Jakarta, MINA – Di tengah polemik kenaikan biaya haji, Arif Satria, Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) mengusulkan untuk memangkas lama tinggal di Arab Saudi.
“Berkurangnya durasi Ibadah Haji hanya 20-30 hari saja akan memangkas biaya secara _significant_ yang harus dibayarkan” kata Arif dalam keterangan pers yang diterima MINA, Kamis (9/2).
Ia mencontohkan pelaksanaan haji plus yang bisa diraih dengan durasi 12 hingga 15 hari, yang hanya mengambil kegiatan inti dan pokoknya.
Ia menambahkan, yang harus dikedepankan dalam konteks kenaikan ini pun perlu diikuti dengan penguatan tata kelola yang baik, dalam hal transparansi dan akuntabilitas.
Baca Juga: HGN 2024, Mendikdasmen Upayakan Kesejahteraan Guru Lewat Sertifikasi
”Soal kenaikan ini, jika memang hal teknis mengalami kenaikan misal akomodasi, transportasi kita akan maklum. Memang beban subsidi yang cukup berat ini perlu dipertimbangkan. Saya yakin jika publik diberikan data faktual, pasti diterima.” ujarnya.
Tentang kenaikan BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji), Arif setuju untuk meniadakan subsidi untuk keberlanjutan penyelenggaraan ibadah haji. Oleh karena ini pemerintah harus berusaha keras untuk renegosiasi kepada pihak-pihak terkait agar biaya haji makin efisien.
Berdasarkan paparan usulan biaya haji 1444 H yang disampaikan Kementerian Agama (Kemenag) beberapa waktu lalu, salah satu poin yang tinggi adalah biaya penerbangan. Disebutkan perhitungan aspek ini mencapai Rp 33 juta untuk tiap jamaah.
Arif Satria menilai angka ini relatif sangat mahal jika dibandingkan dengan penerbangan ekonomi biasa. Namun, ia tidak menyangkal jika ada logika atau perhitungan yang berbeda dengan penggunaan penerbangan biasa.
Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun
“Penerbangan biasa, orang ke Jeddah paling sekitar Rp 10-15 juta. Rp 33 juta ini mahal, karena berangkat penuh pulang kosong. Harga penerbangan ini tinggi untuk mengcover biaya pulang yang kosong tadi,” lanjutnya.
Meski demikian, ia tetap mendorong pemerintah untuk melakukan negosiasi dengan pihak maskapai. Selanjutnya, menurutnya pemerintah harus membuat perhitungan dengan pertimbangan riil dan kalkulasi yang moderat, mengingat komponen harga yang ditetapkan juga sudah menghitung keuntungan.
Dalam hal ini, Arif Satria juga mengusulkan Indonesia bisa melakukan investasi akomodasi di Arab Saudi. Sebab biaya haji setiap tahun sifatnya rutin dan tren haji setiap tahun di Indonesia terus meningkat.
“Aspirasi kita, bagaimana investasi akomodasi menjadi penting dan keniscayaan, karena ini berlangsung setiap tahunnya, sifatnya rutin. Tren orang berangkat haji ini semakin lama semakin meningkat,” jelasnya dalam kegiatan Forum Diskusi BPIH Berkeadilan dan Berkelanjutan yang digelar Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Baca Juga: Meriahkan BSP, LDF Al-Kautsar Unimal Gelar Diskusi Global Leadership
Ia menyebut proses penyelenggaraan ibadah haji di Saudi ini berkaitan dengan politik ekonomi. Tidak bisa dipungkiri, kegiatan satu tahun sekali ini merupakan bisnis besar.
“Bila memungkinkan ada negosiasi ke pemilik Hotel-hotel besar di Arab Saudi, termasuk Makkah dan Madinah. Hotel-hotel tersebut sebagian besar milik negara Barat yang selama ini merupakan mitra ekonomi Indonesia,” tuturnya.
“Banyak hal yang bisa dilakukan untuk memotong pengurangan biaya haji. Salah satunya juga airport, yang saat ini bertumpu di Jeddah dan Madinah. Ini kalau bisa buka alternatif di tempat lain, Thaif misalnya, bisa dilakukan simulasinya,” ujarnya. (R/R5/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Enam Relawan UAR Korwil NTT Lulus Pelatihan Water Rescue