Penyakit Umat Terdahulu

Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA

Salah satu tanda di antara sekian banyak tanda zaman adalah sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dari Abu Hurairah ra. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya, ‘Umatku akan ditimpa -penyakit yang pernah menimpa -umat dahulu’. Sahabat bertanya, ‘Apakah penyakit-penyakit umat terdahulu itu?’ Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, ‘penyakit-penyakit itu ialah : (1). hura-hura / senda gurau (2). bermewah-mewah (3). menimbun harta sebanyak mungkin, (4). tipu menipu dalam merebut harta benda dunia, (5) saling memarahi, (6) hasut menghasut sehingga jadi zalim menzalimi.’ (HR. Hakim).

Bagaimana dengan kondisi hari ini? Jika mau jujur, sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di atas sungguh sudah benar-benar terjadi di tengah-tengah manusia wabil khusus kaum Muslimin. Apa yang disabdakan Nabi SAW itu bisa diurai sebagai berikut antara lain;

Pertama, Hura-hura atau senda gurau. Betapa banyak dari kaum Muslimin yang menghabiskan waktunya hanya untuk senda gurau, main-main dan hura-hura. Seolah hidup di dunia ini akan kekal dan kehidupan akhirat itu hanya isapan jempol. Betapa banyak waktu yang dimiliki habis begitu saja karena senangnya hura-hura dan senda gurau. Maka tak heran, dalam sabdanya yang lain, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallammengingatkan, “Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas).

Terkait hadis di atas, Ibnu Baththol mengatakan, ”Seseorang tidaklah dikatakan memiliki waktu luang hingga badannya juga sehat. Barangsiapa yang memiliki dua nikmat ini (yaitu waktu senggang dan nikmat sehat), hendaklah ia bersemangat, jangan sampai ia tertipu dengan meninggalkan syukur pada Allah atas nikmat yang diberikan. Bersyukur adalah dengan melaksanakan setiap perintah dan menjauhi setiap larangan Allah. Barangsiapa yang luput dari syukur semacam ini, maka dialah yang tertipu.”

Kedua, Bermewah-mewah (Bermegah-megah). Tak sedikit pejabat di negeri ini yang hidupnya penuh dengan kemewahan di tengah hiruk pikuk kemiskinan rakyat jelata. Seoalah harta yang dimiliki akan mampu mengekalkannya dalam kehidupan dunia ini. Bermewah-mewah adalah penyakit yang dimiliki umat terdahulu yang kini dialami juga oleh kaum Muslimin hari ini. Bermewah-mewah di antara umat Islam seolah menjadi sebuah perlombaan tanpa henti. Satu dengan yang lain berlomba mengumpulkan kekayaan tanpa peduli halal haram.

Bermewah-mewah adalah hal yang dilarang oleh Allah Subhanahu Wa ta’ala  seperti disebutkan dalam firman-Nya yang artinya, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, (1) sampai kamu masuk ke dalam kubur. (2) Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), (3) dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. (4) Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, (5) niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, (6) dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin. (7) kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu) (8).” (QS. At Takatsur: 1-8).

Tak bisa dipungkiri kebutuhan hidup memang harus dipenuhi. Tapi bukan setelah kebutuhan hidup itu diraih lalu bermewah-mewahan menjadi gaya hidup. Hidup bermewah-mewah tentu bukan sifat seorang Muslim. Bermewah-mewahan melahirkan rasa saling berbangga satu sama lain, dan Allah akan menyiksa orang yang semasa hidupnya untuk kemewahan (Qs. Al Waqi’ah: 45).

Ketiga,  Menimbun harta sebanyak mungkin. Tanda akhir zaman selanjutnya adalah menimbun harta sebanyak mungkin. Sebagian orang berlomba mencari dan menumpuk-numpuk kekayaan sebagai bekal dikala kesulitan hidup datang menghampiri. Tanah ratusan hektar, kendaran puluhan, emas dan perak dengan aneka bentuk pun menjadi impian demi dipandang sebagai orang berharta. Padahal mudah saja bagi Allah jika hendak melenyapkan tumpukan harta itu dengan cara mengirimkan berbagai jenis bencana alam misalnya.

Tapi mengapa kebanyakan manusia tidak pernah mau menyadarinya? Bisa jadi seseorang merasa bangga karena telah memiliki harta kekayaan melimpah. Tapi pernahkah ia berfikir sejenak, bahwa setiap harta yang dimiliki adalah titipan Ilahi, yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di hari akhir. Harta itu halalnya pasti dihisab, haramnya pasti di azab. Karena itu, semestinya seorang Muslim mewaspadai darimana setiap harta yang ia peroleh.

Keempat, Tipu menipu dalam merebut harta benda dunia. Tanda lain dari akhir zaman adalah maraknya tipu menipu antara satu orang dengan orang lain, satu kelompok dengan kelompok lain bahkan satu negara dengan negara lain. Tipu menipu seolah menjadi hal yang lumrah dilakukan. Apalagi dalam dunia perdagangan, tipu menipu seolah hal yang biasa demi mencari keuntungan.

Tak perduli syariat Allah dan hukum  negara, saat keuntungan seolah sulit diraih dengan jalan jujur, tipu menipu pun menjadi jalan. Tak heran, betapa banyak rakyat yang dirugikan, akhirnya yang miskin semakin miskin dan yang kaya semakin kaya. Kesenjangan antara si kaya dan si miskin sangat jelas karena tipu menipu sudah menjadi adat dan adab.

KelimaSaling memarahi. Jauh-jauh hari Nabi SAW sudah mengingatkan umatnya agar jangan mudah marah. Mudah marah adalah bagian dari akhlak buruk, bahkan Nabi SAW melarang umatnya untuk marah. Sebab marah tidak akan pernah menyelesaikan masalah, sebaliknya malah akan memperparah masalah. Sikap terbaik menurut Islam ketika orang lain melukai hati, maka maafkanlah.

Memaafkan kesalahan saudara merupakan akhlak mulia yang mendapat pujian dari Allah Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya, “…dan balasan kejelekan itu adalah kejelekan pula, namun siapa yang memaafkan dan memperbaiki (hubungannya), maka pahala baginya di sisi Allah. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang dhalim.“ (QS. Asy Syura 40).

Keenam, Saling menghasut. Permusuhan bahkan peperangan salah satu sebabnya adalah karena saling hasut antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Kenyataan saling hasut ini terjadi di akhir zaman. Konflik demi konflik pun terus berkembang seperti jamur di musim hujan. Semua merasa dihinakan sehingga harus membalas dengan hinaan dan cacian yang lebih besar lagi. Padahal saling mendendam saja tidak boleh, apalagi hingga sampai saling menghasut.

Semoga Allah Tabaraka wa Ta’ala senantiasa menjaga dan melindungi umat Muhammad SAW ini dari beberapa penyakit umat-umat terdahulu. Wallahua’lam.(RS3/RS2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.