Peduli kepada Anak Yatim  (bag. 2 habis)

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Di antara sifat negatif yang dilarang Allah kepada setiap muslim adalah menghardik (membentak) anak yatim. Tidak punya rasa kasih sayang. Salah satu ciri pendusta agama adalah yang punya perangai buruk dengan membentak anak yatim. Allah Ta’ala berfirman,

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (1) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (3) فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6) وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ (7)

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan hari pembalasan? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’  dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (QS. Al Maa’uun: 1-7).

Keutamaan lain yang tak kalah penting diberikan Allah Ta’ala kepada orang yang memelihara anak yatim dengan ikhlas antara lain sebagai berikut.

Ketujuh, membawa berkah ke dalam rumah. Orang yang senantiasa berbagi dengan akan yatim,  maka keberkahan dalam hidupnya akan terus mengalir derasa seperi air sungai. Karena itu, betapa orang muslim yang punya niat untuk memelihara anak yatim. Tentang keberkahan itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Dengan menyantuni dan memelihara anak yatim, maka akan banyak kelimpahan berkah yang ada pada rumah tersebut tidak peduli seberapa bagus atau jelek rumah tersebut. Sebaik-baik rumah di kalangan kaum muslimin adalah rumah yang terdapat anak yatim yang diperlakukan dengan baik. Dan sejelek-jelek rumah di kalangan kaum muslimin adalah rumah yang terdapat anak yatim dan dia diperlakukan dengan buruk.” (HR. Ibnu Majah No. 3669)

Kedelapan, perbaikan urusan akhirat dan dunia. Bila seseorang selalu mengasihi sesama yang yang ada di bumi ini, niscaya juga ia akan dicintai oleh Allah Ta’ala sehingga urusan di akhirat dan juga di dunia akan diperbaiki seperti yang telah dijanjikan oleh Allah Ta’ala pada hamba-Nya yang selalu patuh pada perintah dan mengasihi sesama mereka.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya, “Orang-orang yang pengasih, akan dikasihi oleh Ar Rahman (Yang Maha Pengasih) Tabaaroka wa ta’ala. Kasihilah siapa yang ada di bumi niscaya engkau dikasihi oleh yang di langit.” (HR. Abu dawud, Tirmidzi dan lain-lain. As silsilatu shohihah : 925).

Kesembilan, menyucikan jiwa. Sebagai makhluk yang banyak salah dan dosa, maka manusia tidak akan pernah luput darinya. Jiwa manusia senantiasa kotor karena sifat berlebihnannya dalam mencintai dunia. Seolah dunia adalah tempat yang kekal baginya. Karena sifat yang terlalu berlebihan dalam mencintai dunia sehingga akhirnya menimbulkan sifat kikir dan tidak mau melakukan sedekah pada sebagian harta yang dimilikinya.

Sikap tersebut tidak disukai Allah Ta’ala. Bahkan Allah sangat membenci orang yang mengumpulkan harta sebanyak mungkin, hingga ia lupa untuk membagikannya kepada sesama walau hanya sebagian kecil saja. Orang semacam itu, kelak ia akan celaka bila tak segera bertaubat. Allah Ta’ala berfirman, “Celakalah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. (Qs. Al-Humazah : 1-2)

Dalam ayat tersebut terlihat jika Allah Ta’ala mengancam orang yang mencintai harta yang dimilikinya, sehingga sangat baik untuk mulai menyantuni anak yatim supaya bisa menyucikan diri lebih baik lagi.

Kesepuluh, sumber cinta Allah dan sesama. Orang yang senantiasa berupaya berbagi kepada anak yatim dan kaum dhuafa akan mendatangkan rasa cinta Allah dan manusia kebanyakan kepadanya. Allah Ta’ala berfirman, “Jika kamu benar-benar mencinta Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Ali-Imron : 31).

Tidak hanya sekedar mendapat cinta dan kasih sayang dari Allah Ta’ala, tapi menyantuni anak yatim juga akan membuahkan rasa cinta dan kasih sayang yang akan dicurahkan sesama umat muslim lainnya.

