Oleh: Rifa Berliana Arifin, Kepala Redaksi Arab MINA
Baru genap satu pekan dunia merayakan hari peringatan ke 70 tahun Hak Asasi Manusia (human rights), dunia kembali dihebohkan dengan berita-berita tentang peristiwa diskriminasi Cina atas warga Muslim Uyghur di Xinjiang, berikut uraiannya.
Xinjiang adalah wilayah yang dikenal dengan sebutan Turkistan Timur. Nama itu ada sejak zaman kekhilafahan Bani Umayyah tahun 96 Hijriyah. Wilayah ini merupakan pusat Islam terbesar sebelum dijajah oleh komunis Cina. Dengan letak wilayah bersebelahan dengan negara Pakistan dan Afghanistan, penduduk Xinjiang dihuni hampir seperlimanya oleh etnis Uyghur.
Cina menduduki Xinjiang dari tahun 1949 sampai sekarang. Populasi penduduk Xinjiang saat ini mencapai 10 juta Muslim. Pemerintah Cina menganggap itu bentuk ancaman jika terus dibiarkan besar dan bertambah, maka salah satu strategi Cina adalah dengan meningkatkan populasi etnis non-Muslim Han. Dengan itu, kemungkinan pengaruh Islam akan berkurang. Semakin banyak orang Cina non-Muslim, semakin lemah Uyghur.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Sejak tahun 1949, Cina tercatat telah melenyapkan nyawa lebih dari 60 juta Muslim Uyghur, 10 kali lipat dari jumlah korban perang Irak, Bosnia, Afghanistan, Chechnya dan Palestina. Di tahun 1952, Cina mengeksekusi sekurangnya 120.000 warga Uyghur, kebanyakan korbannya adalah para mahasiswa dan sarjana.
Selain terus melenyapkan nyawa, dari tahun 1949 sampai 1979, Pemerintah Cina telah menghancurkan 1.000 masjid dan menonaktifkan 1.200 masjid lainnya, bahkan sebagiannya dirubah menjadi kantor-kantor.
Muslim Uyghur bukan saja merasakan sulitnya beribadah di Masjid bahkan puasa di bulan Ramadhan pun dilarang. belum lagi kebencian yang tinggi pada pembaca dan pecinta Al-Qur’an. Cina telah membakar 370.000 mushaf Al-Quran di kota Urumqi, ibu kota Xinjiang. Cina memaksa para orang tua untuk mengubah nama islam anaknya yang berusia di bawah 16 tahun. Siapapun yang tertangkap mengajarkan Islam akan dihukum sekurang-kurangnya dua tahun penjara.
Cina juga memaksa 54.000 warga Uighur bekerja sebagai prajurit di bawah wewenang pemerintahan. Cina pun memaksa para muslimah untuk melepaskan jilbab mereka. Pemerintah bertangan besi yang tidak memiliki belas kasihan dan rasa kemanusiaan.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Ditahun 2017, Cina memaksa Mesir untuk menyerahkan mahasiswa Uyghur yang tengah menimba ilmu di Universitas al-Azhar kembali ke Xinjiang. Tindakan itu membuat banyak mahasiswa Uyghur melarikan diri dan bersembunyi ke kota Nasr, Kairo. Orang tua mereka ditangkap dan diancam akan dibunuh jika mereka tidak kembali. Akhirnya banyak yang tertangkap dan pulang dengan terpaksa.
Mesir menyambut permintaan Cina, lembaga pengawas HAM (human right watch ) mendata sekitar 70 pria dan wanita berhasil ditangkap oleh pihak keamanan Mesir dan diserahkan kepada otoritas Cina. Hal itu lantas membuat heboh dunia bahwa rezim baru Mesir telah kehilangan kepeduliannya terhadap Umat Islam.
Cina menuduh komunitas muslim Uyghur sedang merencanakan serangan teror, para pengamat barat mengatakan sebaliknya, justru Cina terlalu membesar-besarkan atau mengada-ada ancaman dari Uyghur. Cina harus bertanggungjawab atas tindakan domestik represifnya yang menyebabkan meningkatnya kematian dan kekerasan kemanusiaan di Xinjiang.
Saat ini. Xinjiang menjadi kota dengan pengamanan terketat sedunia, jalanannya dipenuhi pos-pos pemeriksaan, otoritas keamanan, dan kamera cctv. Sistem pelacakan satelit terpasang di setiap mobil dan diawasi kamera setiap masuk pasar atau mengunjungi fasilitas umum seperti terminal bus, stasiun. Polisi Cina mengawasi dan memeriksa mereka setiap hari, hampir 100.000 personil keamanan dalam waktu 12 bulan.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Sistem pengenal wajah (facialrecogniting systems) yang baru-baru ini dikenalkan Cina kepada dunia sudah diterapkannya kepada warga Uyghur, mereka menjadi ‘tikus percobaan’ sebuah sistem. Sistem pengenalan wajah ini memberi rambu-rambu kepada otoritas keamanan untuk memantau situasi setiap warga Uyghur kemana, dimana, seberapa jauh orang itu pergi termasuk rumah dan tempat kerja.
Anggota Komisi Keamanan Privasi Data dan Integritas di Kementerian Dalam Negeri Amerika Serikat Jim Herper mengatakan, sistem semacam itu jelas cocok untuk mengawasi orang, menurutnya, di masa lalu sistem seperti ini sebagai simbol masyarakat yang hidup di negara tirani.
Sistem pengenal wajah itu hanya bagian dari rencana Cina untuk membangun jaringan keamanan domestik. Anggaran yang Cina keluarkan untuk investasi ini mencapai 938 miliyar yuan atau sekitar 146 miliyar dollar. Diprakasai oleh China Electronics Technology Group perusahaan teknologi terbesar di Cina bekerjasama dengan pertahanan nasional Cina membangun radar militer dan sistem ruang angkasa. Semua investasi raksasa ini adalah untuk menjaga kemanan dalamnegeri dan memprediksi ancaman sebelum terjadinya terror. (A/RA-1/P1)
Miraj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat