Jakarta, 13 Jumadil Awwal 1436/4 Februari 2015 (MINA) – Pemerintah agar mengatur dan menertibkan pembayaran dam bagi jamaah haji Indonesia sesuai dengan fatwa MUI No. 52/2014 untuk menjamin terlaksananya ibadah secara benar dan secara syar’i.
Pemerintah juga diminta memberikan kemudahan bagi jamaah haji dan mencegah terjadinya penyimpangan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan fatwa tentang pembayaran dam atas haji tamattu dan qiran secara kolektif tersebut, dalam rekomendasi fatwa MUI No. 52/2014, kata Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF dalam Konferensi Pers di Kantor Pusat MUI, Jakarta, Selasa (3/3).
Selama ini dalam pelaksanaan pembayaran dam bagi jamaah haji dilakukan secara sendiri-sendiri oleh jamaah haji dan tidak berkoordinasi secara baik. ujarnya
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama
“Ini menimbulkan kesulitan bagi jamaah serta tidak optimalnya pemanfaatan daging, dan berpotensi menimbulkan penyimpangan”, imbuhnya.
Pemerintah Indonesia agar berkoordinasi dengan Pemerintah Arab Saudi untuk mengelola dam yang dibayarkan oleh jamaah haji Indonesia demi kemanfaatan bagi fakir miskin, termasuk di Indonesia.
Hasanuddin AF menjelaskan, melakukan pembayaran dana untuk dam atas haji tamattu maupun qiran secara kolektif sebelum adanya kewajiban, hukumnya boleh.
Pada saat pembayaran menggunakan akad wadi’ah (titipan) dan pada saat pelaksanaan, menggunakan akad wakalah (perwakilan), paparnya.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
Jamaah haji sebagai muwakkil memberikan mandat penuh kepada wakil untuk menunaikan kewajibannya.
“Orang atau lembaga yang menerima perwakilan (wakil) harus amanah dan memiliki kemampuan menjalankannya sesuai dengan ketentuan syar’i,” kata Hasanuddin.
Melimpahkan pelaksanaan kewajiban dam atas haji tamattu maupun qiran dari calon jamaah haji sebagai wakil kepada muwakkil (yang menerima perwakilan), dengan membayarkan sejumlah dana untuk pembelian hewan ternak dan disembelih di tanah haram, hukumnya sah.
Ia menjelaskan, memasukkan biaya dam ke dalam komponen biaya haji yang dikelola oleh penyelenggara perjalanan haji juga mubah (boleh), dengan syarat sumbernya dibenarkan secara syar’i dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dana dam sebagaimana dimaksud bersifat amanah (yadul amanah).
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka
Apabila jamaah haji yang dalam pelaksanaan ibadahnya tidak terkena kewajiban dam, maka dana tersebut wajib dikembalikan kepada yang berhak, jelasnya.
Kemudian mengelola dan menyalurkan daging dam untuk kepentingan fakir miskin di luar tanah haram Makkah hukumnya juga mubah (boleh).
Dalam keterangan pers tersebut, MUI juga menyampaikan sejumlah fatwa lain terkait fatwa tentang hukuman bagi produsen, bandar, pengedar, dan penyalah guna narkoba. dan fatwa tentang penyamakan kulit hewan dan pemanfaatannya.
Hadir pada Konferensi Pers MUI antara lain Wakil Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin, Ketua Komisi Fatwa MUI, Hasanuddin AF, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am Sholeh, staf MUI lainnya serta media massa. (L/P002/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)