Kesebelas, menanamkan sikap istiqamah. Amalan yang dicintai Allah adalah amalan yang meskipun sedikit, tapi dilakukan secara teratur. Menyantuni atau mengasuh anak yatim adalah sarana untuk menanamkan sifat istiqamah pada diri sendiri dan juga keluarga yang menjadi sifat penting dalam beriman pada Allah Ta’ala.

Dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam bersabda,

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinyu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. (HR. Muslim no. 783)

Dari ’Aisyah, mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam ditanya mengenai amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah. Rasul Shallallahu ’Alaihi Wasallam menjawab,

أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ

Amalan yang rutin (kontinu), walaupun sedikit.” (HR. Muslim no. 782)

Alqomah pernah bertanya pada Ummul Mukminin ’Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, bagaimanakah Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam beramal? Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal?” ’Aisyah menjawab,

لاَ. كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً وَأَيُّكُمْ يَسْتَطِيعُ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَسْتَطِيعُ

Tidak. Amalan beliau adalah amalan yang kontinu (rutin dilakukan). Siapa saja di antara kalian pasti mampu melakukan yang beliau shallallahu ’alaihi wasallam lakukan.” (HR. Muslim no. 782)

Di antaranya lagi Nabi Shallallahu ’Alaihi Wasallam contohkan dalam amalan shalat malam. Pada amalan yang satu ini, beliau menganjurkan agar mencoba untuk merutinkannya. Dari ’Aisyah, Nabi Shallallahu ’Alaihi Wasallam bersabda,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا وَإِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دُووِمَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّ

Wahai sekalian manusia, lakukanlah amalan sesuai dengan kemampuan kalian. Karena Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. (Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinyu (ajeg) walaupun sedikit.” (HR. Muslim no. 783)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Lima hal termasuk sunah para rasul, pemalu, murah hati, berbekam (hijamah), dan memakai wangi-wangian.” (HR Tirmidzi).

Murah hati menjadi tiang akal sehingga orang yang memberikan kasih sayang juga akan dikasihi. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tidaklah sempurna keimanan salah seorang di antaramu sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).

Kedua belas, menunaikan hak sesama muslim. Menyantuni anak yatim berarti sudah menunaikan hak sesama muslim. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati orangtua dan tidak menyayangi anak kecil.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud dengan sanad hasan).

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengancam tidak termasuk golongannya jika seorang muslim tidak punya rasa cinta dan kasih sayang kepada anak kecil, dalam hal ini tentu saja anak yatim termasuk di dalamnya. Karena itu, mari belajar berbagi, menyisihkan sebagian kecil harta benda yang sudah Allah titipkan untuk anak yatim disekitar kita.

Ketiga belas, menunaikan hak kerabat dan keluarga. Menyantuni dan mengasuh anak yatim juga mengartikan seorang muslim sudah menunaikan hak kerabat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku adalah yang Maharahman dan ini adalah rahim (sanak keluarga). Aku ambilkan nama rahim ini dari nama-Ku (yaitu Rahman dan Rahim). Siapa yang menyambungnya (silaturahim), aku pasti menyambungnya dan siapa yang memutuskannya maka aku akan menghancurkannya.”‘ (HR Bukhari dan Muslim).

Keempat belas, menjauhkan dari sikap kikir. Kikir menjadi sebuah penyakit manusia. Bila kita menyantuni anak yatim atau bersedekah pada anak yatim meskipun dilakukan dengan harta yang sedikit, maka sifat kikir ini akan menghalangi sehingga membatalkan niat kita. Allah Ta’ala berfirman, “Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya.” (Qs. Al-Lail (92): 18).

Menyantuni anak yatim pada dasarnya adalah sebuah akhlaq yang sangat mulia di mata Allah Ta’ala dan juga sesama manusia. Dengan melaksanakan akhlaq baik ini, maka kita akan menjadi manusia yang jauh lebih baik dan lebih bermanfaat untuk orang lain. Semoga Allah Ta’ala selalu memberikan kita kekuatan agar bisa tetap beribadah pada-Nya dan selalu berada dalam bimbingan yang lurus untuk membawa kita pada kebahagiaan selama hidup di dunia dan kelak di akhirat. (A/RS3/RI-1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Wartawan: bahron

Editor: bahron

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.