Hari Ahad, 8 Desember 2024, menandai peringatan 37 tahun pecahnya Intifada Pertama, yang juga dikenal dengan nama “Pemberontakan Batu”, momen penting dalam sejarah perjuangan Palestina untuk kebebasan.
Intifada yang berlangsung dari tahun 1987 hingga 1994, menandai titik balik dalam perlawanan Palestina terhadap pendudukan Israel.
Intifada Pertama dimulai di kamp pengungsi Jabalia di Jalur Gaza, menyusul pembunuhan empat pekerja Palestina di pos pemeriksaan Erez oleh seorang pemukim Israel yang mengemudikan truk. Insiden tragis itu memicu kemarahan dan protes di seluruh Jalur Gaza dan Tepi Barat, yang menyebabkan demonstrasi dan konfrontasi yang meluas melawan pasukan Israel.
Keesokan harinya, pada tanggal 9 Desember 1987, protes kemarahan meletus di kamp Jabalia, berubah menjadi bentrokan keras melawan militer Israel. Selama konfrontasi awal itu, Hatem al-Sisi, seorang pemuda dari Jabalia, menjadi syuhada Palestina pertama dalam pemberontakan tersebut.
Baca Juga: Menteri Israel Minta Sidang Korupsi Netanyahu Ditunda karena Peristiwa Suriah
Intifada dengan cepat menyebar, pertama ke kamp pengungsi Balata di Nablus, kemudian ke seluruh Tepi Barat dan Gaza.
Pada hari-hari pertama pemberontakan, Ibrahim al-Aklik, 17 tahun, terbunuh pada tanggal 10 Desember 1987, diikuti oleh Suheila al-Kaabi, 19 tahun, dan Ali Musa’id, 12 tahun, dari Balata pada tanggal 11 Desember 1987. Korban awal ini hanyalah permulaan, karena pemberontakan semakin meningkat, dengan ratusan warga Palestina kehilangan nyawa dan ribuan lainnya terluka atau dipenjara.
Selama tujuh tahun berikutnya, Intifada menjadi ciri khas perlawanan Palestina, yang terjadi di setiap kota, desa, kamp pengungsi, dan kota di seluruh wilayah pendudukan dan di dalam Israel. Seperti yang dinyatakan dalam sebuah lagu revolusioner terkenal dari periode itu: “Di setiap desa, rumah, dan gang, Intifada kami terus berlanjut.”
Menurut data dari Komisi Palestina untuk Urusan Tahanan dan Syuhada, sekitar 1.550 warga Palestina syahid selama Intifada Pertama. Sementara itu, perkiraan dari Masyarakat Tahanan Palestina menunjukkan bahwa antara 100.000 hingga 200.000 warga Palestina ditahan selama periode tersebut, dengan banyak yang menjadi sasaran teknik interogasi yang keras.
Baca Juga: Sandera Israel kepada Netanyahu: Kami Mati Seribu Kali Setiap Hari
Intifada juga menyebabkan banyak korban luka-luka di kalangan penduduk Palestina. Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan bahwa lebih dari 70.000 warga Palestina terluka, dengan sekitar 40% dari mereka menderita cacat permanen. Luka-luka tersebut termasuk kerusakan saraf yang parah, kelumpuhan, dan amputasi anggota tubuh yang vital.
Selain itu, sebuah laporan dari Yayasan Solidaritas Internasional mengungkapkan bahwa 40 warga Palestina syahid saat berada di penjara Israel selama Intifada. Banyak dari kematian itu disebabkan oleh penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi oleh otoritas Israel selama interogasi. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Israel Akui Satu Perwira Berpangkat Kapten Tewas di Rafah, Gaza Selatan