelusuri kebutuhan mendesak apa saja pada musim dingin ini? Berapa lusin selimut, berapa ton gandum, berapa kontainer roti dan makanan instan, dan obat-obatan apa saja yang mendesak?
Ini bisa dilakukan dengan search luar biasa, atau wawancara by phone atau email melalui alamat yang ada di webs, dan sebagainya.
Barulah beritanya dibaca PBB, lembaga-lembaga kemanusiaan. Lalu berbondong-bondonglah datang bantuan.
Itu semua karena percobaan berpikir Out the Box, bukan sebagai ‘katak dalam tempurung’.
Juga secara umum dalam dunia dakwah, seorang da’i harus membekali dirinya dan terus meningkatkan kelayakan dirinya sebagai dai fil ardh, rahmatan lil ‘alamin.
Ia mesti mulai menganalisis problematika umat di perkotaan, di Eropa, di pedalaman, dalam sebuah instansi pemerintah, di lembaga pemasyarakatan, dsb. Ia juga harus membuka diri untuk keluar bukan hanya menjadi ‘jago kandang’ di komunitasnya sendiri. Namun melangkah lebih luas.
Di sini nanti akan sangat menentukan sikap-sikap menghargai perbedaan pendapat (tasamuh), kesanggupan menahan emosi menghujat orang lain (shabar), mengajak dengan tatakalimat yang berterima (hikmah wal mau’idztil hasanah) serta kemampuan berargumentasi dengan cara terbaik hingga lawanpun merasa terhormat dan tidak merasa dipermalukan (jadilhum billati hiya ahsan).
Jadi, saatnya Ouside the Box dari kungkungan pikiran kita masing-masing, menjadi manusia-manusia mendunia, beradab, terhormat dan menginspirasi. (A/RS2/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)