Jakarta, MINA – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Sutan Adil Hendra mengatakan masalah pengalihan pengelolaan SMA dan SMK membutuhkan waktu, agar bisa berdampak positif bagi kemajuan pendidikan.
Penerapan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebabkan beralihnya kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi (pemprov) berdampak pada sekolah.
“Evaluasi peralihan pengelolaan ini bukan mencari pembenaran, tapi justru ingin meminimalisir hal-hal yang dapat menurunkan kualitas pendidikan,” kata Sutan dalam keterangan tertulis yang diterima MINA, Senin (11/3).
Dalam hal peralihan SMA/SMK ke pemprov, ia mengajak seluruh pemangku kebijakan tidak berpolemik dalam kajian untung dan rugi, namun harus melihat dari sisi kepentingan anak bangsa. Sutan mengimbau untuk melakukan pemetaan dampak positif maupun negatif dari kebijakan yang telah berjalan itu.
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
“DPR mencoba melakukan analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities dan threats) terkait peralihan pengelolaan SMA dan SMK ini, maksudnya agar kita punya parameter dalam melakukan kajian dan melahirkan solusi,” ujarnya.
Sutan menambahkan, setidaknya ada beberapa manfaat dari peralihan pengelolaan SMA dan SMK ini seperti terjadinya pemerataan di bidang pendidikan secara masif di provinsi, sehingga kesenjangan kualitas dan kuantitas guru di setiap kabupaten/kota bisa diminimalisir. Selama ini sulit untuk mutasi antar guru kabupaten, namun sekarang relatif lebih mudah.
“Percepatan pendidikan wajib belajar 12 tahun lebih cepat terlaksana, pemerintah kabupaten dan kota juga menjadi lebih fokus dalam pembinaan tingkat SD dan SMP. Selain itu, dinas pendidikan di provinsi memiliki ruang yang cukup untuk pembinaan pendidikan di sekolah, Pengawas pendidikan di provinsi juga memiliki sekolah binaan yang jelas,” jelasnya.
Namun, ia tak menampik beberapa dampak yang dianggap negatif dari kebijakan tersebut, seperti sekolah yang selama ini menerima subsidi tidak lagi menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten atau kota.
Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia
Contoh lain, kata dia, hilangnya akses yang selama ini telah terbangun dengan baik dengan pemerintah daerah setempat, jauhnya akses pelayanan sekolah ke dinas pendidikan serta ada rasa cemas dari pemangku kepentingan di sekolah jika terjadi mutasi antar kabupaten atau kota.
Sutan mengatakan masyarakat harus siap menghadapi perubahan apapun dalam dunia pendidikan. Untuk beralih dari zona yang dianggap aman dan nyaman selama ini, termasuk melakukan percepatan pelayanan dengan teknologi canggih untuk menunjang percepatan mutu pendidikan.
“Persoalannya kita harus memberi waktu untuk terus mendorong pengelolaan SMA dan SMK untuk lebih baik, sekolah yang terkena langsug dampaknya tentunya harus mampu beradaptasi, menghadapi fenomena ini,” katanya. (T/R06/R01)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Matahari Tepat di Katulistiwa 22 September