إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا أَمَّا بَعْدُ
Hadirin rahimakumullah
Seorang motivator, sekaligus Pelatih para siswa peserta Olimpiade Matematika Tingkat Internasional, Raden Ridwan Hasan Saputra, membagi cara berpikir manusia menjadi empat macam:
Pertama, berpikir natural, yaitu berpikir yang murni dan alami saja seperti halnya kebanyakan orang melakukannya. Misalnya seorang anak yang biasa diberi uang jajan oleh orang tuanya. Maka, ketika anak itu memiliki keinginan, otomatis ia akan meminta kepada orang tuanya. Jika tidak diberi, maka ia marah, menangis dan ngambek.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Mempersiapkan Generasi Pembebas Masjid Al-Aqsa
Contoh lain misalnya, seorang pekerja yang sudah biasa setiap bulan menerima gaji. Ia gunakan uangnya untuk membeli kebutuhan pokok, mencari hiburan atau melakukan/membeli hal-hal yang membuatnya merasa bahagia. Namun jika suatu saat perusahaan telat membayar gaji, mereka marah, kesal, berdemo, dan akhirnya melakukan perbuatan anarkis untuk melampiaskan kemarahannya.
Cara berpikir seperti ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang status pendidikannya tergolong rendah, belum banyak pengalaman hidup dan tingkat keimanan yang masih labil.
Kedua, berpikir rasional, yaitu berpikir untuk mencari solusi dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Ia melakukan inovasi baru, mencari strategi supaya masalah yang dihadapinya bisa terselesaikan dengan baik. Petani bawang misalnya, ketika masa panen, harga bawang jatuh, maka ia berpikir bagaimana agar tetap dapat menjual bawangnya dengan harga yang tinggi sehingga mereka tidak merugi. Akhirnya, mereka menggoreng bawang itu, mengemasnya dengan kemasan yang baik, hingga jadilah bawang goreng dengan harga yang lebih tinggi dari bawang sebelum diolah.
Seorang pekerja dengan gaji pas-pasan, jika ia berpikir rasional, maka ia akan melakukan hal-hal yang dapat menambah penghasilan. Misalnya dengan ngojek untuk mencari tambahan penghasilan, atau berjualan barang-barang kebutuhan sesama pekerja sehingga ia mendapat tambahan penghasilan dari kerja sampingannya itu.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Jalan Mendaki Menuju Ridha Ilahi
Cara berpikir seperti ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki pendidikan, atau para perantau yang mengharuskan mereka melakukan berbagai inovasi agar dapat bertahan hidup dan tetap eksis di tengah persaingan bisnis.
Ketiga, berpikir supra natural, yaitu orang yang tidak percaya dengan kemampuan yang ia miliki. Lalu, untuk mendapatkan apa yang diinginkan, ia meminta bantuan kepada dukun dan jin atau makhluk gaib. Lantas ia pasang susuk di tubuhnya, memelihara tuyul untuk pesugihan, memakai jurus semar mesem untuk memikat orang yang dikasihinya dan lain sebagainya.
Cara berpikir seperti ini akan menjerumuskan ia ke dalam lembah kesyirikan yang merupakan dosa besar yang tidak akan diampuni Allah subhanahu wa taala.
Keempat, berpikir supra rasional, yaitu setelah seseorang berusaha dengan akal dan kekuatan yang dimiliki, ia sertai dengan kedekatan kepada Sang Maha Kuasa yaitu Allah subhanahu wa taala dengan melakukan amal ibadah yang disyariatkan.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis
Sebagai contoh, seorang pekerja dengan penghasilan pas-pasan, namun ia ingin bisa membeli rumah, atau menyekolahkan anaknya di sekolah favorit, maka setelah ia giat dalam bekerja, mencari penghasilan tambahan, ia juga mengiringinya dengan shalat tahajud, puasa Senin Kamis, Sedekah dan ibadah-ibadah lainnya. Ia berharap Allah subhanahu wa taala akan mengabulkan permohonannya dengan memberi rizqi dari jalan yang tidak disangka-sangka.
Seorang pemulung misalnya, jika ingin merubah nasibnya, maka di tengah ia bekerja dibarengi dengan ibadah-ibadah seperti berpuasa, bersekolah lagi untuk meningkatkan ilmunya, dan membantu menolong orang-orang yang memerlukan pertolongannya dengan niat tulus ikhlas berharap balasan dari Allah semata.
