Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pendidikan Prenatal dalam Al-Qur’an, Refleksi dari Kisah Keluarga Imran

Redaksi Editor : Rudi Hendrik - 51 detik yang lalu

51 detik yang lalu

0 Views

Oleh Muhammad Arroyan, M.Pd, Mudir Shuffah Pesantren Tahfidz Al-Qur’an Al-Fatah Pekalongan, Jateng

Keluarga merupakan madrasah pertama bagi lahirnya generasi berakhlak dan berilmu. Islam memandang, bahwa pendidikan tidaklah dimulai sejak anak lahir, melainkan jauh sebelum itu, yakni sejak proses memilih pasangan. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an, melalui kisah keluarga Imran, yang menjadi contoh ideal tentang kesadaran spiritual dan tanggung jawab pendidikan sejak fase prenatal.

Kisah ini Allah kisahkan dalam firman-Nya:

إِذْ قَالَتِ ٱمْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّى نَذَرْتُ لَكَ مَا فِى بَطْنِى مُحَرَّرًۭا فَتَقَبَّلْ مِنِّىٓ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ

Baca Juga: Wamenag Ajak Pengusaha Bersinergi dengan Pesantren

“(Ingatlah) ketika istri Imran berkata: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada-Mu anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang berkhidmat (kepada-Mu), maka terimalah (nazarku) ini, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Ali ‘Imran [3] : 35)

Ayat ini menunjukkan betapa pentingnya niat dan doa orang tua sejak awal kehamilan. Istri Imran tidak sekadar menanti kelahiran anak, tetapi sejak dalam kandungan telah menanamkan visi ilahiah, yakni anak ini akan dipersembahkan untuk pengabdian kepada Allah. Pendidikan prenatal ini dalam pandangan Islam berawal dari niyyah (niat suci) dan kesadaran spiritual.

Di era teknologi dan kemajuan zaman seperti sekarang, sebagian orang tua lebih sibuk menyiapkan fasilitas hidup dibandingkan menata hati. Padahal, anak bukan hanya hasil hubungan biologis, tetapi juga amanah spiritual. Penelitian modern menunjukkan bahwa kondisi psikologis ibu saat hamil berpengaruh langsung terhadap perkembangan anak, baik secara emosional, spiritual maupun intelektual. Hal ini sejalan dengan nilai yang diajarkan Islam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

تَخَيَّرُوا لِنُطَفِكُمْ، فَإِنَّ الْعِرْقَ دَسَّاسٌ

Baca Juga: Ketika Ilmu Tak Lagi Mendidik: Potret Gelap Pendidikan di Akhir Zaman

“Pilihlah tempat yang baik bagi benih-benihmu (pasangan hidup), karena sifat itu menurun.” (H.R. Ibnu Majah)

Hadits ini mengajarkan bahwa pendidikan prenatal sejatinya dimulai sejak memilih pasangan. Pilihan pasangan bukan sekadar soal rupa atau harta, melainkan nilai iman dan akhlak. Allah berfirman:

وَٱلْطَّيِّبَـٰتُ لِلطَّيِّبِينَ وَٱلْطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَـٰتِ

“Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik.” (QS. An-Nuur [24]: 26).

Baca Juga: Meneguhkan Peran Santri di Era Digital

Pendidikan keluarga yang baik dimulai dari dua pribadi yang saling menegakkan kebaikan. Keluarga Imran menjadi teladan dalam hal kesalehan secara individual, juga saling mendukung dalam pengabdian kepada Allah.

Dalam konteks modern, prinsip ini bisa diterapkan melalui kesadaran memilih pasangan yang memiliki visi pendidikan ilahilah. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa keharmonisan hubungan suami-istri berpengaruh pada kestabilan emosi ibu selama kehamilan. Sebuah studi berjudul “Prenatal maternal mood patterns predict child temperament and adolescent mental health” (LM Glynn, 2017), menunjukkan bahwa suasana hati ibu hamil yang penuh dukungan dan stabil berkontribusi positif terhadap kesehatan mental anak di masa depan.

Begitu pula penelitian “Effects of maternal prenatal stress on infant outcomes” (RJ Ruiz , 2005), yang menyimpulkan bahwa stres ibu hamil dapat memengaruhi perkembangan otak dan sistem imun bayi. Dalam perspektif Islam, hal ini menguatkan pesan pentingnya menghadirkan ketenangan, dzikir, dan ibadah selama masa kehamilan sebagai bentuk pendidikan spiritual bagi janin.

