Para Pewaris Al-Quran (oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur)

Firman Allah Subhanahu wa taala:

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”. (Q.S. Fatir [35], 32).

Abul Qasim Al-Husein bin Muhammad yang dikenal dengan Ar-Raghib Al-Asfihani (502 H) mendefinisikan waris adalah pemindahan hak milik kepadamu dari orang lain tanpa perjanjian dan segala sesuatu yang berlaku dalam suatu perjanjian).

Yang dimaksudkan dengan Al-kitab pada ayat ini adalah Al-Quran. Tafsir Al-Jalalain menjelaskan bahwa yang dimaksud  “ Auratsnaa  (َاوْرَثْنَا)“ adalah “ A’thaina “ (Kami Berikan).

Allah menggunakan kalimat “Kami Wariskan” pada pemberian Al-Quran kepada umat Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasalam seakan-akan menggambarkan -Wallahu ‘Alam- bahwa Allah memberikan Al-Quran kepada umat Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasalam seperti ahli waris meninggalkan warisan kepada ahli warisnya. Walaupun sebelumnya tidak ada perjanjian antara Allah dengan nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasalam tetapi pewaris yang baik pasti akan menggunakan warisan itu dengan sebaik-baiknya.

Adapun yang dimaksud dengan “yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami” adalah umat Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasalam sejak kitab ini diturunkan sampai akhir zaman.

Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir menyatakan: “Kemudian Kami jadikan orang-rang yang mengamalkan kitab yang besar yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya adalah orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba kami Mereka adalah umat ini, umat Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasalam”.

Umat yang menerima pewarisan Al-Kitab terbagi menjadi 3 golongan:

  1. Orang yang menganiaya diri, yaitu seorang yang melalaikan sebagian yang diwajibkan dan mengerjakan sebagian hal-hal yang diharamkan.
  2. Yang pertengahan yaitu orang yang menunaikan hal-hal yang diwajibkan dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan, tetapi adakalanya dia meninggalkan sebagian yang disunnahkan dan mengerjakan sebagian hal-hal yang dimakruhkan.
  3. Yang lebih dulu (cepat) berbuat kebikan dengan izin Allah yaitu orang yang mengerjakan semua kewajiban dan yang disunnahkan, juga meninggalkan semua hal yang diharamkan dan yang dimakruhkan dari sebagian yang dibolehkan.

Menurut Imam  Ath-Thabari, kalimat “dengan izin Allah” pada ayat ini menunjukkan bahwa orang dapat mencapai golongan yang ketiga ini adalah karena taufik dari Allah.

Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir menukilkan beberapa hadits dengan takhrijnya, sebagai berikut :

  1. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Al-Walid bin Al-‘Auzar, bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki dari Tsaqif menceritakan hadits dari seorang lelaki dari Kurawah dari Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda tentang ayat ini (Q.S Fatir: 32), Beliau bersabda: “Mereka semuanya berada di tempat yang sama dan semuanya di Surga”. Ditinjau dari jalur ini, hadits ini kedudukannya gharib, karena di dalam sanadnya terdapat orang-orang yang tidak disebut namanya, Ibnu Yazir dan Ibnu Abi Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadits Syu’bah dengan lafadz yang sama.  Pengertian sabda beliau: “Mereka semuanya berada di tempat yang sama” ialah bahwa mereka berasal dari ummat ini dan bahwa mereka bermuasal ahli Surga sekalipun diantara mereka berbeda kedudukannya di dalam Surga.
  2. Imam Ahmad mengatakan telah bercerita kepada kami Ishak bin Musa, dan telah bercerita kepada kami Anas bin Iyadh Al- Laidsi Abu Dhamirah dari Musa bin Uqbah dari Ali bin Abdullah Al-Azdi dari Abu Darda Radhiallahu anhu berkata: “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam tentang ayat dalam surah Fathir: 32, adapun orang-orang yang lebih cepat berbuat kebaikan adalah orang yang dimasukkan ke Surga tanpa hisab, dan adapun orang-orang yang pertengahan ialah orang-orang yang dihisab tetapi dengan hisab yang ringan dan adapun orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri adalah orang-orang yang ditahan dalam masa yang lama di padang mahsyar (menunggu syafaatku), kemudian Allah memaafkan mereka dengan rahmat-Nya. Mereka adalah orang yang mengatakan seperti yang disebut dalam firman Allah:

 الۡحَمۡدُ لِلّٰهِ الَّذِىۡۤ اَذۡهَبَ عَـنَّا الۡحَزَنَ ؕ اِنَّ رَبَّنَا لَـغَفُوۡرٌ شَكُوۡرُ

اۨلَّذِىۡۤ اَحَلَّنَا دَارَ الۡمُقَامَةِ مِنۡ فَضۡلِهٖ‌ۚ لَا يَمَسُّنَا فِيۡهَا نَصَبٌ وَّلَا يَمَسُّنَا فِيۡهَا لُـغُوۡبٌ

“Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami. Sungguh Tuhan kami benar-benar maha pengampun, maha bersyukur. Yang dengan karunia-Nya menempatkan kami dalam tempat yang kekal (Surga); di dalamnya kami tidak merasa lelah dan tidak pula merasa lesu”. (Q.S Fatir: 34 -35).

