DALAM perjalanan sejarah umat Islam, peran ibu rumah tangga selalu menjadi pondasi yang tidak tergantikan. Dari rahim merekalah lahir para pejuang, dari tutur kata merekalah lahir keberanian, dan dari kelembutan tangan merekalah tertanam nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi bekal hidup anak-anak hingga dewasa.
Begitu pula ketika kita berbicara tentang Palestina. Perjuangan yang terus berlangsung di tanah para nabi, bukan hanya tentang geopolitik atau diplomasi. Ia juga tentang hati seorang ibu yang mengajarkan empati, solidaritas, dan cinta terhadap Masjidil Aqsa.
Dari rumah-rumah itulah, benih-benih narasi perjuangan itu dapat tumbuh subur. Ini tidak lain karena ibu merupakan madrasah pertama bagi anak-anak.
Dalam hal in, mengenalkan Palestina kepada anak bukan sekadar mengenalkan sebuah Negara. Akan tetapi lebih mengenalkan tentang tanah suci tempat para nabi diutus, Masjidil Aqsa yang menjadi kiblat pertama umat Islam, dan tentang saudara-saudara sesame manusia yang sedang mempertahankan martabat dan tanah airnya dalam melawan penjajahan.
Baca Juga: Saat Ilmu Ditinggalkan, Hati Ibu Menjadi Bisu
Seorang ibu dapat menyampaikan semuanya dengan bahasa sederhana saat makan, sebelum tidur, atau saat anak bertanya mengapa bendera Palestina sering muncul di televisi dan media sosial. Ketika ibu berbicara dengan hati, anak akan mendengar dengan iman.
Selain itu, seorang ibu perlu juga menyediakan bacaan Islami dan edukatif untuk mengisi rumah dengan pengetahuan. Dunia anak-anak tumbuh melalui cerita. Dan rumah yang penuh buku adalah rumah yang penuh cahaya.
Ibu rumah tangga dapat menghadirkan buku cerita anak tentang Al-Aqsa, kisah anak-anak Palestina yang sabar dan tabah, komik edukatif tentang sejarah para nabi di negeri Syam, serta kisah para ulama yang membela bumi suci.
Buku kecil itu akan menjadi jendela besar yang membuka pandangan anak tentang dunia dan kemanusiaan.
Baca Juga: Ibu Akhir Zaman: Sibuk di Dunia, Lupa Mendidik Jiwa
Hal yang dianggap sepele, anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat dan sentuh. Itulah sebabnya aksesori kecil bertema Palestina dapat menjadi media edukasi yang efektif. Umpanya adanya puzzle Masjidil Aqsa, bendera kecil Palestina di meja belajar, stiker, bros, atau gantungan kunci, jilbab atau tas bertema solidaritas. Barang-barang tersebut bukan sekadar dekorasi. Ia adalah simbol kedekatan hati.
Untuk mendukung wawasan ibu, maka menghadiri kajian yang membahas Islam, Masjidil Aqsa, dan sejarah Palestina, bukan hanya akan menambah ilmu untuk dirinya, tetapi juga berarti sedang menyiapkan anak-anaknya menjadi generasi berpengetahuan.
Kajian tentang perjuangan Al-Aqsa akan membantu meluruskan pemahaman, menghindari informasi yang keliru, menumbuhkan kesadaran agama dan kemanusiaan, serta memperkuat ruh ukhuwah Islamiyah.
Anak yang tumbuh dekat dengan ilmu akan tumbuh dekat dengan nilai keadilan.
Baca Juga: Istri Salehah, Suami Lalai
Seorang ibu rumah tangga juga memiliki peran besar dalam mengajak keluarga ikut aktivitas yang damai, aman, dan penuh nilai kemanusiaan. Umpamanya kegiatan penggalangan donasi, bazar amal, aksi solidaritas damai, doa bersama, program sedekah keluarga untuk Palestina, dan kampanye edukasi di media sosial.
Ketika anak melihat ibunya bergerak, ia belajar bahwa kepedulian bukan sekadar kata, tetapi perbuatan.
Pada era digital saat ini, narasi dibentuk bukan hanya melalui buku, tetapi juga melalui layar ponsel. Di sinilah peran ibu rumah tangga sangat besar sebagai gatekeeper informasi. Dalam hal ini, ibu rumah tangga dapat: memilihkan konten edukatif tentang Al-Aqsa, menghindari berita provokatif atau tidak terverifikasi, membagikan posting yang mendorong kemanusiaan dan doa, menjelaskan perbedaan antara solidaritas dan permusuhan, serta mengajarkan etika bermedsos kepada anak.
Dengan begitu, keluarga tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi penyebar cahaya kebaikan.
Baca Juga: Sahabat Muslimah, Ini yang Wajib Kamu Persiapkan Saat Ta’aruf
Lebih jauh dari itu, perjuangan Palestina bukanlah sekadar isu politik, tapi ini tentang kebenaran, keadilan dan perdamaian.
Dengan mengisahkan perjuangan Al-Aqsa dan Palestina, berarti ibu rumah tangga sedang mengajarkan keapad anak-anak sejak kecil tentang upaya membela yang tertindas adalah ajaran Islam, membantu sesama adalah kebiasaan mulia, doa dan sedekah adalah bagian dari perjuangan, serta menjadi manusia yang peduli adalah akhlak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Anak yang tumbuh dengan nilai-nilai kebenaran akan menjadi generasi pembawa rahmat, bukan kemarahan.
Begitulah, perjuangan Palestina hari ini tidak hanya berada di tanah airnya sendiri. Ia hidup juga di rumah-rumah Muslim di Indonesia, di dalam hati para ibu rumah tangga yang mendidik anak-anaknya dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Baca Juga: Patriarki di Meja Makan
Ibu adalah penjaga cahaya. Ibu adalah penanam benih empati. Ibu adalah pendidik pertama yang membentuk generasi pembela keadilan.
Jika dunia berharap Palestina tetap hidup, maka salah satu penyebabnya adalah ibu-ibu yang tidak berhenti mengajarkan cinta kepada Al-Aqsa dan solidaritas kepada saudara-saudara yang membutuhkan doa, di Palestina.
Semoga Allah memberi keberkahan kepada seluruh ibu rumah tangga yang terus menjaga narasi kebenaran, kemanusiaan, dan persaudaraan. Aamiin. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Istri Salehah, Pelita di Jalan Dakwah
















Mina Indonesia
Mina Arabic