Jakarta, 26 Muharram 1438/27 Oktober 2016 (MINA) – Manager Advokasi Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA-Action), Hendrik Rosdinar mengatakan meskipun sekolah rusak sudah terbukti membahayakan anak-anak, tetapi alokasi anggaran Pemerintah belum menunjukkan bahwa persoalan tersebut adalah prioritas yang perlu segera diselesaikan.
“Dari 10 kabupaten/kota sampel studi YAPPIKA, rata-rata 30.43 persen anggaran sudah dialokasikan untuk urusan pendidikan. Namun, rata-rata hanya mengalikasikan 0.99 persen dari Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) 2016 untuk pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) dan rehabilitas ruang kelas SD dan SMP,” kata Hendrik dalam acara Diskusi Media bertajuk Indonesia Darurat Sekolah Rusak, di Resto Por Que No, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (27/10).
Ia menambahkan, hal itu karena sebagian besar (26.2 persen) tersedot untuk membiayai pegawai struktural dan fungsional.
Di tingkat pusat, tren alokasi anggaran untuk Pembangunan RKB dan Rehabilitas Ruang Kelas SD dan SMP cenderung menurun dalam tiga tahun terakhir. “Dari 0.41 persen dalam APBN 2014, turun menjadi hanya 0.37 persen dalam APBN 2015 dan 0.21 persen dalam APBN 2016,” ujarnya.
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru
Penurunan ini sebagian besar dikontribusikan oleh penurunan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk urusan fisik (infrastruktur) pada jenjang pendidikan dasar.
“Bahkan, DAK fisik untuk jenjang pendidikan SMP sama sekali tidak dialokasikan. Padahal, inilah instrumen anggaran yang paling signifikan untuk membantu Pemerintah Daerah mempercepat penyelesaian persoalan ruang kelas rusak di daerahnya,” ucapnya.
Dengan menggunakan harga satuan RKB, rehapilutasi sedang dan berat, lanjutnya, serta pengadaan meja dan kursi siswa untuk ruang kelas baru dari hasil riset Article 33 (2015), diperkirakan butuh waktu rata-rata 6.3 tahun untuk merehabilitasi seluruh ruang kelas dan penyediaan RKB untuk daerah yang masih kurang ruang kelas di 10 kabupaten/kota sampel dari studi YAPPIKA.
“Belum lagi, secara alamiyah, penurunan kualitas bangunan pasti akan terjadi seiring waktu berjalan. Ruang kelas yang tadinya baik, bisa menjadi rusak. Apalagi ruang kelas yang sudah rusak, bisa semakin parah atau bahkan roboh,” pungkasnya. (L/ima/R03)
Baca Juga: Delegasi Indonesia Raih Peringkat III MTQ Internasional di Malaysia
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)