Bangui, 23 Rajab 1436/12 Mei 2015 (MINA) – Pemerintah Republik Afrika Tengah (CAR) dan kelompok- kelompok milisi yang bertikai telah menyetujui perjanjian damai yang mengharuskan mereka melucuti senjata, Senin (11/5).
Perjanjian ditandatangani antara 10 kelompok bersenjata dan Kementerian Pertahanan CAR dalam sebuah forum perdamaian di ibukota Bangui, bertujuan meredakan konflik yang telah menewaskan ribuan orang dan satu juta orang mengungsi.
“Dalam jalan menuju perdamaian, langkah hari ini adalah salah satu yang sangat penting,” kata Babacar Gaye, pejabat tinggi PBB di negara itu, Al Jazeera yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Perjanjian juga akan memungkinkan membawa mereka yang melakukan kejahatan perang selama dua tahun konflik ke pengadilan.
Baca Juga: Wabah Kolera Landa Sudan Selatan, 60 Orang Tewas
Kekerasan berkobar pada Maret 2013, ketika pemberontak Séléka yang sebagian besar Muslim merebut kekuasaan, memicu pembalasan dari milisi Kristen anti-Balaka yang kemudian melakukan pembantaian terhadap minoritas Muslim yang menjurus pada pembersihan etnis.
“Mereka berkomitmen untuk membuang senjata mereka dan menghentikan pertempuran sebagai sarana membuat klaim politik dan untuk masuk ke dalam proses Perlucutan, Demobilisasi, Reinsersi dan Repatriasi (DDRR),” kata pernyataan itu.
Proses akan menyerap anggota faksi bersenjata ke dalam tentara yang akan didukung oleh misi penjaga perdamaian PBB dengan 10.000 orang.
Pasukan militer Perancis dan Uni Eropa telah menarik diri dan pemilu dijadwalkan digelar akhir tahun ini.
Faksi bersenjata pada pekan lalu sepakat membebaskan semua tentara anak-anak dan anak-anak lainnya yang digunakan sebagai budak seks atau pekerja kasar.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
Forum perdamaian yang dihadiri oleh pejabat pemerintah, mitra internasional serta tokoh agama dan masyarakat sipil, menyerukan pembentukan pengadilan pidana khusus dengan segera di negara itu.
Mereka yang terlibat dalam “kejahatan genosida, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan” akan ditolak amnestinya, demikian dinyatakan dalam perjanjian tersebut.
Pejuang milisi Kristen, Tentara Perlawanan Tuhan, sebuah kelompok pemberontak yang bangkit melawan pemerintah Uganda pada 1980-an, juga hadir di negara itu. (T/P001/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20