Salah satu praktik yang dianjurkan adalah memperbanyak membaca dan mendengarkan Al-Qur’an. Sebuah penelitian berjudul “The Holy Quran voice with and without translation on stress, anxiety and depression during pregnancy: a Randomized Controlled Trial” (B Jabbari, 2020), menemukan bahwa mendengarkan bacaan Al-Qur’an dapat menurunkan tingkat stres, kecemasan, dan depresi pada ibu hamil secara signifikan. Ini membuktikan bahwa lantunan ayat suci bukan hanya menentramkan hati, tetapi juga menjadi stimulus spiritual bagi perkembangan janin.

Baca Juga: Teknologi Bisa Mengajar, Tapi tak Mampu Membentuk Karakter

Pendidikan prenatal bukan hanya tentang gizi dan kesehatan fisik, tetapi juga tentang spiritualitas dan moralitas. Ketika ibu membaca atau mendengarkan Al-Qur’an, berzikir, dan menjaga akhlak, sesungguhnya ia sedang menanamkan nilai tauhid dan ketenangan dalam diri anak. Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan dalam Tuhfatul Maudūd, bahwa doa dan kondisi batin orang tua memiliki pengaruh besar terhadap keberkahan anak yang akan lahir.

Keluarga Imran menunjukkan bahwa doa seorang ibu memiliki kekuatan luar biasa. Ketika Maryam lahir dan berbeda dari apa yang diharapkan (karena Imran berharap anak laki-laki), ia tetap menerima dengan lapang dada sambil berdoa agar anak itu dan keturunannya dilindungi dari godaan setan:

وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ ٱلشَّيْطَـٰنِ ٱلرَّجِيمِ

“Dan aku menamainya Maryam, dan aku mohon perlindungan untuknya serta keturunannya kepada-Mu dari (godaan) setan yang terkutuk.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 36).

Baca Juga: Pelajaran Bahasa Inggris Wajib di Sekolah Dasar Mulai Tahun Ajaran 2027

Doa ini menjadi simbol pendidikan masa prenatal yang ideal. Seorang ibu tak hanya berharap anaknya lahir sempurna, tetapi juga selamat secara spiritual dari godaan syaitan.

Keluarga modern hari ini perlu meneladani hal ini. Dalam derasnya arus teknologi, orang tua sering melupakan “pendidikan jiwa” anak sejak dini. Padahal, ketenangan spiritual ibu dan doa ayah adalah faktor dasar pembentukan karakter anak yang saleh. Di sinilah relevansi kisah keluarga Imran dengan zaman modern, menegaskan bahwa pendidikan anak tidak dimulai di sekolah, tetapi sejak janin berada dalam rahim—dengan niat, doa, dan ketenangan hati.

Maka, ketika seorang ibu hamil melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an, menjaga lidah dari keluh, dan menata hatinya dalam sabar, sesungguhnya ia sedang mendidik generasi Qur’ani. Ketika seorang ayah memimpin doa, menjaga nafkah yang halal, dan memberikan dukungan emosional, ia sedang membentuk kepribadian anak yang kuat dan penuh kasih.

Pendidikan prenatal dalam Al-Qur’an tidak berhenti pada aspek spiritual, tetapi berlanjut pada praktik sosial. Anak yang lahir dari suasana hati yang penuh iman akan lebih mudah tumbuh dalam lingkungan yang sehat secara psikologis. Keluarga yang meniru nilai-nilai keluarga Imran akan melahirkan generasi seperti Maryam, lembut, sabar, dan penuh ketaatan.

Baca Juga: Generasi Gawai dan Krisis Bahasa Anak

Lebih dari itu, pendidikan prenatal juga mencakup dimensi peradaban. Anak yang lahir dari keluarga beriman dan dididik sejak kandungan akan tumbuh dengan kesadaran moral dan sosial yang tinggi.

Mereka menjadi generasi yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki empati dan tanggung jawab terhadap sesama. Di tengah krisis moral dan individualisme zaman modern, nilai-nilai keluarga Imran menjadi fondasi penting untuk membangun masyarakat Qur’ani yang berakhlak dan berkeadaban.

Dengan demikian, pendidikan prenatal adalah panggilan untuk kembali ke fitrah, melalui membangun keluarga dengan niat ibadah, memilih pasangan yang beriman kepada Allah, doa yang berkesinambungan, serta ketenangan hati.

Dalam dunia yang penuh kebisingan digital dan ambisi material, kisah keluarga Imran hadir sebagai oase ketenangan dan teladan abadi bahwa pendidikan sejati dimulai dari rahim yang berzikir. []

Baca Juga: Ketika Ayah Jadi Sahabat Bicara Anak di Rumah

Mi’raj News Agency (MINA)

 

 

Baca Juga: Takut Ketinggalan Zaman: Ketika FOMO Menjadi Gaya Hidup Gen Z

Rekomendasi untuk Anda

MINA Edu
MINA Edu
Khadijah
MINA Edu
MINA Edu