Para Petani di India Protes UU Pertanian Baru

News Delhi, MINA – Para petani di seluruh ibu kota India, New Delhi, melakukan aksi protes atas pemberlakuan UU Pertanian baru, yang dianggap dapat menghancurkan mata pencaharian mereka.

Para pengunjuk rasa mengulangi tuntutan mereka kepada pemerintah untuk membatalkan undang-undang pertanian baru tersebut yang menurut mereka dapat menghancurkan mata pencaharian mereka dengan membuka sektor tersebut untuk pemain swasta. Arab News melaporkan, Kamis (3/12).

Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi berpendapat bahwa undang-undang yang disahkan pada bulan September akan memungkinkan petani untuk swasembada dengan menetapkan harga dan menjual produk langsung ke perusahaan swasta, seperti jaringan supermarket.

Namun menurut para petani undang-undang itu justru akan membuka jalan bagi pemerintah untuk berhenti membeli hasil panen dengan harga terjamin, dn membiarkan mereka pada “belas kasihan pembeli swasta yang menetapkan harga.”

Presiden Asosiasi , Bhanu Pratar Singh mengatakan, “Tuntutan dasar kami adalah agar pemerintah memberi kami secara tertulis bahwa Harga Dukungan Minimum (MSP) yang diberikan pemerintah untuk produk pertanian harus dikodifikasi dalam undang-undang pertanian.”

Protes meningkat pecan lalu ketika puluhan ribu petani berbaris ke New Delhi, dengan mayoritas mengatakan bahwa undang-undang baru juga akan memungkinkan pedagang untuk menimbun biji-bijian, yang mereka khawatirkan akan menyebabkan kenaikan harga dan lebih banyak keuntungan bagi pedagang di tengah pandemi virus corona.

Demonstrasi menyebabkan bentrokan dengan polisi, yang menggunakan gas air mata, meriam air, dan pentungan terhadap pengunjuk rasa.

Selama ini para petani menjual produknya di pasar grosir milik pemerintah, yang juga menetapkan MSP biji-bijian.

“Semua itu bisa berubah dengan masuknya pemain pasar baru di sektor pertanian, di mana harga pasar individu dapat menggantikan MSP,” ujar Jagjit Singh Dalewal dari Serikat Petani India, yang membawahi 30 kelompok petani.

“Ini akan membuat kita tergantung pada pebisnis besar. Kami tidak ingin ketidakpastian itu,” katanya.

Pada Selasa (2/12), pembicaraan antara pejabat dan serikat petani gagal setelah serikat petani menolak tawaran untuk membentuk komite terkait masalah tersebut.

Sebuah pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh kelompok tani mengatakan bahwa mereka menemukan tawaran itu sebagai “upaya untuk mengulur waktu tanpa membahas masalah sebenarnya”. (T/RS2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.