Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Sehari menjelang Idul Fitri, 24 Juni 2017, akun media sosial Divisi Humas Kepolisian Republik Indonesia (Polri) merilis video Juara 1 Lomba Police Movie Festival (PMF) ke-4.
Video itu berjudul “Kau Adalah Aku Yang Lain” (KAAYL) karya Anto Galon yang pernah mengikuti beberapa kali festival film.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
PMF merupakan sebuah lomba festival karya film agenda tahunan Polri, sebagai bentuk kepedulian kepada para pegiat film.
Namun pemilihan film pendek KAAYL berdurasi sekitar 7 menit sebagai pemenang menuai kecaman dan sambutan negatif dari masyarakat, khususnya umat Islam. Film yang menjadi trending topic di media sosial itu pun ramai diperbincangkan para netizen.
Pada salah satu adegan film itu, terlihat bagaimana umat Islam yang sedang mengadakan pengajian sampai ke pinggir jalan, tidak memberikan jalan kepada ambulan yang sedang membawa orang sakit parah.
Ini memicu emosi umat Islam yang menyaksikan film tersebut karena ajaran Islam tidak pernah mengajarkan hal-hal semacam itu. Ajaran Islam sangat menganjurkan kasih sayang dengan sesama, termasuk dengan non-Muslim sekalipun. Bahkan terhadap binatang, tumbuhan dan alam sekitarnya.
Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina
Ini refleksi Islam sebagai pembawa rahmat semesta alam. (QS Al-Anbiya [21]: 107).
Rasa-rasanya juga, Penulis tidak pernah atau sangat jarang melihat ada pengajian Islam yang sampai menutup jalan raya dan tak memberi peluang pemakai jalan. Yang ada penutupan jalan biasanya acara pesta perkawinan, organ tunggal, panggung 17 Agustusan, dan lainnya. Itu dengan oengalihan alternatif jalan.
Padahal fakta pada aksi 112 (11 Februari 2017) membuktikan, saat di tengah padatnya kerumunan massa, dari arah Lapangan Banteng, sepasang pengantin beserta rombongannya terlihat berjalan menuju ke Gereja Katedral yang letaknya berhadap-hadapan dengan Masjid Istiqlal, tempat massa berkumpul.
Karena kondisi jalan di depan Katedral telah dipadati massa, kendaraan yang mengantar pengantin itu hanya bisa melintas hingga Lapangan Banteng. Mereka pun akhirnya berjalan kaki hingga Katedral.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Namun apa yang selanjutnya terjadi? Melihat pasangan pengantin dan rombongannya, justru sebagian massa Aksi 112 berinisiatif memberi jalan dan mengawal rombongan pengantin menembus kerumanan massa yang telah memadati jalan.
Kecaman
Tentu saja, sontak film itu mendapat kecaman berbagai elemen umat Islam di tanah air. Komandan KOKAM (Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah) Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah, Muhammad Ismail menanggapi film itu sebagai “Telah membuat rasa tidak nyaman di khalayak umat Islam”.
“Polri sebagai pengayom masyarakat seharusnya lebih bijak dalam melangkah. Polri adalah alat negara, bukan alat penguasa”, lanjut Ismail.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Ia menambahkan, film tersebut telah melukai hati umat Islam, dan Kapolri diminta minta maaf kepada umat islam dan berhati hati dlm melangkah.
Senada dengan KOKAM, Pemuda Muhammadiyah menyesalkan beredarnya film pendek berjudul “Kau Adalah Aku Yang Lain” karya Anto Galon itu yang dimulai dari akun media sosial Divisi Humas Mabes Polri.
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menilai film pendek juara Police Movie Festival IV 2017 itu menggambarkan umat Islam sangat intoleran.
“Bahkan yang digambarkan umat Islam itu sangat bodoh karena bisa menghalangi ambulans yang lewat. Apalagi alasan tidak boleh lewat karena beda agama. Saya rasa stigma ini tidak pernah ada di Indonesia,” jelasnya dalam sebuah video yang diunggah akun resmi PP Pemuda Muhammadiyah, Rabu (28/6/2017), seperti diririlis Fajar.co.id.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Menurutnya, ada upaya stigmanisasi umat Islam yang disisipkan pembuat video. Namun begitu, upaya stigmanisasi tersebut justru mendapat legalisasi dari aparat Kepolisian dengan pemberian label juara dan turut menjadi penyebar video tersebut.
