MUI KELUARKAN KODE ETIK PENGUATAN UKHUWAH ISLAMIAH

Dewan Pertimbangan MUI Keluarkan Kode Etik Ukhuwah Islamiyah (Foto : Kurnia)
Dewan Pertimbangan Keluarkan (Foto : Kurnia/MINA)

Jakarta, 3 Muharram 1437/16 Oktober 2015 (MINA) – Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) mengeluarkan Kode Etik Islamiyah. Ketua Wantim MUI, Prof. Dr. Din Syamsudin menilai Ukhuwah Islamiyah seyogyanya dapat membawa umat Islam kepada solidaritas dan kerjasama untuk membangun peradaban guna menampilkan umat Islam sebagai umat berkemajuan.

Namun, sebaliknya kehidupan umat Islam masih jauh dari nilai-nilai ideal Islam tersebut.

“Maka mutlak perlu adanya etika Ukhuwah Islamiyah yang berisikan nilai-nilai etika dan pesan moral Islam untuk dijadikan acuan oleh umat Islam baik secara pribadi maupun kelompok,” kata Din saat Konferensi Perss MUI, di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Kamis (15/10) sore.

Bahkan, kehidupan umat Islam baik pada skala global maupun nasional di banyak negara menunjukkan gejala pertentangan pertikaian dan perpecahan yang membawa dampak sistemik dalam kehidupan umat Islam dalam berbagai bidang.

Kode etik tersebut ada dalam sembilan poin. Pertama, hubungan antara sesama Muslim haruslah senantiasa dilandasi rasa saling mencintai saling menunjukkan solidaritas dan tolong menolong dalam kebaikan dan takwa. Tidak saling menghina menghujat dan menjatuhkan.

Jika menerima informasi yang merugikan nama baik sesama muslim, masyarakat diminta untuk mendahulukan sikap tabayyun atau klarifikasi.

Kedua, sesama muslim harus saling menghormati perbedaan pendapat dalam pemahaman ajaran agama, saling menghormati paham masing-masing. Serta, bertoleransi terhadap segala perbedaan yang tidak menyangkut aqidah dan oenodaan ajaran agama.

Ketiga, setiap muslim wajib memedomani tuntunan Islam dalam memilih pemimpin. Yakni, mendasarkan pilihan pada pertimbangan kesamaan aqidah, akhlak mulia, kemampuan dan sifat amanah calon pemimpin yang akan dipilih.

Keempat, sesama pemimpin dan tokoh umat Islam wajib menghidupkan silaturrahim tanpa memandang perbedaan suku, etnik, organisasi, kelompok atau aliran politik.

Kelima, setiap pemimpin dan tokoh umat Islam perlu menaham diri untuk tidak mempertajam dan mempertentangkan masalah-masalah khilafiyah, keragaman ijtihad dan perbedaan mahzab di dalam forum khutbah, pengajian dan sebagainya. Apalagi dengan mengklaim pendapat atau kelompok tertentu yang paling benar dan menyalahkan pendapat kelompok lain.

Keenam, setiap peminpin dan anggota dalam organisasi Islam hendaklah memandang organisasi bukanlah tujuan. Melainkan, hanya alat atau sarana yang digunakan dalam megakkan agama dan membangun umat.

Ketujuh, hubungan antara sesama organisasi Islam harus dilandasi pandangam positif dan selalu mengedepankan sikap saling menghargai peran dan kontribusi masing-masing dalam pembangunan umat.

Kedelapan, setiap amal dan prestasi suatu organisasi Islam harus dipandang sebagai bagian dari karya dan prestasi umat Islam secara keseluruhan. Dalam arti, organisasi Islam yang lain wajib menghormati menjaga serta melindunginya.

Kesembilan, setiap kaum muslimin harus memandang sesama muslim lain di berbagai negara dan belahan dunia sebagai bagian dari dirinya. serta berkewajiban untuk membangun solidaritas dan tolong menolong dalam berbagai bidang kehidupan. (L/P002/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0