Rakhine, MINA – Pemerintah Myanmar pada Sabtu (12/8) mengerahkan pasukan tambahan ke Rakhine State yang bergolak.
Pengiriman satu batalyon militer tambahan – sekitar 500 tentara – mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan semua pihak menahan diri di wilayah tersebut.
Pada awal tahun ini, Rakhine State didera operasi keamanan besar-besaran yang berujung pada pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang meluas.
“Perkembangan ini menimbulkan keprihatinan. Pemerintah harus memastikan bahwa pasukan keamanan menahan diri dalam segala situasi dan menghormati HAM dalam menangani situasi keamanan di Rakhine,” kata pernyataan Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia menanggapi langkah pemerintah Myanmar.
Baca Juga: Kelelahan Meningkat, Banyak Tentara Israel Enggan Bertugas
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan untuk media pemerintah, kantor Penasihat Negara Aung San Suu Kyi mengatakan, pasukan ekstra telah dikirim ke daerah Maungdaw di utara Rakhine, tempat jam malam diberlakukan awal pekan ini, World Bulletin melaporkan.
Pemerintah mengatakan, 59 warga sipil telah terbunuh dan 33 lainnya hilang di daerah tersebut hingga Rabu.
“Pemerintah mengambil tindakan tegas dan efektif melawan aksi teroris sesuai dengan hukum,” kata pernyataan tersebut. “Tindakan-tindakan diambil terhadap semua ekstremis dan mereka yang mengendalikan ekstremisme.”
Oktober lalu, sebuah operasi keamanan diluncurkan setelah sembilan petugas polisi tewas di Maungdaw.
Baca Juga: Bahas Krisis Regional, Iran Agendakan Pembicaraan dengan Prancis, Jerman, Inggris
Dalam sebuah laporan mengenai operasi empat bulan tersebut, PBB mengatakan telah menemukan tindakan pelanggaran HAM oleh pasukan keamanan di Rakhine yang mengarah kepada kejahatan terhadap kemanusiaan.
Selama wawancara dengan pengungsi Muslim Rohingya di Bangladesh, PBB mendokumentasikan kasus pemerkosaan massal, pembunuhan, termasuk bayi dan anak-anak, pemukulan, dan penghilangan nyawa yang brutal.
Bulan lalu, pemerintah Aung San Suu Kyi menolak tim PBB memasuki Myanmar yang akan menyelidiki tuduhan pelanggaran HAM tersebut.
Perwakilan minoritas Rohingya mengatakan, sekitar 400 orang tewas selama operasi militer di wilayah itu.
Baca Juga: Serangan Hezbollah Terus Meluas, Permukiman Nahariya di Israel Jadi Kota Hantu
Ribuan orang Rohingya telah berlindung di kamp-kamp pengungsi di Rakhine sejak kekerasan komunal meletus pada pertengahan 2012.
Negara bagian itu menampung sekitar 1,2 juta orang etnis Rohingya, yang telah lama diberi label ‘Bengali’ – istilah yang disematkan pemerintah sebagai tanda bahwa mereka adalah imigran gelap dari Bangladesh.
Meskipun telah tinggal di daerah tersebut selama beberapa generasi, pemerintah menolak status kewarganegaraan Rohingya ketika mengadopsi undang-undang kewarganegaraan tahun 1982. Undang-undang juga telah membatasi hak-hak dasar mereka seperti kebebasan bergerak. (T/R11/RI-1)
Baca Juga: Jajak Pendapat: Mayoritas Warga Israel Dukung Gencatan Senjata dengan Lebanon
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)