Setelah menukilkan hadits ini, Ibnu Katsir menyebutkan riwayat dari jalan lain yang bersumber dari Ibnu Abi Hatim berkata: “Bercerita kepada kami Usaid bin Ashim, bercerita  kepada kami Husain bin Hafsh bercerita kepada kami Sofyan dari Al-A’masy dari seorang laki-laki dari Tsabit dari Abu Darda berkata: “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membaca (kemudian kami wariskan kitab itu kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami maka di antara mereka ada yang menganiaya diri sendiri), lalu beliau bersabda: “Adapun orang yang menganiaya diri sendiri adalah orang yang ditahan sehingga mengalami kesusahan dan kesedihan kemudian dimasukkan ke dalam Surga”.

Selanjutnya Ibnu Katsir menukilkan hadits riwayat Ibnu Yasir dari Sufyan Ats-Sauri dari Al-A‘masy berkata: “Abu Tsabit menuturkan bahwa dia masuk masjid lalu duduk di sebelah Abu Darda dan berdoa: “Ya Allah hiburlah diriku dalam kesendirianku dan sayangilah aku dalam keterasinganku dan mudahkanlah aku mendapatkan teman duduk yang salih”. Maka Abu Darda berkata, “Jika engkau benar berarti aku lebih berbahagia daripada kamu”. Aku akan menceritakan kepadamu sebuah hadits yang aku dengar dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan aku belum pernah menceritakannya sejak aku mendengarnya dari beliau. Aku mendengar beliau menyebut ayat berikut (Kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri sendiri, ada yang pertengahan, ada (pula) yang lebih dulu berbuat kebajikan, bahwa orang yang lebih dulu berbuat kebajikan maka ia masuk surga dengan tanpa hisab).

Orang yang pertengahan maka dia akan mendapat hisab yang ringan dan orang yang menganiaya diri sendiri, dia mengalami kesedihan dan kesusahan di tempat pemberhentiannya. Yang demikian itu disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya, “Dan mereka berkata segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami,” (QS. Fusilat:34).

