Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengamat: Kuwait dan Oman Takut Krisis Qatar Meningkat

Rudi Hendrik - Rabu, 7 Juni 2017 - 15:59 WIB

Rabu, 7 Juni 2017 - 15:59 WIB

331 Views

Pengamat politik Timur Tengah Giorgio Cafiero. (Foto: The Great Middle East)

Pengamat politik Timur Tengah Giorgio Cafiero. (Foto: The Great Middle East)

Washington, 11 Ramadhan 1438/7 Juni 2017 (MINA) – Pengamat politik dunia Giorgio Cafiero manganalisa bahwa Kuwait dan Oman menyimpan ketakutan jika krisis Qatar dengan negara-negara Arab lainnya meningkat ke tahap yang lebih memprihatinkan.

“Saya pikir orang Kuwait dan juga Oman takut prospek ketegangan ini meningkat dengan cara yang dapat melemahkan kepentingan semua bangsa, yaitu enam anggota GCC (Dewan Kerja Sama Teluk),” kata pengamat dari Gulf State Analytics, sebuah badan konsultan risiko geopolitik yang berbasis di Washington, DC.

“Ada banyak pengamat yang meyakini bahwa potensi terpecahnya GCC harus dipertimbangkan saat ini,” katanya.

Cafiero menambahkan bahwa jika ketegangan meningkat, beberapa pengamat memperingatkan kemungkinan adanya “konfrontasi militer”.

Baca Juga: Pasukan Israel Maju Lebih Jauh ke Suriah Selatan

“Jika negara-negara ini gagal menyelesaikan masalah mereka dan ketegangan semacam itu mencapai ketinggian baru, kita harus sangat terbuka terhadap kemungkinan enam negara Arab ini tidak lagi dapat bersatu di bawah bendera satu dewan,” katanya.

Perselisihan antara Qatar dengan Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab dan Bahrain meningkat setelah  pemerintahan Raja Salman bin Abdulaziz menuduh Qatar merangkul “berbagai kelompok teroris dan sektarian yang bertujuan untuk mengacaukan kawasan tersebut,” termasuk Ikhwanul Muslimin, Al-Qaeda, Islamic State (ISIS), dan kelompok Houthi yang didukung oleh Iran di Yaman.

Sementara Kementerian Luar Negeri Mesir menuduh Qatar mengambil “pendekatan antagonis” terhadap Kairo.

Namun, Qatar membantah tuduhan tersebut dengan pernyataan Kementerian Luar Negeri yang menggambarkan tudingan itu “tidak berdasar” pada hari Senin.

Baca Juga: Warga Palestina Bebas setelah 42 Tahun Mendekam di Penjara Suriah

Langkah tersebut dilakukan hanya dua pekan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengunjungi Arab Saudi dan berjanji untuk memperbaiki hubungannya dengan Riyadh dan Kairo untuk memerangi “terorisme” dan Iran.

Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan bahwa langkah tersebut berakar pada perbedaan-perbedaan lama dan mendesak masing-masing negara. (T/RI-1/B05)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Faksi-Faksi Palestina di Suriah Bentuk Badan Aksi Nasional Bersama

Rekomendasi untuk Anda

Dunia Islam
Dunia Islam
Dunia Islam
Palestina
Indonesia
Internasional