Naypyitaw, MINA – Pemilihan umum Myanmar, yang kedua sejak kekuasaan militer selama 50 tahun berakhir pada 2011, dimulai pada hari Ahad (8/11).
Dikutip dari Anadolu Agency, antrian terbentuk di TPS ketika jutaan pemilih mengenakan masker dan mematuhi jarak sosial memberikan suara mereka di sekitar 50.000 TPS yang didirikan di seluruh negeri.
Pemungutan suara dimulai pada pukul 6 pagi waktu setempat dan ditutup pada pukul 4 sore. Lebih dari 37 juta orang di negara berpenduduk 56 juta itu menggunakan hak memilihnya.
Sebanyak 5.643 kandidat mewakili lebih dari 90 partai memperebutkan 1.171 kursi nasional, negara bagian, dan daerah.
Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan
Liga Nasional untuk Demokrasi yang berkuasa di Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, yang menang telak pada tahun 2015, diperkirakan akan memenangkan masa jabatan kedua di tengah tuduhan genosida terhadap minoritas Rohingya yang dianiaya.
Parlemen bikameral Myanmar, Pyidaungsu Hluttaw, terbagi menjadi Amyotha Hluttaw, Dewan Kebangsaan atau majelis tinggi yang beranggotakan 224 orang dan Pyithu Hluttaw, Dewan Perwakilan Rakyat yang lebih rendah dengan 440 kursi.
Militer kuat negara mayoritas Buddha, juga dikenal sebagai Tatmadaw, dialokasikan 25% kursi parlemen yang tidak dipilih. Ia mengontrol kementerian utama termasuk urusan dalam negeri dan memiliki hak veto pada masalah konstitusional.
Ada dewan legislatif regional dan pemerintah di masing-masing dari tujuh negara bagian dan tujuh wilayah negara.
Baca Juga: Ratusan Ribu Orang Mengungsi saat Topan Super Man-yi Menuju Filipina
Partai Pembangunan dan Solidaritas Persatuan yang didukung militer adalah oposisi utama terhadap Suu Kyi.
Myanmar Times melaporkan bahwa Jenderal Senior Min Aung Hlaing telah memberikan suaranya di ibu kota, Naypyitaw.
“Saya akan menerima hasil pemilu. Kami tidak dapat menyangkalnya,” ujar Komandan Militer, yang memiliki pengaruh politik yang cukup besar itu.
Myanmar telah menghadapi kritik keras karena menindas oposisi, termasuk jurnalis, pengunjuk rasa mahasiswa dan menolak hak suara untuk Rohingya.
Baca Juga: Filipina Kembali Dihantam Badai
Lebih dari 740.000 Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke negara tetangga Bangladesh pada tahun 2016 dan 2017 ketika militer melancarkan kampanye kekerasan di negara bagian Rakhine.
Para penyintas Rohingya telah menceritakan kekejaman yang mengerikan termasuk pemerkosaan, pembunuhan massal, penyiksaan, dan perusakan properti yang meluas di tangan tentara. (T/R7/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Iran, Rusia, Turkiye Kutuk Kekejaman Israel di Palestina dan Lebanon