Bogor, MINA – Dr Irfan Syauqi Beik, pakar IPB University dari Fakultas Ekonomi dan Manajemen menyebutkan salah satu aspek penting dalam pengembangan industri perbankan syariah adalah meningkatkan daya saing perbankan syariah nasional di pentas global.
Dr Irfan menambahkan untuk menjadi bank syariah yang bereputasi global, diperlukan adanya roadmap yang jelas dan terukur. Karena itu, dalam peta jalan pengembangan Bank Syariah Indonesia (BSI), diperlukan adanya tahapan-tahapan yang mengarah pada penguatan BSI pada level global. Demikian Dr Irfan dalam keterangan tertulisnya yang diterima MINA, Sabtu (23/1)
Penguatan-penguatan tersebut dapat dilakukan baik dari sisi modal, teknologi, kualitas layanan, maupun kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) dan kekuatan jaringan.
“Keberadaan BSI diharapkan dapat memenuhi ekspektasi sebagai bank yang dapat mengakselerasi daya saing global perbankan syariah Indonesia,” katanya.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Menurutnya, BSI diproyeksikan dapat menjadi wajah Indonesia di pentas dunia sehingga bisa memberikan manfaat yang lebih luas bagi perekonomian nasional.
Jika melihat data yang dirilis oleh The Asian Bankers, Dr Irfan menyebutkan, hingga akhir 2019 Indonesia belum memiliki bank syariah yang masuk kategori 10 bank syariah terbesar di dunia dari sisi total aset.
Menurut data tersebut posisi nomor wahid masih dipegang oleh Al Rajhi Bank (Arab Saudi) dengan total aset hampir Rp 1.400 triliun, disusul Dubai Islamic Bank (Uni Emirat Arab) di peringkat kedua dengan total aset hampir Rp 900 triliun, dan Kuwait Finance House (Kuwait) di peringkat ketiga dengan total aset hampir mencapai angka Rp 850 triliun.
Kehadiran BSI diharapkan dapat mendongkrak posisi Indonesia untuk bisa masuk 10 besar bank syariah dengan total aset terbesar di dunia pada tahun 2024.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
“Dengan masuk menjadi 10 besar maka kredibilitas Indonesia akan semakin meningkat. BSI akan menjadi bank dengan reputasi global yang baik,” imbuh Dr Irfan.
Penguatan kredibilitas global ini akan memberikan sejumlah manfaat. Pertama, membuka ruang yang lebih besar untuk dapat memfasilitasi kegiatan ekonomi dan keuangan syariah secara internasional, seperti memfasilitasi penerbitan letter of credit yang dapat dimanfaatkan untuk memperkuat ekspor produk halal nasional ke pasar internasional.
“Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) produsen halal yang berorientasi ekspor dapat memanfaatkan BSI untuk melakukan penetrasi pasar global sehingga diharapkan bisa naik kelas menjadi usaha besar.
Secara makro, penguatan ekspor ini diharapkan dapat membantu memperkuat kondisi neraca perdagangan Indonesia, selain memberikan dampak terhadap penyerapan angkatan kerja akibat perkembangan bisnis yang semakin membaik,” ujar dosen IPB University dari Departemen Ekonomi Syariah ini.
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
Kedua, mendorong pengembangan jaringan kantor cabang atau kantor layanan secara internasional, terutama di negara-negara yang memiliki jumlah ekspatriat dan pekerja migran Indonesia yang besar atau di negara-negara yang menjadi partner dagang terbesar Indonesia.
Terkait dengan ekspatriat maupun Pekerja Migran Indonesia (PMI), ada dua hal yang bisa dijalankan oleh BSI, yaitu dengan melakukan penetrasi terhadap pasar remitansi yang angkanya cukup signifikan saat ini, dan melaksanakan fungsi proteksi atau perlindungan WNI di negara tersebut.
Khusus mengenai fungsi proteksi WNI ini, maka hal tersebut bisa dilaksanakan melalui kerjasama dan koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) yang dulunya bernama BNP2TKI.
Dikatakan Irfan, caranya adalah Kementerian Luar Negeri, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan BP2MI perlu menerapkan kebijakan dan strategi diplomasi yang mewajibkan perusahaan atau perorangan di negara-negara yang merekrut PMI (Pekerja Migran Indonesia) untuk melaksanakan pembayaran gaji PMI melalui BSI.
Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng
“Selanjutnya BSI bisa memonitor secara rutin apakah perusahaan atau perorangan yang mempekerjakan PMI tersebut telah melaksanakan kewajibannya atau belum. Ketika dalam catatan rekening PMI tidak ditemukan adanya transfer gaji dan tunjangan, maka BSI dapat langsung memberikan notice kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI/KJRI), sebagai perpanjangan tangan pemerintah. KBRI/KJRI lalu dapat meminta perusahaan atau perorangan yang dimaksud, agar menunaikan kewajibannya dengan segera. Dengan demikian, ada fungsi perlindungan WNI yang juga bisa dijalankan oleh BSI,” ujarnya.
Konsolidasi yang saat ini sedang berjalan diharapkan mampu menghasilkan bank syariah yang bertaraf internasional, dengan kekuatan modal dan teknologi yang lebih baik, dan dengan SDM yang semakin berkualitas, berakhlakul karimah dan profesional, sehingga mimpi Indonesia untuk menjadi pusat ekonomi syariah dunia pada 2024 bisa terwujud.(R/R1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Wapres: Ekonomi Syariah Arus Baru Ketahanan Ekonomi Nasional