Pengungsi Afrika Dibeli, Dijual dan Dibunuh di Libya

    . (Foto: Afrika News)

Ratusan pengungsi Afrika dibeli dan dijual di “pasar budak” di seluruh Libya setiap pekan. Seorang pedagang manusia mengatakan kepada Al Jazeera.

Banyak  pengungsi asal Benua Afrika yang ditangkap dan ditahan untuk mendapatkan uang tebusan atau dipaksa melakukan pelacuran guna membayar penculik dan penyelundupan mereka.

Salman (bukan nama sebenarnya) si pedagang manusia mengungkapkan, banyak pengungsi dan migran akhirnya dibunuh oleh penyelundupnya di padang pasir terbuka atau mati karena kehausan, atau karena kecelakaan mobil di gurun Libya yang luas.

Menurut seorang pejabat kesehatan, sebuah kamar mayat di kota selatan Sabha penuh dengan mayat. Kulkas pendingin yang rusak membuat kondisinya semakin buruk.

Sabha adalah pintu masuk bagi banyak pengungsi yang datang dari Afrika menuju Benua Biru. Sabha terletak 650km selatan dari ibu kota Tripoli.

Pejabat di Sabha menggambarkan adegan mayat yang dibuang tiga per tiga, lima per lima atau lebih di gerbang fasilitas kesehatan Sabha oleh penyelundup.

Para pengungsi yang meninggal tidak pernah diidentifikasi dan banyak yang akhirnya dikuburkan tanpa nama.

Pejabat kesehatan yang menolak memberikan namanya karena alasan keamanan mengatakan, kamar mayat Sabha hanya memiliki satu lemari pendingin disfungsional yang dapat menampung mayat hingga tiga hari. Namun, mayat tetap dipertahankan selama berbulan-bulan dan terus berlanjut.

“Mayat akhirnya terurai di dalam kulkas dan sering mengeluarkan bau busuk. Kami meminta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk membantu kami dengan kulkas baru, tapi kami belum mendapat tanggapan positif dari mereka,” katanya kepada Al Jazeera.

Gerbang Mencapai Eropa

Para pengungsi dan migran kebanyakan dari Ghana, Nigeria, Kamerun, Zambia, Senegal, Gambia dan Sudan. Mereka diselundupkan ke Libya oleh jaringan kelompok kriminal dengan janji mereka akan dibawa mencapai pantai Eropa.

Libya adalah pintu gerbang utama bagi orang-orang yang mencoba mencapai Eropa melalui laut. Lebih dari 150.000 orang melakukan penyeberangan mematikan dalam tiga tahun terakhir ini.

Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mengatakan pada Selasa, 28 November 2017, mereka telah mewawancarai migran dari negara-negara Afrika Barat yang menceritakan bahwa mereka diperdagangkan di garasi dan tempat parkir di Sabha.

Seorang migran asal Senegal bercerita kepada IOM. Ia ditahan di sebuah rumah pribadi di Sabha bersama sekitar 100 orang lainnya. Mereka dipukuli dan dipaksa menelepon keluarga mereka untuk mengatur uang tebusan agar dibebaskan. Migran yang tidak disebutkan namanya itu kemudian dibeli oleh seorang warga Libya lainnya. Pembeli lalu menetapkan harga baru untuk pembebasannya.

Mereka yang tidak dapat membayar penculiknya dikabarkan terbunuh atau dibiarkan mati kelaparan. Saat migran meninggal atau dilepaskan, yang lain dibeli untuk menggantikannya.

Salman sebagai pedagang manusia menjelaskan secara rinci kepada Al Jazeera melalui telepon. Bisnisnya telah meningkat beberapa kali lipat sejak jatuhnya pemimpin Libya Muammar Gaddafi.

Para pengungsi tersebut pertama kali diperkenalkan kepada para pedagang oleh kantor tenaga kerja swasta di kota Agadez dan Zinder di negara tetangga Niger.

Rute Perbudakan

 

Pusat kamar mayat di pusat kesehatan kota Sabha, Libya, tempat mayat migran Afrika ditampung. (Foto: Al Jazeera)

Salman mengatakan, begitu dia dihubungi oleh “komandan” di Niger, ia akan pergi untuk mengangkut para pengungsi.

Salman menagih bayaran antara 1.000 dinar Libya (US$ 735) hingga 1.500 dinar Libya (US$ 1.100) per orang. Begitu menerima pembayaran, para migran tersebut dimasukkan ke dalam kendaraan boks 4×4 meter yang babak belur melewati padang pasir Libya yang terik dengan suhu melebihi 50 derajat Celsius selama musim panas.

Salman mengambil migran dari Al-Qatron di Libya dan membawa mereka ke Sabha. Itu adalah kesepakatan yang dibuat dengan komandan lain di Niger dan negara-negara Afrika lainnya.

Al-Qatron adalah sebuah kota kecil sekitar 300km selatan Sabha dan dekat dengan perbatasan Niger. Al-Qatron merupakan titik awal bagi ribuan migran yang memasuki Libya setiap tahun.

Begitu berada di Sabha, para pengungsi berada di bawah kendali seorang “komandan” yang memberi mereka makanan, tempat tinggal dan perlindungan, sebelum dijual sebagai budak ke lingkaran penyelundupan lain atau komandan lainnya di berbagai kota di Libya.

Para pengungsi dipaksa tinggal di halaman terbuka, atau di kamar bobrok tanpa sanitasi yang layak.

Migran Wanita Dipaksa Melacur

Ahmad (bukan nama sebenarnya) seorang penduduk Sabha, mengatakan, pelacuran paksa tersebar luas di kota tersebut. Lingkungan Abdel Kafi adalah salah satu lapangan utama tempat lingkaran prostitusi berada.

Menurutnya, orang-orang dilelang di kota itu. Pria dan wanita dihargai 1.000 dinar Libya (US$ 735). Orang lain dari Ghana dan Kamerun bisa seharga beberapa ribu dinar Libya.

Menurut Ahmad warga Libya tidak memiliki masalah dengan migran Afrika. Dalam beberapa tahun terakhir di Sabha, ia telah melihat masuknya warga asing seperti dari Ghana, Kamerun, Nigeria dan Zambia, Chad dan Niger.

Mohamad Hasan, seorang warga Sabha mengatakan kepada Al Jazeera melalui telepon,  dia menyaksikan lima wanita dijual oleh satu komandan ke pihak lain, yang segera memaksa mereka melakukan pelacuran.

“Saya telah melihat wanita Afrika diperintahkan untuk bekerja di klub malam pribadi yang melayani komunitas migran di Libya dan dipaksa melakukan pelacuran,” katanya.

“Wanita pada khususnya tidak berdaya dan sebagian besar terjebak di Libya tanpa tujuan untuk pergi,” kata Hasan pemilik sebuah restoran yang sering dikunjungi oleh para migran. (T/R-1/RS1)

Sumber: tulisan Ali Younes di Al Jazeera

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: illa

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.