  1. Al-Hafidz Abul Qasim At-Thabrani berkata, telah bercerita kepada kami Abdullah bin Muhammad bin Al-Abbas, telah bercerita kepada kami Ibnu Mas’ud, telah menceritakan kepada kami Sahal bin Abdi Rabbih Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Amr bin Abu Qais dari Ibnu Abi Laila dari saudaranya dari Abdurrahman bin Abi Laila dari Usamah bin Zaid tentang firman Allah (Lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri sendiri, ada yang pertengahan, ada (pula) yang lebih dulu berbuat kebaikan) sampai akhir ayat. Usamah berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam bersabda: “ Mereka semua daru ummat (ku) ini,”.
  2. Ibnu Abi Hatim berkata, telah bercerita kepada kami Muhammad bin Aziz, telah bercerita kepada kami Salamah dari Aqil dari Ibu Syihab, dari Auf bin Malik dari Rasulullah Sahallalallahu alaihi wa salam bahwa beliau bersabda: “Umatku (di hari kiamat) terbagi menjadi tiga golongan, sebagian masuk Surga tanpa hisab dan tanpa azab, sebagian mereka mendapat hisab yang ringan, lalu masuk Surga, dan sebagian dari mereka dicuci dan dibersihkan (dari dosa-dosa mereka). Kemudian para malaikat datang lalu berkata: Kami menjumpai mereka mengatakan “Laa ilaaha illallah wahdahu”. Allah berkata “ Mereka benar tidak ada tuhan selain Aku. Akulah yang memasukkan mereka ke Surga dengan ucapan mereka: “Laa ilaaha illallah wahdahu” (Tidak ada tuhan selain Allah semata) dan bebankanlah dosa-dosa mereka kepada ahli mereka. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah: “Dan sesungguhnya mereka memikul beban (dosa) mereka, dan beban-beban mereka sendiri”. (Q.S.Al-Ankabut [29]: 13). Hadits ini dibenarkan oleh ayat yang di dalamnya disebutkan para malaikat. Allah berfirman, “Kemudian kitab itu kami wahyukan kepada orang-orang yang kami pilih diantara hamba-hamba kami maka kami jadikan mereka tiga golongan yang terdiri dari beberapa macam diantara mereka ada yang berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri”. Golongan ini yang dicuci dan dibersihkan lebih dahulu. Hadits ini derajatnya ghorib sekali. Kemudian Ibnu Katsir menukilkan beberapa atsar antara lain:
  3. Dari Ibnu mas’ud, Ibnu Yasir berkata, “telah bercerita kepadaku Ibnu Humaid , telah bercerita kepada kami Al Hakim Bin Basyir dari Amr Bin Qais dari Abdullah Bin Isa dari Yazid Bin Al Harits dari Syaqiq Abu Wail dari Abdullah Bin Mas’ud berkata, “Sesungguhnya umat ini pada hari kiamat terbagi menjadi tiga golongan. Sepertiga masuk Surga tanpa hisab, sepertiga mendapat hisap yang ringan dan sepertiga datang sengan membawa dosa-dosa yang besar. Hingga Allah berfirman (padahal Allah mengetahui segalanya),” siapa mereka? Maka para malaikat menjawab, “mereka datang membawa dosa-dosa besar, hanya saja mereka tidak pernah mempersekutukan Engkau dengan sesuatupun”. Maka Tuhan Azza Wa Zalla berfirman, “Masukkanlah mereka ke dalam rahmat-Ku yang maha luas”. Lalu Abdullah Bin Mas’ud membaca ayat ini, “kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih diantara hamba-hamba kami…. hingga akhir ayat (Q. S. Fathur (35): 32 )
  4. Dari Aisyah, Abu Daud At-Toyalisi berkata dari Ash-Shilf bin Dinar Abu Syuaib dan Uqbah Bin Shuhbaan Al khunai berkata, “Saya bertanya kepada Aisyah Radiallahu anha tentang firman Allah, “kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih diantara hamba-hamba kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya dirinya sendiri”…(hingga akhir hayat) maka dia berkata kepada saya, “Hai anakku, mereka berada di Surga. Adapun orang yang lebih cepat berbuat kebaikan, adalah orang yang mengalami masa Rasulullah SAW dan beliau menjadi saksi baginya, bahwa kelak diberi kehidupan dan rizki. Adapun orang yang pertengahan, adalah orang yang mengikuti jejak beliau (sahabat) hingga menyusul beliau. Adapun orang yang menganiaya dirinya sendiri adalah orang seperti aku dan kalian ini. Uqbah berkata, “Aisyah memasukkan dirinya kedalam kelompok kami (tabiin) adalah sebagai ungkapan kerendahan hati dan tawadlu’ karena pada hakekatnya beliau adalah pembesar dari orang-orang yang lebih cepat mengajarkan kebaikan, mengingat keutamannya di atas kaum wanita sama dengan keutamaan roti tsarit di atas semua jenis makanan.

Imam Fahruddin Al-Razi (543-606 H), sebagaimana yang disebutkan oleh Prof. Dr. Hamka menyebutkan 10 penafsiran tentang ayat di atas,

  1. Yang zalim adalah yang lebih banyak kesalahannya, yang pertengahan adalah yang seimbang kesalahannya dengan kebaikannya, yang lebih dulu berbuat kebaikan adalah yang lebih banyak kebaikannya.
  2. Yang zaim adalah orang yang luarnya lebih baik dari isinya, yang pertengahan adalah yang sama diantaraluarnya dengan isinya, yang lebih dulu berbuat kebaikan adalah yang isinya lebih baik.
  3. Yang zalim adalah yang mengakui tauhid dengan lidahnya tetapi berbeda dengan perbuatannya, yang pertengahan adalah mengakui tauhid dan melaksanakannya dengan terpaksa, yang lebih dulu berbuat kebaikan adalah yang keyakinan tauhid dalam hatinya sesuai dengan gerak langkah hidupnya.
  4. Yang zalim adalah yang berbuat dosa besar, yang pertengahan adalah yang berbuat dosa kecil, yang lebih dulu berbuat kebaikan adalah yang menjaga dari dosa.
  5. Yang zalim adalah yang membaca Al-Quran dengan tidak mau mempelajari isinya dan tidak mengamalkannya, yang pertengahan adalah yang membaca dan mengetahui isinya, yang lebih dulu berbuat kebaikan adalah yang membaca, mengetahui isinya dan mengamalkannya.
  6. Yang zalim adalah orang yang bodoh, yang pertengahan adalah orang yang senang belajar, yang lebih dulu berbuat kebaikan adalah orang yang alim (berilmu).
  7. Yang zalim adalah orang yang masy’amah (celaka), yang pertengahan adalah orang yang menempuh jalan kanan (maimanah), yang lebih dulu berbuat kebaikan adalah orang yang tampil ke muka mendekati Allah SWT.
  8. Yang zalim adalah orang setelah dihisab masuk neraka, yang pertengahan adalah orang yang setelah dihisab masuk surga, yang lebih dulu berbuat baik adalah yang masuk surga tanpa hisab.
  9. Yang zalim adalah yang tidak mau berhenti berbuat maksiat, yang pertengahan adalah yang merasa menyesal dan bertaubat, yang lebih dulu berbuat kebaikan adalah yang diterima taubatnya.
  10. Yang zalim adalah yang mengambil Al-Quran tetapi tidak mengamalkannya, yang pertengahan adalah yang mengamalkannya, yang lebih dulu berbuat baik adalah orang yang mengambil Al-Quran untuk diamalkan dan mengajak orang lain untuk mengamalkannya. Inilah yang namanya “Al Kamilul Mutakamil” (Sempurna lagi menyempurnakan).

