Tel Aviv, MINA – Pengadilan Tinggi Israel pada Rabu (10/10) menolak Undang-Undang yang secara surut melegalkan ribuan rumah pemukiman di Tepi Barat dan menyatakan UU itu sebagai “tidak konstitusional.”
Pengadilan mengatakan Undang-Undang itu merugikan hak-hak penduduk Palestina, demikian dikutip Daily Sabah.
Keputusan pengadilan tinggi ini dikeluarkan saat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara resmi akan mengadakan aneksasi bagian-bagian Tepi Barat, pada bulan Juli mendatang.
Undang-undang ini disahkan di parlemen Israel pada 2017 tetapi segera dibekukan setelah petisi diajukan ke pengadilan terhadapnya.
Baca Juga: Tentara Israel Cemas Jumlah Kematian Prajurit Brigade Golani Terus Meningkat
Keputusan pengadilan akan mempengaruhi sekitar 4.000 rumah di Tepi Barat dan menetapkan bahwa permukiman Israel yang ditemukan secara ilegal dibangun di atas tanah milik Palestina tidak akan dihapus. Sebaliknya, pemilik sah tanah akan menerima tanah alternatif atau kompensasi finansial.
Politisi dan kelompok sayap kanan mengecam keputusan pengadilan itu.
“Sangat disayangkan bahwa Pengadilan Tinggi campur tangan dan membatalkan hukum penting itu,” demikian Tweet dari partai Likud Netanyahu. “Kami akan berusaha untuk memberlakukan kembali hukum,” katanya.
Mitra koalisinya Partai Likud, Blue and White mengatakan dalam akun Twitter bahwa Undang-Undang itu “bertentangan dengan situasi konstitusional di Israel.” Namun ia menambahkan bahwa partai akan menghormati keputusan pengadilan dan memastikan itu terpenuhi, Maka hal ini juga telah memicu spekulasi terjadinya keretakan antara dua partai utama koalisi yang memerintah yakni Likud dan Biru dan Putih. (T/R6/P1)
Baca Juga: Anakku Harap Roket Datang Membawanya ke Bulan, tapi Roket Justru Mencabiknya
Mi’raj News Agency (MINA)