Muslim Mindanao Belajar Pengelolaan Zakat ke Aceh

Muslim Mindanao dan pejabat Baitul Mal Aceh (Istimewa)

Banda Aceh, MINA – Sebanyak 20 orang muslim dari Mindanao, Philipina berkunjung ke untuk mempelajari cara mendirikan lembaga dan .

Aceh dipilih karena merupakan daerah bekas konflik seperti Mindanao, demikian Muslimchoce, Kamis (4/7).

Rombongan disambut langsung oleh Plt Kepala Baitul Mal Aceh, Drs. Mahdi Ahmadi didamping beberapa kepala bidang dan bagian.

Mahdi manjelaskan banyak hal seputar pengelolaan zakat yang dipraktikkan Baitul Mal Aceh dan kabupaten/kota selama ini.

“Aceh memiliki qanun yang dibuat oleh dewan perwakilan rakyat Aceh. Dengan qanun tersebut Aceh bisa mengatur semua yang Aceh inginkan atas persetujuan pemerintah pusat, termasuk dalam hal pengelolaan zakat,” kata Mahdi dalam paparannya.

Selain itu katanya, pengelolaan badan amil zakat di Aceh langsung dikoordinir oleh pemerintah, sehingga dari segi regulasi dan pengelolaannya Aceh lebih kuat serta pendapatan zakat lebih besar dibanding provinsi lain di Indonesia.

Mahdi juga menjelaskan bagaimana Aceh di bawah kontrol pemerintah, selain memungut zakat juga mengutip infak dari siapa saja yang mendapatkan paket proyek dari pemerintah sebesar 0,5 persen.

“Maksudnya siapa saja yang mendapatkan proyek dari pemerintah di atas Rp 50 juta, maka akan dipotong 0,5 persen, itu resmi,” sebut Mahdi.

Usai presentasi Plt Kepala Baitul Mal Aceh hingga ke model pemberdayaan zakat, para peserta tampak begitu antusias. Melalui translater, Shadia Marhaban mereka bertanya berapa besaran nisab zakat di Aceh yang harus dipotong oleh pemerintah.

Mereka juga sangat kagum kepada Aceh yang mampu menghimpun zakat yang begitu banyak. Informasi-informasi yang mereka dapatkan selama di Aceh akan mereka bawa pulang ke negaranya yang baru saja selesai konflik untuk diterapkan di sana.

Selain ke Baitul Mal Aceh, mereka juga akan menjumpai beberapa lembaga terkait lainnya yang memainkan peran integral selama transisi politik Aceh dan pengalaman reintegrasi.

“Kegiatan-kegiatan ini adalah bagian dari paket bantuan untuk membantu membangun dan meningkatkan kapasitas individu dan kolektif dari kepemimpinan Front Pembebasan Moro Islam (MILF) dalam mengelola jalan menuju transisi politik,” kata Shadia.

Kegiatan mereka selama di Banda Aceh dan Sabang sepenuhnya difasilitasi oleh UNDP untuk pelaksanaan latihan pembelajaran yang mulai tanggal 01 sampai 03 Juli 2019.

Kepengurusan Otoritas Transisi Bangsamoro (BTS) sendiri dilantik oleh Presiden Filipina, Rodrigo Duterte pada bulan Maret 2019 lalu. Duterte juga menyerahkan masa depan dari Bangsamoro kepada Otoritas tersebut.

“Saya percaya Anda akan menggunakan kekuasaan ini dengan hati-hati, masa depan generasi bangsa Filipina terutama bangsa Moro di Mindanao tergantung padanya,” kata Duterte dalam pidatonya seperti dilansir Mindanews.

BTA adalah badan pengelola Wilayah Otonomi Bangsamoro di . Badan ini akan bekerja hingga 30 Juni 2022. BTA bekerja dalam naungan Bangsamoro Organic Law atau Undang-Undang Organik Bangsamoro. (T/Sj/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)