MIGRAN DI LIBYA PUTUS ASA DAN SIAP PERGI

Migran Afrika di Libya kian putus asa dengan konflik yang terjadi. (Foto: File Nahar Net)
Afrika di kian putus asa dengan konflik yang terjadi. (Foto: File Nahar Net)

Lampedusa, , 2 Jumadil Awwal 1436/21 Februari 2015 (MINA) – Gelombang ketakutan melanda migran yang masih tinggal di Libya sehingga membuat mereka putus asa dan siap meninggalkan negeri itu  menuju Eropa.

Cerita dari migran yang telah mencapai Italia, mengungkapkan bagaimana menakutkannya kondisi yang terjadi di negara Afrika Utara yang dilanda konflik itu, Nahar Net melaporkan yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Sabtu.

Pencari suaka yang berhasil sampai ke pulau Lampedusa, Italia, melukiskan gambaran suram negara itu yang terkunci dalam konflik dan makin membuat maraknya perdagangan penyelundupan manusia untuk mencoba mengadu nasib di Eropa.

Baca Juga:  Kongo Masih Berjuang Bendung Wabah Cacar Monyet

“Kesaksian mengkonfirmasi, penyelundup semakin bertindak keras kepada para migran pada saat keberangkatan dan ketika ditahan dalam “rumah koneksi”, sebelum keberangkatan.  Mereka menunggu hari Ahad sebelum berangkat,” kata Federico Soda, Direktur Mediterania untuk Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).

IOM mewawancarai puluhan migran pekan ini, termasuk seorang ibu Somalia yang putrinya berusia tiga bulan yang lahir di sebuah rumah koneksi di Libya.

Seorang warga asal Gambia 17 tahun mengatakan, kehidupan di Libya tidak kondusif lagi bagi pekerja migran Afrika.

Banyak migran menjelaskan tentang Tripoli, ibukota Libya, sebagai kota yang terlalu berbahaya untuk ditinggali.

Migran lain menceritakan bagaimana mereka datang langsung dari pusat-pusat penahanan dan dipaksa membayar penjaga.

Baca Juga:  Peneliti Wabah Mpox di Kongo: Akan Ada Penularan Diam-Diam

Laporan IOM menunjukkan sebagian besar migran Suriah dan Palestina akan tiba dari Sudan, setelah awalnya diterbangkan ke Khartoum dari Amman, Beirut atau Istanbul, sebelum akhirnya menyeberangi gurun Libya.

Rute ini telah menggantikan rute sebelumnya yang melalui Aljazair, membuat sekarang lebih sulit karena pengetatan pemberian visa ke Suriah dan Palestina.

Seorang remaja dari Guinea Bissau mengatakan, ia melihat tiga sahabatnya dibunuh ketika bekerja pada lokasi bangunan dalam kondisi yang mirip perbudakan. (T/P001/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0