Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Tak ada satu pun manusia yang siap menjadi penghuni neraka. Mengapa? Karena menjadi penghuni neraka berarti sama saja menjadi orang yang paling menderita tak berperi, selama-lamanya ia akan merasakan kepedihan hidup. Andai ada orang yang merasakan kepedihan hidup yang teramat pedih di dunia ini, tentu masih jauh lebih pedih lagi orang yang menjadi penduduk neraka.
Tidak ada kenikmatan sama sekali di neraka. Menu makanannya pun mengerikan. Dalam tulisan sebelumnya, sudah dibahas tiga menu penghuni neraka (zaqqum, hamim, ghassaq) yang menjadi makanan pokok penghuninya. Maka kali ini adalah lanjutan pembahasan dari menu penduduk neraka selanjutnya, antara lain sebagai berikut.
Keempat, Dhari’
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Dalam surat Al-Ghasyiyah ayat ke 6 dinyatakan,
لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِن ضَرِيعٍ ٦
“Mereka tiada memperoleh makanan selain dhari’.”
Apa itu dhari’?
Dhari’ menurut beberapa ulama adalah sejenis tumbuhan berduri yang tumbuh di wilayah Hijaz. Penduduk Hijaz biasa menyebutnya syibriq, ketika sudah mengering, mereka menamainya dhari’.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Tumbuhan ini sangat beracun, sampai hewanpun tak ada yang berani mendekatinya, karena ketika memakan daun atau buah dari tumbuhan ini, seketika itu dia akan mati. (lihat: tafsir Ibnu Katsir pada tafsiran surat Al-Ghasyiyah ayat ke 6).
Persamaan nama dhari’ di akhirat dengan dhari’ yang ada di dunia, tidak mengharuskan persamaan hakikat. Sebagaimana disinggung dalam makna perkataan Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma,
ليس في الدنيا من الجنة شيء الا الأسماء
“Tidak ada sesuatupun yang serupa di dunia ini dengan yang di surga, kecuali hanya serupa pada nama saja.”
Hakikat dhari’ di akhirat, tentu lebih mengerikan dari wujudnya di dunia. Di dalam tafsir Ibnu Katsir diterangkan,
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
وأما في الدنيا فان الضريع : الشوك اليابس الذي ليس له ورق, تدعوه العرب الضريع, وهو في الأخرة شوك من النار
Dhari’ di dunia adalah tumbuhan kering berduri yang tidak memiliki daun lebar, orang-orang arab biasa menyebutnya dhari’. Adapun di akhirat, dhari’ adalah tumbuhan yang memiliki duri dari api. (lihat: tafsir Ibnu Katsir pada tafsiran surat Al-Ghasyiyah ayat ke 6).
Kelima, Ghisliin
llah Ta’ala berfirman,
وَلَا طَعَامٌ إِلَّا مِنْ غِسْلِينٍ ٣٦
“Tiada pula makanan sedikitpun bagi penduduk neraka itu kecuali ghisliin” (QS. Al-Haqqah: 36).
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma menafsirkan makna ghisliin,
صديد أهل النار
“Nanahnya penduduk neraka.”
Dalam riwayat lain, beliau menjelaskan,
ما يخرج من لحومهم
“Cairan yang keluar dari daging penduduk neraka.” (lihat : Tafsir At-Thobari untuk tafsiran surat Al-Haqqah ayat 36).
Baca Juga: Malu Kepada Allah
Takutnya Salafusshalih Ketika Mengetahui Makanan Penduduk Neraka
Syu’bah meriwayatkan dari Sa’id bin Ibrahim, beliau mengatakan, “Sahabat Abdurrahman bin Auf datang memenuhi undangan makan malam di hari beliau berpuasa. Lalu beliau membaca sebuah ayat,
إِنَّ لَدَيْنَا أَنكَالًا وَجَحِيمًا ١٢ وَطَعَامًا ذَا غُصَّةٍ وَعَذَابًا أَلِيمًا ١٣
“Sesungguhnya pada sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat dan neraka yang menyala-nyala. Dan makanan yang menyumbat di kerongkongan serta azab yang pedih.” (QS. Al-Muzammil: 12-13).
Sai’id bin Ibrahim melanjutkan cerita,
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-19] Jagalah Allah, Pasti Allah akan Menjagamu
فلم يزل يبكي حتى رفع طعامه وما تعشى وانه لصائم
“Abdurrahman bin Auf terus-menerus menangis sampai hidangan makan diberesi dan beliau tidak sempat makan malam, padahal seharian beliau berpuasa.”
Imam Ahmad bin Hambal pernah mengatakan,
الخوف يمنعني من أكل الطعام والشراب فلا أشتهيه
“Rasa takut menghalangiku untuk makan dan minum, aku tidak nafsu untuk makan.” (Lihat: At-Takhwif min An-Naar, hal. 155).
Demikian yang bisa kami sampaikan. Semoga Allah menyelamatkan kita sekalian dari siksa neraka serta mengumpulkan kita semua di surga-Nya.(A/RS3/P2)
Baca Juga: Mengembangkan Pola Pikir Positif dalam Islam
(sumber: Washfun Naar, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Tadabbur QS. Thaha ayat 14, Dirikan Shalat untuk Mengingat Allah