“Untuk itu, saya meminta Polri segera menarik video ini dan menghukum panitia (Police Movie Festival IV 2017),” tegasnya.
Reaksi lain kali ini datang dari Anggota Komisi III DPR Fraksi PPP, Arsul Sani mengecam beredarnya film pendek berjudul Kau adalah Aku yang Lain itu.
Arsul menilai film tersebut tidak menggambarkan sikap Islam dan condong menyudutkan.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
“Apa yang tergambar dalam video Police Film Festival tersebut adalah sesuatu yang tidak menggambarkan mayoritas sikap umat Islam dalam situasi yang sama (dalam film) ketika ada kejadian seperti itu,” kata Arsul kepada CNN Indonesia.
Rekannya di DPR, Sodik Mujahid, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI juga mengaku heran dengan keputusan Kepolisian yang memenangkan film dengan judul Kau adalah Aku yang Lain dalam Police Movie Festival 2017. Dia pun berpendapat film itu menunjukkan pandangan kepolisian terhadap umat Islam.
Sodik menjelaskan pemilihan pemenang Police Movie Festival 2017 menguatakan opini masyarakat bahwa kepolisian menjadi alat rezim yang anti-Islam. Karena itu, dia tidak heran kalau film tersebut mendapat banyak kecaman dari Umat Islam.
“Saya benar-benar tidak habis pikir mengapa Bhayangkara negara melakukan tindakan seperti itu? Polisi seperti memancing umat Islam untuk melakukan protes,” kata Politikus Partai Gerindra itu kepada Republika, Rabu (28/6/2017).
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Sodik mengatakan jika Polri memang aparat negara yang bekerja sesuai undang-undang dan pofesional maka mereka tidak akan memilih film yang bermuatan SARA.
Sodik menambahkan sikap dan tindakan yang tercermin di dalam film karya Anto Galon bukanlah cerminan umat Islam, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian. Film itu justru memberikan pesan bahwa umat Islam arogan.
“Bahkan kesan buruk, tidak beradab yang bertolak belakang dengan ajarannya. Saya bertanya apakah pernah ada kejadian seperti itu (film) dalam realitanya?” tanya Sodik.
Sodik mengakui, memang ada kelompok Islam fundamentalis. Namun, dia tidak yakin Muslim menghalangi ambulans yang membawa orang sakit karena ada pengajian pernah terjadi di Indonesia.
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Sebab,enurut dia, kelompok Islam fundamentalis juga mengetahui aturan tentang menghargai orang sakit atau kematian sekalipun berbeda agama.
Sementara itu, Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Tengku Zulkarnain menyesalkan konten film itu.
Tengku menilai, konten video tersebut telah mendeskreditkan umat Islam.
“Di mana pernah terjadi seperti itu? Mana ada orang Islam, kepada umat Hindu, Budha, atau kristen menghalangi ambulans?” kata Tengku kepada Republika.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Tengku menegaskan, seharusnya Polri lebih selektif dalam memilih konten video. Terlebih, Polri adalah lembaga negara yang harus bekerja dengan profesional dan tidak menyudutkan pihak manapun.
Tengku mengkhawatirkan video tersebut berimbas pada penggiringan opini masyarakat akan umat Islam. “Yang begini-begini kami harap bisa dibersihkan dari demokrasi kita,” kata Tengku.
Mengayomi Masyarakat
Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar menanggapi film pendek tahun 2017 pada Ajang Police Movie Festival ke-4. Menurutnya, polisi seharusnya lebih hati-hati.
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
“Seharusnya polisi mempertimbangkàn dengan teliti dan hati-hati terhadap video tersebut di mana penampilannya jangan sampai menyudutkan umat tertentu,” kata Bambang kepada Republika, Rabu (28/6/2017).
Kemudian, jika menyimak pertemua dan dialog antara Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta, pada Hari Raya Idul Fitri, Ahad, 25 Juni 2017. Tentu, hal semacam itu, tidak pantas terjadi.
Apalagi ini dilakukan oleh institusi yang memiliki semboyan “Melindungi, Mengayomi, Melayani Masyarakat”. Dan masyarakat mayoritas itu adalah umat Islam. Termasuk di dalam institusi Polri itu sendiri tentu mayoritas beragama Islam.
Itu malah menjadi bumerang, semakin menurunkan citra dan wibawa Polri di mata masyarakat, terutama umat Islam. Padahal Polri tidak akan mampu bekerja tanpa bantuan masyarakat, langsung atau tidak langsung. (RS2/RS1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)