Hadirin rahimakumullah
Para nabi dan Rasul mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa berpukir supra rasional. Kita bisa baca kisah Nabi Ibrahim yang tidak hangus dibakar api karena izin dan pertolongan Allah subhanahu wa taala. Nabi Daud alaihi salam yang saat itu masih belia bisa mengalahkan Jalut yang gagah perkasa karena atas izin dan kehendak Allah semata. Nabi Muhammad shallalahu alaihi wa salam dan para sahabatnya saat perang badar, dengan kekuatan kecil bisa mengalahkan kaum kafir Quraisy dengan kekuatan besar dan senjata lengkap, itu karena izin dan pertolongan Allah subhanahu wa taala.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memberantas Miras Menurut Syariat Islam
Kakek nenek moyang Bangsa Indonesia sejak ratusan tahun lalu sudah mengamalkan konsep berpikir supra rasional. Bagaimana tidak, mereka berjuang melawan penjajah dengan berbekal senjata bambu runcing. Tetapi mereka bisa mengalahkan penjajah dengan senjata meriam dan senapan.
Kalau hal ini tidak atas berkat rahmat Allah, tentu tidak akan bisa para pejuang Indonesia mengalahkan penjajah Belanda. Karena mereka yakin bahwa hanya dengan pertolongan Allah, mereka bisa mengalahkan penjajah, maka berjihadlah mereka dengan senjata yang ada dan ternyata benar, saat ini kita merasakan kemerdekaan dan bangsa Indonesia lepas dari penjajah Belanda.
Hadirin rahimakumullah
Lantas bagaimana dengan nasib kita? Tentu seperti yang telah dibahas di atas bahwa kesuksesan manusia hanya bisa diraih dengan usaha maksimal akal, pikiran dan budi kita serta izin dan kehendak Allah subhanahu wa taala. Maka yang perlu kita lakukan sekarang adalah, setelah kita berusaha maksimal dengan segenap daya upaya, kita juga mendekatkan diri kepada-Nya sehingga Allah yang Maha Berkehendak melihat kita layak dan pantas mendapatkan apa yang kita cita-citakan.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyongsong Bulan Solidaritas Palestina
Allah subhanahu wa taala berfirman:
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS Ali Imran [3]: 26).
Sebab tutunnya ayat ini seperti diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Qatadah, bahwasannya Rasulullah Muhammad shallalahu alaihi wa salam memohon kepada Allah agar menundukkan kerajaan Romawi dan Persi ke dalam kekuasaan umatnya, maka Allah pun menurunkan ayat ini, bahwa Allah berkuasa memberi dan mencabut kekuasaan dari tangan hamba-Nya. Allah juga yang berkuasa memuliakan atau menghinakan seseorang sesuai dengan kehendak-Nya.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Berhati-hati dalam Menyebarkan Informasi
Hadirin rahimakumullah
Tidak sedikit kita saksikan di tengah masyarakat kita, aka seorang tukang pijit bisa naik haji, padahal penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok saja. Bisa jadi karena amal ibadahnya yang ikhlas, Allah memberi rizqi dari jalan yang tidak di sangka sehingga ia bisa naik haji.
Contoh lain, seorang muslimah bernama Atina Maulia dan Intan Fauzia yang belajar berdagang busana muslim, ia sendiri masih menimba ilmu di bangku kuliah, tapi bisa berzakat hingga milyaran rupiah karena ia mengutamakan sedekah dan ketulusannya dalam membantu sesama.
Maka dari itu, marilah kita gapai cita-cita dan kesuksesan kita dengan ikhtiyar sempurna dan kedekatan diri kepada Allah yang Maha Pencipta. Itulah yang kita sebut sebagai jalan langit karena dengan izin dan pertolongan Allah semata kita dapat menggapai cita-cita. Semoga Allah menyaksikan kita layak dan pantas mendapatkan apa yang kita inginkan untuk kebaikan diri, keluarga dan masyarakat kita, dunia dan akhirat. Aamiin ya robbal aalamiin.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memperkuat Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina
بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
(A-P2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Umat Unggul dengan Al-Qur’an