Sedang menurut Abdurrahman Bin As-Sa’di (1889-1956 M), yang dimaksud orang zalim adalah yang menganiaya dirinya dengan melakukan maksiat yang tidak menyebabkan kekafiran, yang pertengahan adalah yang mencukupkan diri melakukan yang wajib dan meninggalkan yang haram, sedang yang lebih dulu berbuat baik adalah yang bersegera dan bersunggguh-sungguh melakukan berbagai kebaikan mendahului orang lain dan melaksanakan seluruh kewajiban, memperbanyak amalan Sunnah dan meninggalkan yang haram dan yang makruh.

Adapun kata “Dengan izin Allah” pada ayat ini adalah kembali orang yang lebih dulu berbuat baik, agar dia tidak merasa bangga dengan amalnya karena dia dapat mencapainya adalah karena taufik dan pertolongan Allah. Oleh Karen itu seharusnya dia bersyukur dengan nikmat tersebut.

Ketika menjelaskan, mengapa orang zalim disebutkan lebih dulu, setelah itu orang yang pertengahan kemudian orng yang lebih dulu berbuat kebaikan, imam Ja’far Ash-Shadiq menjelaskan, “didahulukan menyebutkan yang zalim supaya dia tahu bahwa baginya ada jalan mendekati tuhan hanya semata-mata rahmat dan karunia-Nya. Karena orang zalim akan tetap masuk lingkungan umat terpilih karena kasih sayang Allah. Kemudian orang yang pertengahan dipuji karena mereka hidup diantara takut dan harapan. Lalu ditutup dengan menyebutkan orang yang lebih dulu berbuat kebaikan, agar orang insaf bahwa semua itu berlaku atas izin Allah dan tidak ada yang lepas dari kehendak Allah. Dan semuanya akan masuk surga atas kemuliaan kalimatul Ikhlas “Laa ilaaha illallah Muhammadun Rasulallah”.

Abu Kasyim Mahmud bin Umar Az-Zamakhsyari (467-588/1075-1144 M) mengatakan, didahulukan meneybut yang zalim karena itulah yang lebih banyak. Yang kedua baru disebut yang pertengahan, karena yang pertengahan lebih sedikit jika dibandingkan dengan orang yang zalim dan orang yang lebih dulu berbuat kebaikan lebih sedikit lagi.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa ketiga golongan ini adalah umat Islam, umat yang mengakui bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah walaupun kualitas iman dan amalnya berbeda-beda. Namun mereka telah dipilih oleh Allah untuk menerima warisan Al-Quran dan inilah “Karunia Allah yang sangat besar” sebagaimana yang disebutkan pada ujung ayat tersebut. Ketika menafsirkan kalimat ini Ahmad Musthafa Al-Maraghi menyatakan (Pewarisan dan pemilihan untuk menerima Al-Quran itu adalah anugerah agung dari Allah yang tidak dapat diperkirakan).

Oleh Karena itu tidak banyak di antara umat Islam yang telah dipilih oleh Allah untuk mewarisi Al-Quran saling kafir mengkafirkan, merasa paling benar dan paling berhak masuk Surga. Karena bagaimanapun golongannya, walaupun tingkatannya berbeda mereka adalah umat Islam yang berhak masuk Surga, sebagaimana disebutkan pada ayat sebelumnya:

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا ۖوَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ  (33) وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ ۖإِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٌ شَكُورٌ (34) الَّذِي أَحَلَّنَا دَارَ الْمُقَامَةِ مِنْ فَضْلِهِ لَا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌ وَلَا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٌ

Yakni tafsir menjelaskan ayat-ayat ini sebagai berikut, “Allah mengkhabarkan bahwa mereka yang dipilih Allah dari hamba-hamba-Nya dan yang diwariskan Al-Kitab yang diturunkan oleh tuhan semesta alam, pada hari kiamat akan dimasukkan dan dikumpulkan di Surga ‘And setelah mereka dibangkitkan dan tiba dihadapan Allah azza wajalla.”

Wallahu a’lam bis sowab. (A/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.