Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka yang Memakmurkan Masjid (Tadabbur Qs. At Taubah ayat 18)

Bahron Ansori - Selasa, 14 September 2021 - 15:21 WIB

Selasa, 14 September 2021 - 15:21 WIB

74 Views

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

MASJID adalah pusat membangun peradaban sempurna yang pernah ada sejak zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Lalu bagaimana dengan fungsi-fungsi masjid di era ini? Apakah masih sama dengan fungsi masjid di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat? Sesuatu yang sulit rasanya peradaban Islam akan bangkit dari masjid hari ini. Tapi, bukan berarti tidak mungkin.

Masjid adalah tempat suci yang mulia. Tidak ada tempat suci di bumi ini kecuali masjid. Karena masjid tempat yang suci, maka orang-orang yang akan dan gemar memasukinya juga orang-orang yang suci. Siapa mereka yang gemar memakmurkan masjid jauh-jauh hari sudah dijelaskan oleh Allah Ta’ala dalam al Qur’an surat Taubah ayat 18 berikut ini.

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ

“Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Qs. At Taubah: 18).

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Dari ayat di atas setidaknya terlihat beberapa ciri atau tanda siapa saja orang-orang yang gemar memakmurkan masjid. Mereka itu antara lain adalah; pertama, orang yang memakmurkan masjid adalah mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian (hari akhir). Jadi, selain orang beriman, mustahil dia gemar ke masjid.

Siapa orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir? Orang yang beriman kepada Allah artinya orang yang meyakini dengan haqqul yaqin (keyakinan yang kokoh) bahwa tidak ada satu Tuhan pun yang wajib dan berhak disembah kecuali Allah semata. Dia-lah Allah yang menjadi satu-satunya Tuhan langit dan bumi. Dia-lah Allah yang segala sesuatu akan kembali kepada-Nya.

Setelah meyakini hanya ada satu Tuhan di bumi ini, maka ia juga meyakini akan adanya hari akhir. Hari di mana segala isi bumi ini akan sirna dan punah, lalu yang tinggal hanyalah Dzat Yang Maha Kuasa, Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Iman kepada hari akhir atau hari kiamat artinya meyakini dan mempercayai bahwa hari itu pasti akan datang. Dalam buku Rukun Iman oleh Hudarrohman disebutkan, pada hari itu alam semesta beserta seluruh isinya akan hancur. Manusia akan dibangkitkan dari kuburnya dan dikumpulkan untuk dimintai pertanggungjawaban.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Waktu datangnya hari akhir hanya Allah SWT yang tahu. Namun, janji Allah SWT itu nyata. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-A’raf ayat 197 sebagai berikut:

يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ السَّاعَةِ اَيَّانَ مُرْسٰىهَاۗ قُلْ اِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّيْۚ لَا يُجَلِّيْهَا لِوَقْتِهَآ اِلَّا هُوَۘ ثَقُلَتْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ لَا تَأْتِيْكُمْ اِلَّا بَغْتَةً ۗيَسْـَٔلُوْنَكَ كَاَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَاۗ قُلْ اِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللّٰهِ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ

Artinya: “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang Kiamat, “Kapan terjadi?” Katakanlah, “Sesungguhnya pengetahuan tentang Kiamat itu ada pada Tuhanku; tidak ada (seorang pun) yang dapat menjelaskan waktu terjadinya selain Dia. (Kiamat) itu sangat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi, tidak akan datang kepadamu kecuali secara tiba-tiba.” Mereka bertanya kepadamu seakan-akan engkau mengetahuinya. Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya pengetahuan tentang (hari Kiamat) ada pada Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Al-A’raf: 197).

Kedua, mereka adalah orang-orang yang tetap mendirikan shalat dalam situasi dan kondisi bagaimanapun. Mendirikan shalat, tentu saja tidak semakna dengan sekedar mengerjakan shalat. Mendirikan shalat berarti ia telah menegakkan tiang agama sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalla, Dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ

“Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2616 dan Ibnu Majah no. 3973. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Dalam hadits ini disebut bahwa shalat dalam agama Islam adalah sebagai tiang penopang yang menegakkan kemah. Kemah tersebut bisa roboh (ambruk) dengan patahnya tiangnya. Begitu juga dengan Islam, bisa ambruk dengan hilangnya shalat. Demikianlah cara berdalil Imam Ahmad dengan hadits ini.

