Bogor, MINA – Pakar dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB University, Prof Dr Sedarnawati Yasni melihat bahwa pandemi COVID-19 dipastikan tidak akan berlalu dalam waktu cepat dan sudah merusak semua aspek kehidupan. Salah satunya akan terjadi krisis pangan.
Tindakan proaktif terhadap kemungkinan krisis pangan akibat pandemi dapat diatasi melalui pemanfaatan jenis-jenis pangan sumber karbohidrat.
Laporan dari Kementerian Pertanian menyatakan Indonesia memiliki 77 jenis sumber karbohidrat yang sudah diketahui, yang selaras dengan program peningkatan produk pangan lokal untuk mendukung gerakan diversifikasi pangan nonberas dari pemerintah.
Guru Besar yang fokus risetnya pada pengembangan potensi lokal, khususnya tanaman umbi-umbian ini melihat bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki potensi lokal yang berbeda yang dapat dikembangkan. Contohnya tanaman umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai substitusi beras.
Baca Juga: Wamenag Sampaikan Komitmen Tingkatkan Kesejahteraan Guru dan Perbaiki Infrastruktur Pendidikan
Pemanfaatan dan pengembangan potensi lokal, terutama umbi-umbian, dapat diarahkan pada pengembangan bentuk-bentuk pangan tradisional dengan memberikan sentuhan teknologi. Penambahan citarasa ekstrak rempah sebagai bentuk diversifikasi produk olahannya juga dapat dilakukan. Cara ini juga sekaligus meningkatkan manfaatnya bagi kesehatan tubuh.
Dalam risetnya, Prof Sedarnawati berfokus pada ubi jalar ungu karena didorong oleh informasi tentang potensi komponen aktifnya sebagai anti kanker. Selain itu, ubi jalar merupakan salah satu komoditas unggulan riset dari Kementrian Pertanian RI.
Melalui kerjasama riset dengan Balai Pascapanen dan pengadaan ubi jalar ungu oleh Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian di Malang, Prof Sedarnawati berhasil mengembangkan produk cookies dari pasta (puree) ubi jalar ungu untuk penderita diabetes.
Inovasi ini mendapatkan penghargaan sebagai Inovasi Indonesia Paling Prospektif pada tahun 2012. Sedangkan produk biskuit pati lambat cerna ubi jalar ungu untuk penderita diabetes mendapatkan penghargaan sebagai Inovasi Indonesia Paling Prospektif pada tahun 2016 dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun
Dari dua jenis produk pengembangan berbahan dasar ubi jalar ungu ini diperkenalkan aspek teknologi pengolahan pasta dan teknologi pengolahan pati.
Dilanjutkan dengan teknik fraksinasi komposisi pati berdasarkan kecepatan pencernaannya dan jenis olahan produk cookies dan biskuit sebagai camilan.
Target sasaran produk untuk penderita diabetes diperoleh dari hasil kajian pada tikus yang diinduksi diabetes menggunakan streptozotocin.
Dalam risetnya tersebut, terbukti bahwa produk cookies dari pasta (puree) ubi jalar ungu mampu menurunkan glukosa darah tikus yang signifikan sebesar 70.5 persen serta kecenderungan untuk menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah.
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
Analisa histopatologi jaringan pankreas menunjukkan bahwa cookies pasta ubi jalar ungu mampu melindungi dari adanya kerusakan akibat stres oksidatif yang umumnya terjadi pada kondisi hiperglikemia.
“Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengembangan pangan fungsional berupa cookies pasta ubi jalar ungu tidak saja merupakan bentuk diversifikasi pangan lokal, tetapi mampu memodifikasi metabolisme karbohidrat dan lemak dalam tubuh. Hal ini penting dalam mencegah risiko penyakit degeneratif,” ujarnya.
Selain cookies dan biskuit ubi jalar ungu, Prof Sedarnawati juga mengembangkan makaroni non-gluten, flakes non-gluten dari pati ubi jalar ungu dan getuk kaya Protein Rasa Kayu Manis.
Masing-masing jenis produk telah dikembangkan diversifikasi citarasa dengan ekstrak kayu manis dan ekstrak jahe, meskipun lebih disukai citarasa kayu manis.
Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia
Mencermati dampak dari pandemi COVID-19 pada aspek ekonomi dengan semakin meningkatnya jumlah pengangguran, maka keempat produk ini dapat dijadikan produk pengembangan industri kecil dan menengah melalui mitra pemerintah, akademisi, swasta, masyarakat, dan media.
“Sehingga potensi lokal dapat dimanfaatkan optimal, terbuka lapangan pekerjaan baru atau pengembangan usaha ekonomi produktif di bidang pangan untuk mengurangi pengangguran, dan masyarakat petani menjadi lebih sejahtera,” jelasnya.(R/R1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Matahari Tepat di Katulistiwa 22 September