Jakarta, 28 Ramadhan 1437/3 Juni 2016 (MINA) – Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), Prof. Dr. KH. Ahmad Satori Ismail, mengingatkan bulan Ramadhan akan segera berlalu hanya dalam hitungan jam. Ia mengajak umat Islam untuk memanfaatkan sisa waktu bulan suci ini dengan beribadah secara serius agar bisa mencapai gelar muttaqin (orang yang bertakwa).
“Seperi dikatakan Rasulullah bahwa seorang hamba tidak akan sampai pada derajat muttaqin hingga ia meninggalkan sesuatu yang boleh ia tinggalkan kalau takut terjerumus ke dalam yang haram,” kata Satori saat menyampaikan ceramah di Masjid Al-Ikhlash Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Ahad (3/7) malam.
Satori mengatakan seandainya ada dari umat Muslim sempat lalai dalam mengisi Ramadhan maka bisa diperbaiki di pengujung bulan suci ini. Syaratnya, kata dia, harus serius membenamkan diri dengan kegiatan, zikir, dan ibadah yang membawa pada kedekatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Salah satu pengurus Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) ini mengutip nasehat ulama dan cedekiawan yang hidup pada masa awal Kekhalifahan Umayyah, Hasan al-Bashri.
Baca Juga: Menag Tekankan Pentingnya Diplomasi Agama dan Green Theology untuk Pelestarian Lingkungan
Dalam nasehatnya, Hasan Al-Bashri mengatakan, “Perbaiki apa yang tersisa, agar kesalahan yang telah lalu diampuni. Manfaatkan sebaik-baiknya yang tersisa, karena kamu tidak tahu kapan rahmat Allah itu akan dapat diraih”.
“Ini sesuai dengan Alquran bahwa innal hasanati yuzhibna saiat (yang terjemahan bebasnya: sesungguhnya amal baik menghapus keburukan),” tegas Satori.
Mengenai keseriusan dalam urusan akhirat, ibadah, dan fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan), ia mengatakan bahwa seorang Muslim perlu mencontoh kuda pacu.
“Al-Imam Ibnu Al-Jauziy mengatakan seekor kuda pacu jika sudah mendekati garis finish akan mengerahkan seluruh tenaganya untuk meraih kemenangan, karena itu, jangan sampai kuda lebih cerdas darimu,” ujar Satori.
Baca Juga: Menhan: 25 Nakes TNI akan Diberangkatkan ke Gaza, Jalankan Misi Kemanusiaan
“Ketika Perang Badar, umat Islam menang, tapi dalam Perang Uhud kalah, karena umat Islam tidak serius seperti yang dicontohkan dan diperintahkan oleh Rasulullah,” tambahnya.
Menurut dia, jika dibandingkan dengan urusan dunia, aya-ayat di dalam Al-Qur’an pasti berbicara sangat serius dan konsekuen ketika menjelaskan atau menyinggung permasalahan akhirat dan fastabiqul khairat.
“Al-Qur’an konsekwen sekali kalau dalam urusan kebaikan, akhirat, ampunan, surga, bahwa kita disuruh berlomba-lomba, bukan santai-santai,” kata dia.
Satori menjelaskan Alqur’an berbicara ‘lunak’ saat menjelaskan hal-hal yang sifatnya duniawi, semisal urusan rizki, karena sudah ada yang menjamin yakni Allah, sementara urusan akhirat tidak.
Baca Juga: BMKG: Waspada Gelombang Tinggi di Sejumlah Perairan Indonesia
“Kalau masalah akhirat belum ada jaminan. Siapa yang menjamin bahwa shalat atau puasa kita diterima. Makanya harus serius dari niat, syarat, rukun, dan lain-lain. Tidak mungkin hanya dengan santai-santai kalau mau diterima (oleh Allah),” pungkasnya. (P022/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Longsor di Salem, Pemkab Brebes Kerahkan Alat Berat dan Salurkan Bantuan