Dari ‘Abdullah bin ’Umar radhiyallahu ’anhuma, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam dibangun atas lima perkara, yaitu : (1) bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar untuk diibadahi kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) naik haji ke Baitullah -bagi yang mampu-, (5) berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16).

Ketiga, menunaikan zakatnya sesuai dengan anjuran Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan aturan dari Allah Ta’ala. Orang yang membayar zakat adalah orang yang disebut oleh Allah yang senantiasa akan memakmurkan masjid-masjid-Nya di bumi ini.

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Membayar zakat adalah bagian dari rukun Islam. Tidak disebut seseorang mengamalkan Islam bila ia meninggalkan salah satu rukunnya yakni membayarkan zakat.  Sahabat Rasulullah, Abu Bakar ash-Shiddiq bertekad menyerang golongan murtad atau mereka yang enggan berzakat. Akan tetapi para sahabat lainnya mengajak Abu Bakar berdialog mengenai masalah ini.

Dikutip dari buku Inilah Faktanya karangan Utsman bin Muhammad al-Khamis, para sahabat meminta Abu Bakar tidak melakukan penyerangan sebab khawatir akan keamanan Madinah dan penduduknya. Akan tetapi Abu Bakar menolak saran mereka.

Ia disarankan mengambil hati mereka sampai keimanan di dalamnya menjadi kukuh, maka setelah itu mereka akan menunaikan zakat dengan sendirinya. Namun, Abu Bakar enggan menerima saran tersebut.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, ia menuturkan Umar bin al-Khaththab Radhiallahu’anhu bertanya kepada Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiallahu’anhu: “Bagaimana bisa engkau memerangi orang-orang itu, padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda: ‘Aku diperintahkan memerangi orang-orang sampai mereka mengucapkan syahadat La Ilaha illallah Muhammad Rasulullah. Apabila orang-orang itu telah mengucapkannya, maka darah dan harta mereka terjaga dariku, kecuali jika mereka tidak menjaga hak Islam”.

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

Abu Bakar Radhiallahu’anhu menjawab: “Demi Allah, seandainya mereka enggan memberikan ‘anaq-dalam riwayat lain: ‘iqal- yang dahulu mereka berikan kepada Rasulullah, Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, niscaya aku akan memerangi mereka karena keengganan itu. Sesungguhnya zakat adalah hak harta. Demi Allah, aku akan memerangi mereka yang memisahkan antara shalat dan zakat.”

Pada kesempatan lain, Umar Radhiallahu’anhu menyatakan: “Kekukuhan Abu Bakar itu membuatku yakin ia berpendapat demikian karena Allah Azza Wa Jalla telah meneguhkan hatinya untuk melakukan penyerangan. Kemudian aku pun sadar itulah yang benar.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Keempat, dalam ayat di atas disebutkan ciri orang yang memakmurkan masjid adalah orang-orang yang tidak takut kepada siapapun terutama dalam mengamalkan dan menegakkan kebenaran. Hanya kepada Allah semata mereka takut dan patuh.

Hasan al-Bashri rahimahullah pernah berkata,

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah

من خاف الله، أخاف الله منه كل شيء، ومن خاف الناس، أخافه الله من كل شيء

“Barang siapa takut kepada Allah, Allah akan membuat segala sesuatu takut kepadanya. Barang siapa takut kepada manusia, Allah akan membuatnya takut kepada segala sesuatu.” [Mawaizh lil imam Hasan al-Bashri, hal. 91].

Tentu saja berbeda rasa takut kepada Allah dan rasa takut kepada selain-Nya. Orang yang takut kepada Allah, maka dia akan berlari mendekati Allah. Sebaliknya orang yang takut kepada sesuatu, maka dia akan berusaha menjauhinya.

Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang memakmurkan masjid sehingga kita termasuk dalam kelompok orang-orang yang selalu mendapatkan petunjuk, wallahua’lam.(A/RS3/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh

 

Rekomendasi untuk Anda

Tausiyah
Sosok
Tausiyah
Tausiyah
Sosok