Yogyakarta, MINA – Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) Launching Platform Peer CounseIor IPM (PCI), sebuah Platform Pelaporan dan Pusat Informasi Hak-Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) bagian dari komitmen menangani isu kekerasan seksual, melalui zoom virtual di Aula PP Muhammadiyah Cik Diktiro Yogyakarta, Ahad (22/1).
Ketua Bidang Ipmawati/Perempuan PP IPM, Laila Hanifah menyampaikan, “Platform ini adalah ikhtiar kami dalam menyikapi kasus kekerasan seksual secara serius. Menurut kami, ketersediaan laporan kasus dan data adalah langkah awal untuk menyusun strategi penanganan kasus kekerasan seksual secara lebih sistematis.”
Setelah prosesi Launching, pada sesi diskusi publik bertajuk “Konsolidasi Layanan Penanganan Kekerasan Seksual Berbasis Digital Ciptakan Ruang Aman bagi Pelajar”. Hadir berbagai tokoh termasuk Macchendra Setyo Atmaja (Staf Khusus Menko Bidang PMK), Witriani (Ketua Pusat Studi Wanita dan Pusat Layanan Terpadu/PLT UIN Sunan Kalijaga, Wakil Ketua LPPA PP Aisyiyah), Diyah Puspitarini (Komisioner Perlindungan Anak Indonesia/KPAI) dan Novina Monalisa (Konselor Hukum Rekso Dyah Utami).
Awali Diskusi Diyah Puspitarini Komisioner Perlindungan Anak Indonesia/KPAI memaparkan, data total kasus kekerasan seksual 2022 terdapat 53.833 kasus.
Baca Juga: Prediksi Cuaca Jakarta Akhir Pekan Ini Diguyur Hujan
Ia mengatakan, Indonesia darurat kekerasan seksual, sebab pelakunya pun ada yang dari tokoh publik. Terlebih kasus yang menimpa pelajar mendominasi di awal tahun 2023, sehingga menurutnya platform pelaporan yang diluncurkan PP IPM ini bisa lebih mudah dan efisien.
“Saya melihat bahwa Platform PCI ini mudah. Anak-anak bisa melapor sambil makan bakso. Lantaran platform KPAI masih sedikit rumit dan belum ramah anak, hal itu akan menjadi PR kami bersama,” ujar Diyah.
Ketua Pusat Studi Wanita dan Pusat Layanan Terpadu/PLT UIN Sunan Kalijaga, Witriani, menjelaskan, pihaknya yang beranggotakan dosen-dosen perwakilan lembaga lintas fakultas, memiliki tiga divisi, yakni Divisi Pencegahan, Divisi Penanganan dan Pemulihan Korban, dan Divisi Penindakan Pelaku.
“Kami telah membuat SOP Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di UIN Sunan Kalijaga. Dirinya menilai kekerasan seksual bisa menimpa siapa saja dan memang banyak ragamnya, baik online maupun offline,” ujarnya. Pasalnya, ia mendapati teman yang menjual sesama temannya di prostitusi online.
Baca Juga: Menag Tekankan Pentingnya Diplomasi Agama dan Green Theology untuk Pelestarian Lingkungan
Konselor Hukum Rekso Dyah Utami, Novina Monalisa mengatakan, meningkatnya laporan juga berkorelasi kuat dengan kesadaran korban dalam melaporkan kekerasan seksual.
“Kami dahulu kesulitan memproses laporan, karena tidak mempunyai alat bukti. Tetapi sekarang ada sejak ada UU TPKS bisa melihat bukti dari tes audioum/saksi dari teman serta bukti tes psikologi korban,” imbuhnya.
Menutup diskusi, adapun beberapa catatan kritis. Pertama, Diyah mengusulkan bahwa perlunya mengawal kasus kekerasan seksual dan memperhatikan korban. “Setiap kasus kekerasan seksual jangan pernah berhenti dengan mediasi,” tegasnya.
Kedua, Noviana menegaskan agar semua berani speakup. “Bukan hanya korban yang speakup tetapi juga saksi, mengingat platform PP IPM ini juga tidak hanya menyasar untuk korban melainkan saksi juga bisa menjadi pelapor,’’ ujar Diyah.
Baca Juga: Menhan: 25 Nakes TNI akan Diberangkatkan ke Gaza, Jalankan Misi Kemanusiaan
Macchendra Setyo Atmaja, Staf Khusus Menko Bidang PMK memberikan beberapa catatan penting terhadap kemajuan Platform PCI.
“Platform ini, sangat bagus dan perlu sosialisasi lebih masif. Tindak lanjut yang lebih nyata juga diperlukan agar platform ini memiliki dampak yang lebih luas, terutama memaksimalkan fungsinya sebagai media edukasi yang menarik bagi pelajar.” (R/R4/P2)
Mi’raj NNews Agency (MINA)
Baca Juga: BMKG: Waspada Gelombang Tinggi di Sejumlah Perairan Indonesia